Chapter 5 Wanita Jahat

62 13 5
                                    

"JANGAN memaksakan keberuntunganmu, Anak Muda. Sebaiknya kau pergi sebelum kubuat kau menyesal telah mengotori penginapanku dengan kehadiranmu di sini!"

Suara lantang wanita yang berkata kasar itu terdengar jelas bahkan saat penginapan yang sedang kucari itu belum kutemukan. Bahkan tanpa pendengaran setajam Elfreahn pun, suara penuh emosi itu cukup keras untuk bisa didengar oleh pendengaran manusia biasa.

Hari sudah gelap. Jalanan lembab karena bekas hujan, bahkan rintik-rintik air—meski tidak sederas sebelumnya—masih berjatuhan dari langit. Itulah sebabnya aku baru bisa memasuki area perkampungan karena harus berhenti beberapa kali selama perjalanan untuk mencari tempat berteduh.

Udara malam ini semakin dingin. Aku merapatkan jubah yang terasa lembab di kulit sambil melewati beberapa rumah penduduk sampai akhirnya tiba di sebuah penginapan kecil di tengah perkampungan. Sekilas tak tampak seperti penginapan. Hanya  rumah kayu biasa dengan ukuran tak terlalu besar. Yang menegaskan keyakinanku bahwa itu adalah penginapan adalah papan penanda yang dipasang tepat di depan dengan tulisan yang telah mulai pudar disertai penerangan minim dari dua buah lentera yang digantung di bagian kanan dan kirinya.

Aku menarik napas lega. Akhirnya, aku bisa merenggangkan tubuh ini dengan benar di atas kasur hangat nan empuk. Merelaksasikan semua otot yang pegal setelah melakukan perjalanan seharian.

Melewati jalanan berbatu mendekati tempat itu, perdebatan kecil dari dalam penginapan kini terdengar lebih jelas. Bahkan dapat kudengar
kata-kata kasar serta umpatan yang sebenarnya tak cukup enak didengar dilontarkan oleh wanita itu.

Pintu penginapan tiba-tiba menjeblak terbuka dari dalam, mendahuluiku yang baru saja hendak meraih gagang pintu. Bersamaan dengan itu, seorang pemuda bertubuh ramping dengan raut wajah kesal berjalan keluar dengan kaki menghentak kasar.

Entah apa yang barusan terjadi atau apa yang mereka perdebatkan, dan kurasa lebih baik untuk tidak tahu. Maka dari itu, setelah menyingkir sedikit untuk membiarkan orang itu lewat, aku segera melangkah masuk ke dalam.

"Selamat datang." Dan suara wanita yang sebelumnya kudengar langsung menyambutku dengan sangat ramah, bahkan terkesan dibuat-buat, hampir terdengar seperti menjilat. Aku sempat bertanya-tanya, bagaimana bisa suara wanita yang baru saja berkata-kata kasar dapat langsung terdengar selembut ini. Jujur, tubuhku agak merinding karenanya.

Bagian dalam penginapan ini hangat. Ada perapian di salah satu sisi ruangan, serta beberapa meja dan kursi yang di atur berpasang-pasang.

"Kau datang di saat yang tepat, Nona. Tersisa satu kamar di penginapan kami, dan tentu saja kamar terbaik yang bisa kau tempati," ucap wanita yang usianya kurasa tak lagi muda itu, tepat saat kuhampiri meja kayu memanjang setinggi pinggang yang digunakan sebagai meja transaksi, tempat di mana wanita itu berada.

Aku merogoh kantung uang lantas meletakkan beberapa keping di atas meja, "Satu kamar untuk semalam," kataku tanpa melirik ke arah wanita itu, namun dari sudut mata ini dapat kuperhatikan wanita bertubuh gempal itu segera meraih uang yang kuberikan, menghitungnya dengan seksama, dan mengatakan dengan nada gembira bahwa uang yang kuberikan sangat pas.

Selagi wanita itu menghampiri lemari kecil yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri—mungkin ia mengambil kunci—, aku merenggangkan otot sebentar. Dan, astaga, tulangku mengertak hebat. Waktu ini sangat pas untuk segera merebahkan diri.

Mungkin sebelum itu aku harus membersihkan diri terlebih dahulu. Karena tubuhku terasa lengket. Semoga penginapan ini menyiapkan air panas untuk pemandian.

Membayangkannya saja membuatku tidak sabar. Segera, kusibakkan tudung dan membuka jubahku yang memang sudah lembab karena terkena rintik hujan. Dapat kulihat, wanita itu juga telah meletakkan kunci kamar yang kusewa di atas meja.

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang