Limabelas

1.2K 38 12
                                    

Kehidupan normal telah kembali setelah beberapa hari lalu melakukan sebuah liburan singat yang menyenangkan sekaligus membawa perubahan pesat pada rumah tangga Alira dan Rafael.

Satu hal yang membuat Alira terkejut adalah sisi hangat Rafael yang mengalir begitu saja sekarang, sisi lain dari pria yang berstatus suaminya itu nampak akan muncul ketika bersama keluarga kecilnya.

Entah perasaan apa yang Alira rasakan sekarang, ledakan bahagia mencuat mengetahui tentang sisi lain Rafael, namun satu sisi dirinya terus berfikir tentang kekasihnya, Alvian. Alira harus segera memutuskan dan menentukan pilihan, ia tidak bisa bertahan selamanya dengan keduanya, karena bisa jadi mereka bertiga akan terluka bersama dan jika akhir keputusan adalah meninggalkan maka Alira harus siap melukai salah satu atau bahkan dua yang terluka, termasuk dirinya.

Alira menghela nafas entah untuk keberapa kalinya hari ini, wanita itu tidak sedikitpun menggubris perkataan panjang seorang dosen bahasa inggris yang tengah menjelaskan didepan. Kata-kata yang perlu ia cerna lebih dahulu dan memerlukan beberapa detik untuk mengerti nampak terdengar sangat memekakan telinga sekarang, membuatnya lebih tidak mengerti dengan kalimat yang mengudara.

Alira menekan kran agar air berhenti mengalir, wanita itu menatap pantulan dirinya yang sedikit berubah, tidakkah lemak dipipinya bertambah?

Lima menit lalu kelas bahasa inggris telah ia lewati yang merupakan kelas terakhir pada jadwalnya kali ini membuat Alira menghela nafas lega, wanita itu menatap Stevani dan Devina yang berjalan mendekat.

"Alira, apa kau masih berhubungan dengan Alvian? Ah... maksudku....dia menunggumu di depan."

Devina berbicara dengan sedikit nada khawatir disana, Ketiga sahabat Alira memang telah mengetahui tentang pernikahan Alira namun tidak dengan kelanjutan hubungan sahabatnya itu dengan Alvian.

Netra coklat milik Alira menatap kearah pintu kamar mandi yang terbuka akibat ulah seseorang, wanita itu kemudian beralih menatap kedua sahabatnya.

"Kalian tahu bagaimana aku dengan Alvian bukan?"

Stevani dan Devina mengangguk kompak, mereka menunggu kalimat selanjutnya dari Alira yang nampak putus asa?

"Aku tidak ingin meninggalkannya, tapi~kenapa~ ah.... Aku sangat jahat sekali padanya!"

Alira menaikkan sling bag ke bahu meletakkannya dengan benar dan nyaman.

"Al..."

"Ah.... Aku harus kedepan."

"Bye!"

Alira sedikit berlai untuk mencapai pintu dalam hitungan detik wanita itu menghilang dibaliknya.

"Alira!"

Devina menahan lengan Stevani yang telah bersiap untuk mengejar Alira keluar, kedua mata coklat Stevani meminta penjelasan.

"Dia tahu apa yang harus dia lakukan, jadi biarkan, kita akan kerumahnya nanti."

Devina beralih menekan kran, air segar mengalir membasahi kedua tangannya, wanita itu pula menatap dirinya dalam cermin dan beralih ke pintu saat benda tersebut bergerak membuka.

"Kenapa?"

Airin menatap kedua sahabatnya yang nampak terkejut dengan kehadirannya, wanita itu berjalan mendekat.

"Dimana Alira? Ah.... Kenapa kalian menatapku seperti itu?"

Devina tersenyum kemudian merangkul bahu Airin dengan kedua tangannya yang masih basah.

"Alira sudah pulang, ayo kita pergi ke toko kue, Seira sangat menyukainya."

Devina memutar tubuh Airin perlahan satu tangannya menuntun tangan Stevani, menyeret kedua sahabatnya keluar dari toilet.

un incidenteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang