"Heraa!!""Apa?!"
"Ra, udah ngerjain Fisika belum?" Tanya Rey begitu aku duduk di bangku. Baru juga aku merasakan damainya hidup, ada saja yang merusaknya.
" Sejak kapan Fisika ada Pr?" tanyaku pada Rey.
Seingatku Pak TJ bukan guru kolot yang suka ngasih tugas seambrek ke muridnya, malah lebih suka meninggalkan kelas agar kami belajar sendiri. Guru dengan menjunjung tinggi kemandirian muridnya dalih K13.
"Sejak seminggu yang lalu lah. Berarti lo juga belum negerjain." Kata Rey berlalu mencari anak lain.
Aku mengikutinya meminjam buku Alfi, setelah rebutan dengan Rey yang akhirnya dia mengalah dengan hanya memfoto buku Alfi dan menyalin jawabannya. Karena Alfi emang paling rajin di kelas. Tidak hanya aku yang menyalin tapi Melly duduk di bangku depanku ikut ikutan.
" Ada pr ya?" tanya Aldo baru datang saat aku mulai menulis jawaban.
" Ada pr fisika. Belum ngerjain nih pasti?" Tanyaku tanpa mengalihkan perhatian dari buku. Aldo melihat soal dari 1 sampe 10.
" Aku ya sudah dong." Aldo menjawab dengan songong. Aku memberikan tatapan tidak percaya.
"Sampe nomer 5 doang." tambahnya sesaat kemudian.
" Sama aja belum dudul." Mungkin dia mengerjakannya minggu lalu setelah pelajaran Fisika dan lupa meneruskannya di rumah.
Bagaimana aku tahu? Tentu saja karena aku melihatnya menulis waktu itu wkwk.
" he..he..he.. minta contekan sekalian deh" Aldo mengambil buku dan ikut mencontek. Dia duduk di bangku depanku bersama Melly.
Hening.Tak lama kemudian, tiba tiba bolpoinku diambil paksa dan seseorang menarik kursi sebelah kanan medekati bangkuku mulai ikut mencontek pr fisika. Nah si setan itu tak lain tak bukan si Devan, kapan dia datangnya tak ada yang tahu. Aku menoleh melihatnya sengit sedangkan yang lain tetap menulis.
" Kok diambil sih dev? Aku nulis pake apa?" tanyaku kesal. Yang ditanya gak ngasih respon memasang wajah serius menulis.
" Balikin polpenya Dev!" aku mencoba merebutnya tapi Devan berhasil menghindar.
" Pinjam bentar doang" Karena sebenarnya aku orang yang gak tegaan jadi kubiarkan. Hufth.
" Sekolah kok gak punya polpen." Sindirku yang hanya dibalas gedikan bahu olehnya.
Aku menghela napas, ya udah ditunggu aja selesainya. Lagi pula kurang dikit aku nyalinnya.
" Akhirnya selesai. Nih pakai pulpenku ra." kata Aldo menunjuk polpenya di meja.
" Wah makasih banyak." Sahutku bersyukur sekali. Aldo hanya tersenyum.
" Makanya kalau mengerjakan pr itu di rumah bukan di sekolah. " kata Devan bersuara setelah diam seribu makna.
" Dihh, Kayak yang ngomong sudah ngerjain di rumah." aku mulai menyalin lagi tinggal 2 nomer.
" Ya beda lah. Cowok biasalah males. " jawab Devan.
" Hm iya perempuan itu rajin kalau laki laki gak rajin gak pa pa. " Bela Aldo.
" Mana ada teori begitu. Sebagai calon imam cowok jadi panutan." Vanesha menimpali nih bocah juga datengnya siang amat kurang 5 menit lagi jam pertama di mulai.
" Ada ini. “jawab Devan dan Aldo kompak.
"Sebagai calon makmum jangan melawan calon imam." Tambah Devan dengan kalimat ngaconya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can Be
Teen FictionKita selalu punya cerita masa remaja tapi tidak punya cukup waktu untuk menuliskannya. Sekedar mengingat bagaimana kita tumbuh di masa itu hingga bagaimana kita menjadi sekarang. (How Can Be) Kalau menurut bilangan biner nggak ada angka dua, tiga da...