Duapuluh empat

822 36 8
                                    

Alira menekan knop pintu rumah mama Rina, wanita itu melangkahkan kakinya dengan tenang, berusaha untuk tidak membuat suara sekecil apapun, ia berencana untuk membuat kejutan kecil untuk putrinya. Alira menyuruh Rafael yang turut berjalan dibelakangnya untuk tetap tidak membuat suara dan pria itu hanya mengikuti perintah Alira.

Suasana rumah yang sepi membuat Alira mengerutkan keningnya, wanita itu berhenti di dekat sebuah sofa di ruang tamu, setelah meletakkan tas yang ia sampirkan dibahunya, Alira kemudian berbalik dan menatap Rafael yang juga tengah mengerutkan keningnya, bingung.

"Apa tidak ada orang dirumah ini?" Tanya wanita itu dengan kedua mata yang menelisik ke setiap sudut rumah yang cukup besar.

Rafael mengedikkan bahunya, pria itu kemudian berjalan kearah tangga, menaiki setiap tapak tangga dengan hati-hati, bagaimanapun ia tetap tidak ingin menghancurkan rencana Alira.

Pria itu kemudian menuju ke sebuah pintu berwarna coklat yang terletak di pojok sayap kiri dari arah tangga, pintu yang sedikit terbuka membuatnya dengan mudah menelusup dan melihat pemandangan dimana Seira dan Mama Rina ternyata tengah memejamkan ke dua matanya.

Rafael kemudian beralih menatap jam di pergelangan tangannya, jam Rolex berwarna hitam itu menunjukkan pukul 14.00 membuat Rafael menganggukkan kepalanya.

"Mereka tidur."

Ucap Rafale saat pria itu sampai di depan Alira yang tengah menata beberapa kue di meja bar dapur. Alira menatap pria yang tengah berdiri di depannya kemudian mengangguk.

"Ah sekarang memang waktu tidur siang." Gumam Alira disela aktifitasnya.

"Kau tidak akan pergi ke kantor bukan?"

Pertanyaan Alira membuat Rafael mendongkakan kepalanya, layar ponsel yang menampilkan sebuah room chat itu dengan segera Rafael matikan dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

Rafael menggeleng "tidak." Jawabnya dengan singkat.

Alira menyunggingkan senyumnya dengan samar.

"Kau ingin aku buatkan sesuatu? Kopi?"

Alira bertanya dengan hati-hati, wanita itu menatap Rafael yang masih belum merespon dan sedetik kemudian Rafael menganggukan kepalanya.

"Baiklah, aku akan membuatkannya untukmu."

Alira meletakkan dengan hati-hati secangkir kopi yang masih mengeluarkan asap, wanita itu kemudian turut duduk di bangku depan Rafael memperhatikan ekspresi wajah pria itu dengan serius.

"Apakah rasanya baik-baik saja?"

Rafael hanya mengangguk untuk menanggapi Alira membuat wanita yang masih duduk di depan pria itu turut menganggukan kepalanya juga. Wanita itu mendongkak kala mendengar sesuatu dari arah tangga, dan benar saja Seira tengah berjalan dengan terponggoh tak lupa dengan Mama Rina yang menuntun gadis kecil yang sepertinya masih setengah sadar, sangat lucu.

"Mama mama mama."

Suara bayi kecil yang sangat ia rindukan, hampir satu minggu ia tidak bertemu dengan Seira dan itu membuatnya merasa bersalah kala menatap wajah putri kecilnya yang menggemaskan, tengah terponggoh menghampiri dirinya.

"Ooh my little princess."

"Miss you so muchh..."

Alira merentangkan kedua tangannya, menyambut Seira yang tampak tertawa memperlihatkan beberapa deretan giginnya yang mulai tumbuh, bayi mungil itu dengan segera menubruk ke dalam pelukan Alira.

"Mama sangat merindukanmu bayi keciku."

"Mama mama."

Alira melepaskan pelukannya, kemudian meraih putri kecilnya ke dalam gendongan, berputar beberapa kali membuat Seira tertawa dengan lepas, Bayi kecil itu mencium bibir Alira setelah wanita itu menghentikan acara memutar dirinya, membuat Alira menciumi seluruh wajah Seira dan berhasil memecah tawa puti kecilnya karena geli.

un incidenteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang