Aku hampir tak memercayai kebetulan aneh ini. Sebelum aku bergabung di penginapan milik Horald, aku pernah bekerja pada seorang pedagang tua yang di dalam pikirannya hanyalah uang, uang, dan uang. Norez-lah orangnya. Sungguh kebetulan yang di luar dugaan, mengingat aku masih mempunyai urusan yang belum terselesaikan dengan pria ini.Dua detik kemudian, mata pria itu melebar dan menatapku dengan tatapan tak percaya.
"Allerie!" Norez berseru. Ia tertawa takjub, namun tawanya kali ini terkesan kaku. "Tak kusangka dapat bertemu denganmu lagi di sini. Aku hampir tidak mengenalimu!"
Aku nyaris tertawa. Yang benar saja.
"Kalian saling mengenal?" tanya Lydia dengan ekspresi terkejut menatap aku dan Norez bergantian.
"Tentu saja. Dia pernah bekerja padaku dulu," jawab Norez. "Mungkin sekitar tiga tahun yang lalu, sudah lama sekali. Dia adalah salah satu pekerjaku yang terbaik!"
Mata Lydia seketika melebar, ia menjetikkan jari seolah menyadari sesuatu, "Ah, maksudmu gadis pekerja yang dulu sempat membuatmu menyesal karena telah membuangnya itu?"
Tapi kata-kata Lydia membuat Norez tertawa terbahak-bahak, terkesan dipaksakan. "Kenapa kau mengatakannya seperti itu? Aku tak pernah membuangnya," elaknya. "Aku hanya memberinya kebebasan. Ya, kebebasan. Benarkan, Allerie?"
Aku mendengus. Heran mengapa pria tua ini sama sekali tidak berubah. Bukan penampilan, melainkan karakternya.
"Mungkin kau sudah lupa, tapi kau jelas membuangku," dengusku. "Kau meninggalkanku begitu saja ketika aku jatuh sakit waktu itu. Bahkan kau mengambil kesempatan dengan pergi dan menanggungkan seluruh biaya penginapanmu padaku!"
Norez mengerutkan kening, ekspresinya polos seolah tak tahu apa-apa. "Benarkah? Kurasa aku tak pernah melakukan perbuatan kejam seperti itu," katanya seakan berpikir. Ia mengelus dagu, mencoba mengingat-ingat, "Kalau tidak salah, waktu itu rombongan kita sedang dalam perjalanan menuju Stenville. Dan saat itu kita bermalam di kota Vernia, namun kau tiba-tiba jatuh sakit padahal kita harus berangkat keeseokan harinya. Karena itu aku terpaksa menitipkanmu di penginapan itu dan mengatakan akan menjemputmu ketika aku kembali, ketika semua urusanku telah selesai."
Tanganku hampir saja menggebrak meja jika tak menahan diri. Sebagai gantinya, aku hanya bisa menghela napas kasar sambil menatap wajah Norez yang memasang ekspresi tak berdosa.
"Yang benar saja," cibirku. "Setahuku kau pergi diam-diam dari sana dan meninggalkanku begitu saja." Aku mendengus, "Dan asal kau tahu, selama tiga tahun ini aku masih tinggal di penginapan itu, namun tak pernah melihatmu kembali, bahkan batang hidungmu sekalipun!"
Perkataan Norez membuatku kesal. Padahal aku masih ingat dengan jelas bagaimana kejadiannya saat itu. Bersama Norez dan beberapa orang anak buahnya--termasuk diriku, kami sedang dalam perjalanan menuju kota Stenville untuk mengangkut barang-barang dagangan yang akan dibawa ke Aeriseum, tempat pelelangan barang terbesar di sana. Waktu itu perjalanan yang kami tempuh sangat panjang dan butuh waktu hampir dua minggu lamanya untuk tiba di Stenville.
Aku ingat bahwa aku harus melakukan jaga malam untuk menjaga barang-barang selama tiga malam berturut-turut karena kami harus bermalam di pinggiran hutan, dan kegiatan jaga malam yang menguras waktu tidur itu benar-benar menguras energiku.
Dan tepat keesokkan harinya, setibanya rombongan kami tiba di penginapan kecil berlantai dua di tengah kota Vernia, malam itu aku langsung terkapar di atas tempat tidur. Entah berapa lama aku tidur, tapi ketika aku membuka mata, hari sudah gelap. Namun tubuhku masih serasa tak bertenaga. Kepalaku luar biasa sakitnya dan keringat dingin membasahi sekujur tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
FantasyDemi mendapatkan kembali permata Iorth, permata Elf yang katanya seharga segudang keping emas, Allerie terpaksa melakukan perjalanan ke dataran asing, dataran tinggi Aestmund, tempat di mana bangsa Elf tinggal. Sebuah perjalanan yang menuntunnya pad...