Part 6

120 43 2
                                    

~💔~

Pagi tiba. Doyoung harus  melakukan syuting iklan sebuah produk. Mungkin seharusnya tidak memerlukan waktu yang lama tapi kali ini Doyoung harus melakukan banyak take, hari ini dia sulit sekali untuk fokus. Pikirannya bercabang.

"Cut!" Lagi-lagi mereka harus berhenti. "Kita istirahat sepuluh menit."

Doyoung menghela nafas, mengusap wajahnya resah.

Dia menjatuhkan tubuhnya disalah satu bangku. Ia memijat pangkal hidungnya. Tak lama Taeyong datang menghampiri. "Ada apa denganmu? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"

"Hanya lelah." jawabnya pendek.

"Tidak biasanya kau seperti ini." tambah Taeyong lagi. Ya, bagaimana mungkin dia bisa percaya. Bahkan saat jadwal Doyoung begitu padat dia tidak seperti ini. Dia tetap melakukan adegan dengan benar. Sekarang saja jadwalnya lebih longgar.

"Doyoung-ah, jika ada sesuatu yang mengganggumu ceritakan saja padaku."

"Tidak, Hyung. Sungguh aku tidak apa." elak Doyoung lagi.

Taeyong mencerocos, "Melihatmu seperti ini apa ada yang percaya jika kau baik-baik saja? Aku ini hyungmu, kau bisa berbagi denganku. Aku khawatir melihatmu seperti ini."

"Kau tak akan mengerti, hyung." ungkapnya. "Ini rumit."

"Permasalah cinta?" tebaknya ragu.

Doyoung agak tertegun. "Pemikiran dari mana itu?"

"Jika soal hal lain kau selalu memujiku tapi jika soal percintaan kau selalu mengejekku." jawabnya tak santai, ia dongkol sendiri jika mengingatnya.

Doyoung terkekeh pelan. Benar, dia selalu mengejek Taeyong soal percintaan. Taeyong belum ada mantan satupun, mungkin hanya mantan crush alias gebetan. Seolah angin lalu, cintanya ada tapi tak pernah di anggap. Miris.

"Hyung, jika aku memberitahumu sebuah fakta apa kau akan memarahiku?"

Taeyong berpikir. "Tergantung.."

"Tapi kemungkinan fakta yang akan aku berikan  membuatmu marah." 

"Apa itu?"

"Karena aku yakin kau akan marah, aku tidak bisa memberi tahumu sekarang. Aku tidak siap mendengarmu mengomel."

"Baiklah jika kau tak siap bercerita sekarang. Kau bisa memberitahuku nanti. Walaupun mungkin reaksiku membuatmu kecewa tapi percayalah aku melakukannya untuk kebaikanmu."

Taeyong berdiri menepuk bahu Doyoung. "Fokuslah, kasihan yang lain juga lelah." Taeyong berlalu dari sana.

Waktu jeda usai, mereka mengambil take lagi. Setidaknya kali ini berhasil, Doyoung melakukannya dengan baik. Tak perlu melakukan banyak take. Hingga akhirnya mereka selesai juga.

"Mianhae, membuat kalian terlambat." ungkapnya dengan membungkukkan badan. Beberapa orang di sana tersenyum melihat kebaikan dan kerendahan hatinya. Siapasih yang tak tersentuh melihatnya?

Si sutradara menyentuh bahunya, meminta untuk berdiri tegak. "Tak apa Doyoung-ah, kau pasti lelah."

"Gwencana-gwencana-gwencana..." Para Staf mulai bersorak.

Tatapannya menyendu. Dia tak menduga ini. Padahal karena dirinya mereka merasakan jauh lebih lelah. "Mianhae..." lirihnya. "Sebagai ucapan maafku, mari kita makan. Aku yang teraktir." usulnya kemudian.

Mereka bersorak senang lalu bertolak menuju restoran, tidak ingin melewatkan makan gratis juga tidak mau mengecewakan Doyoung karena ajakannya di tolak.

BehindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang