Chapter 11 Informasi

64 9 2
                                    

UJUNG belati bergerak lurus ke arahku. Sebelum benda tajam itu sempat menyayat kulit, aku berkelit ke samping--mengabaikan rasa nyeri di tubuh karena gerakan tiba-tiba--lalu melemparkan segenggam penuh pasir ke arah indera penglihatan mereka.

Debu serta pasir bertebaran di udara. Kedua pria berbadan besar itu terpaksa mundur sambil mengerang marah akibat serangan balik yang tak terduga. Mereka merutuk serta mengumpat karena debu membuat mereka kesulitan hanya untuk sekadar membuka mata.

Dan aku, tak ingin membuang-buang kesempatan, mengumpulkan segenap tenaga yang tersisa lantas berlari menubruk sekuat tenaga kedua badan besar di hadapanku agar kehilangan keseimbangan. Alhasil, kedua pria itu jatuh bersamaan. Dapat kudengar Karl memaki dengan semua kata-kata kasar yang diketahuinya ketika tubuh besarnya jatuh mengantam tanah.

Jika seperti tujuanku yang semula, maka situasi ini sudah cukup untuk segera melarikan diri. Tapi sekarang, setelah mendengar sepenggal bagian informasi penting yang kudapatkan dari mereka, aku terpaksa harus mencari cara untuk memenangkan pertarungan ini bagaimanapun caranya.

Sekali lagi, pasir kutebarkan di udara, memperkecil jarak pandang. Memastikan kedua pria itu agar kesulitan memerhatikan arah dan keadaan di sekitar. Dengan begitu, aku dapat dengan mudah menyelinap di antara mereka dan menyerang dengan leluasa dalam jarak dekat.

Melesat ke dalam tebaran pasir dan debu, kudapati kedua pria itu yang hanya menyerang ke segala arah tanpa sasaran yang berarti, namun dengan pertahanan yang terbuka lebar. Pasir yang kutebarkan tadi membuat penglihatan mereka perih.

Aku yakin kedua sudut bibirku saat itu tertarik ke atas begitu mendapat kesempatan emas seperti ini.

"Maaf." Kupusatkan kekuatan pada kepalan tangan, lantas, mengakhiri pertarungan ini dengan sekali serangan.

***

Lorong sempit itu menjadi tak semengerikan sejak terakhir kali aku mengingatnya. Padahal, baru beberapa menit yang lalu aku nyaris merenggang nyawa di tempat ini.

Kutarik tubuhku bersandar di salah satu sisi tembok sambil mengatur pernapasan. Beberapa bagian tubuhku masih terasa sakit, juga terdapat luka goresan di tangan dan kakiku yang terasa perih karena tertutupi pasir. Tapi selain dari semua itu, tidak ada masalah yang serius. Luka-luka goresan itu akan sembuh dengan cepat setelah dibersihkan, jadi semuanya baik-baik saja.

Entah berapa lama aku duduk mengistirahatkan diri di lorong sempit yang nihil akan kedatangan orang-orang itu, sampai tanpa sadar, matahari sudah berada tepat di atas kepala. Cahayanya  terik dengan udara yang mulai memanas. Aku meringis ketika setetes peluh tak sengaja jatuh di salah satu lukaku yang terbuka.

Di saat bersamaan, terdengar suara seseorang ikut meringis. Lantas diikuti dengan sudut bibirku yang melengkung samar.

Kulirik kedua pria bebadan besar yang dalam kondisi terikat di ujung lorong. Karl dan Herkth, kedua pria itu awalnya tak sadarkan diri setelah aku menang secara tak terduga. Lantas, dengan menggunakan tali yang dibawa mereka sendiri, segera saja kuikat kaki, tangan, serta tubuh mereka sekencang mungkin untuk memastikan mereka tak bisa bergerak dan melakukan hal yang berbahaya lagi.

Salah seorang dari mereka akhirnya mendapatkan kembali kesadarannya. Herkth, pria itu yang pertama kali menggeram serta meronta ketika mendapati dirinya terikat pada bagian tangan dan kaki. Ia bahkan meluapkan kekesalannya dengan mengeluarkan serentetan kata-kata kasar yang sebenarnya tak pantas diucapkan.

"Hentikan usaha yang sia-sia itu." Aku berdiri dan sempat tertatih. Tubuhku masih terasa sakit jika melakukan pergerakan tertentu. Kuhampiri tempat kedua pria itu berada agar bisa berbicara dengan jarak lebih dekat.

FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang