Chapter 1 Perdebatan

177 22 10
                                    

"ITU ide yang sangat gila!"

Meja makan yang berada di tengah ruangan digebrak keras. Gelas berisi minuman berakibat tumpah sebagian. Juga, cahaya dari tiga lilin kecil yang diletakkan di atas meja ikut bergetar. Sementara, keempat orang yang tengah duduk mengelilingi meja kayu yang hampir lapuk itu tersentak seketika.

Bantahan penuh emosi baru saja dikeluarkan oleh seorang pemuda tinggi berkulit gelap, seorang yang baru saja menggebrak meja. Kyle, pemuda itu berdiri dari tempatnya dan menggeram, "Maksudmu aku harus mempertaruhkan nyawa untuk sebuah permata konyol?!"

Meja kembali digebrak, "Permata konyol, katamu?!"

Sekarang, Kyle berhasil membuat seorang pria berbadan besar berwajah tegas yang sedari tadi beradu mulut dengannya kini benar-benar naik pitam.

Pria berbadan besar dengan alis tebal menghiasi wajahnya itu bernama Horald. Dia menduduki tempat pada kepala meja. Pria itu lantas ikut berdiri dan menatap Kyle, adik laki-lakinya itu dengan tajam.

Oh, ya. Horald dan Kyle adalah kakak beradik. Kyle memiliki warna kulit lebih gelap dibanding Horald, tetapi mereka memiliki warna mata cokelat yang serupa. Sifat keras kepala serta kebiasaan menggebrak meja ketika sedang marah juga adalah sebagian kecil dari persamaan mereka.

"Sekali lagi kukatakan, permata yang telah kau hilangkan itu adalah permata Iorth! Permata elf yang berharga segudang keping emas! SEGUDANG KEPING EMAS!!" Horald menekankan kata-kata terakhirnya diikuti dengan gebrakan meja, lagi.

Kusingkirkan minumanku dari atas meja, sebagian telah tumpah gara-gara ulah mereka. Dan aku tak ingin minuman favoritku yang terbuat dari sari bunga plum ini terbuang sia-sia.

Entah apa aku harus bersyukur karena di tempat ini, sebuah penginapan kecil berlantai dua tempat kami semua hidup dan tinggali ini tak memiliki satu pun pelanggan. Kalau ada, mungkin mereka sudah angkat kaki akibat keributan yang ditimbulkan oleh pemilik penginapan ini sendiri.

Jika aksi gebrak-menggebrak meja ini diteruskan lebih lama lagi, kurasa bukan hanya meja, tapi seluruh penginapan tua ini akan dibuat hancur oleh mereka.

Aku menoleh ke arah kanan, melirik pada seorang gadis berambut pirang yang duduk di sampingku. Namanya Ellie, teman sekamarku sejak aku bergabung di penginapan milik Horald ini tiga tahun yang lalu. Sebenarnya, Ellie setahun lebih tua dariku. Usia Ellie sekarang sudah dua puluh satu tahun. Namun mungkin karena wajah serta tubuhnya yang mungil, ditambah dengan sifatnya yang kekanakan membuatku selalu merasa bahwa dia seperti adik perempuanku sendiri.

"Di mana Freya?" Aku berbisik sambil menyenggol lengan Ellie. Namun gadis itu menggeleng lemah sebagai jawaban. Dapat kulihat Ellie juga sudah lelah menyaksikan perdebatan tiada akhir ini. Membuatku hanya bisa menghela napas kasar.

Freya adalah wanita lemah lembut yang paling pandai mencegah situasi seperti ini terjadi. Tanpa Freya, perdebatan antara dua pria dewasa yang tidak berpikiran dewasa ini akan berlangsung sampai pagi.

Suara gebrakan meja, untuk kesekian kalinya, membuat jantungku melonjak.

Aku menoleh ke arah berlawanan, pada seorang pemuda bertubuh ramping yang duduk berseberang meja denganku. Warna rambutnya yang cokelat terang seolah menyatu dengan cahaya lilin yang redup. Dia adalah Ron, laki-laki rumahan yang kuakui berbakat dalam hal masak-memasak. Meskipun terkadang terlihat lemah dan mudah diremehkan, tapi Ron cukup gesit dan lincah jika sudah menyangkut urusan dapur. Karena itulah Horald mempercayakan sepenuhnya tanggung jawab itu kepadanya di penginapan ini.

Ron yang dari tadi diam mulai antusias mengikuti percakapan. "Tapi perjalanan seperti itu sangat berbahaya! Bukankah setidaknya kita harus mengutus dua atau tiga orang untuk mengejar pencuri itu?" tegas Ron pada Horald.

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang