Chapter 7 Pemuda Pengelana (2)

35 13 0
                                    


"BAGAIMANA dengan permata itu?"

Kening Nethan berkerut, seolah mendengar sesuatu yang berada di luar topik pembicaraan. "Permata apa?"

"Permata Iorth," jawabku jujur. "Permata elf langka yang berada dalam patung berbentuk wanita yang kau berikan waktu itu."

Matanya mengerjap dan melebar. Keterkejutan nampak jelas di wajahnya. "Ada apa di dalam apa?"

Aku mengubah posisi menghadapnya agar pembicaraan ini lebih jelas. "Aku yakin kau telah mendengarnya," sahutku. "Jadi, apa yang kau ketahui tentang permata itu?"

Wajahnya masih dalam ekspresi terkejut dengan tatapan mengarah entah ke mana. Ia tampak tak mendengarkan apa yang baru saja kukatakan. "Ternyata selama ini aku membawa benda yang sangat berharga," gumamnya lebih kepada diri sendiri. "Pantas saja mereka menjualnya dengan harga yang sangat mahal."

"Menjualnya? Siapa?"

"Kau tidak perlu tahu," sahut pemuda itu cepat. "Yang jelas, dengan permata itu berarti aku telah melunasi semua biaya penginapan dan menjadi ganti karena telah memperdaya temanmu. Jadi aku sudah membayar semua hutangku padamu, kan?"

Aku mengangguk-angguk. "Awalnya kupikir begitu, tapi selama perjalanan ke tempat ini, aku memikirkan sebuah kemungkinan yang mungkin saja membuat masalah ini menjadi tak semudah yang kau katakan."

Dahinya mengerut, seolah tak puas dengan jawaban yang kuberikan. "Kemungkinan apa itu?"

"Kau bisa saja mencuri permata itu dan dengan sengaja meninggalkannya di penginapan, kan?" Aku mengangkat bahu dan meliriknya dengan penuh curiga. "Dan jika kau sedang dikejar oleh seseorang karena masalah itu, penginapan kami bisa berada dalam masalah."

"Sudah kubilang aku bukan orang seperti itu!" bentaknya galak. Emosinya kembali tersulut. "Kau bisa mencurigaiku sepuasnya, tapi jangan merendahkan harga diriku atas tuduhan seperti itu!"

"Baiklah, baiklah. Tidak perlu emosi begitu." Aku mengangkat kedua tangan untuk menenangkannya. Tanpa sadar aku telah tertawa. Reaksinya entah kenapa terlihat begitu lucu. "Sebenarnya, aku hanya penasaran. Bagaimana bisa anak bangsawan yang tak berpengalaman sepertimu bisa berakhir seperti ini."

Ia tersentak dengan mata melebar. Mulutnya terbuka tapi tak mengatakan apa pun.

"Jika ingin melakukan penyamaran, setidaknya lakukanlah dengan lebih meyakinkan," kataku tertawa pendek. "Jubah dan penampilanmu yang berlebihan itu membuatnya begitu jelas. Lagipula, para pengelana biasanya sudah terbiasa beristirahat di alam bebas seperti ini. Tapi melihatmu yang bahkan terganggu hanya karena seekor serangga sangat mencurigakan."

Ia mengacak rambut sambil menghela napas berlebihan. Biar kutebak, ia pasti sedang merutuk dalam hati.

"Apa kau sudah menyadarinya sejak awal?" tanyanya setelah merapikan rambutnya kembali dengan cepat dan melirikku. Ekspresi wajahnya masih tampak kacau.

"Jika sejak awal yang kau maksud adalah sejak pertama melihatmu di Vernia, tidak. Aku baru menyadarinya hari ini."

Ia mengangguk tanpa memandangku. Matanya menatap kosong ke arah api unggun yang ada di hadapannya.

"Tidak perlu dikatakan jika tak bisa menceritakannya. Aku juga tak ingin mencampuri urusan orang lain." Aku menguap. Mataku benar-benar sudah lelah. Kutarik jubahku menyelimuti tubuh sambil bersandar di batang pohon besar.

Mataku baru saja hendak kupejamkan, ketika dia kemudian bersuara.

"Aku melarikan diri dari rumah."

Pemuda yang kuketahui bernama Nethan itu kini mengangkat wajahnya memandangku sambil tersenyum pahit. "Menjadi anak dari keluarga terhormat tidak seindah kelihatannya." Ia  mendengus pelan, "Apalagi jika berasal dari keluarga yang begitu terkuasai oleh ambisi. Mereka dapat melakukan apa pun hanya untuk menaikkan nama baik keluarga meski harus mengekang kehidupan putranya sendiri, mengatur semua kehidupannya agar selalu terlihat sempurna di mata orang-orang, bahkan sampai menentukkan jalan hidup putranya sendiri agar sesuai dengan apa yang diinginkannya."

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang