Setelah kemarin mengambil keputusan sepihak antara ketua kelas dan guru konseling, aku sekarang harus berangkat pagi mengikuti Diklat PIK R Genre di sekolah."Udah kamu aja Ra yang mewakili kelas kita. Jangan cari alasan buat tidak masuk besok. Ibu tunggu kamu di aula besok pagi." Kata Bu Eri kemarin. Aku ingin protes namun beliau terburu-buru pergi ada acara penting yang harus dihadiri.
Yang membuatku setengah hati adalah perwakilan satu kelas minimal 2 anak. Dan kalian tahu siapa temanku satunya lagi. Dia Devan astaga.
Aldo beralasan ada acara keluarga di hari yang sama sehingga ia mangkir ketika ditunjuk menjadi perwakilan sehingga menyarankan Devan sebagai gantinya.
Sedangkan anak anak lainnya tidak ada yang menyanggupi bahkan Vanesha yang nggak bisa diam tidak tertarik dengan acara ini. Satu kelas berkonspirasi mengkambing hitamkan aku. Dengan dalih kegiatan itu bakal cocok dengan diriku. Menghela napas aku berjalan menuju aula.
Acara Diklat PIK R ini diadakan dua hari satu malam. Diikuti oleh perwakilan 2 anak dari setiap kelas sepuluh. Dimana peserta nya akan dibekali ilmu menjadi tutor sebaya.
PIK R sendiri adalah program dari pemerintah dalam rangka membentuk remaja yang berkualitas untuk menyambut bonus demografi. Tiga tujuan utamanya adalah pembekal untuk mencegah pernikahan dini, mencegah penyalahgunaan narkoba dan mencegah seks pra nikah.
Diklat PIK R di sekolah kami sebagai simbol berdirinya organisasi genre di sekolah kami. Yap itu berarti bahwa peserta Diklat otomatis menjadi anggota organisasi genre.
Saat tiba di aula sekolah sudah banyak anak yang berkumpul. Aku melihat bahwa anak yang ikut kegiatan ternyata kebanyakan anak yang ketemui di ekskul lainnya juga.
"Haai Heraa." Teriak Selly anak Akuntansi teman sekelasnya Bian saat melihatku masuk ke aula.
Anak lain di sampingnya ikut menoleh saat ia berteriak. Aku tersenyum melambaikan tangan berjalan ke arahnya. Menyapa anak lainnya juga.
"Ku kira aku telat ternyata acaranya belum mulai." Aku duduk di belakang Selly karena bagian depan sudah terisi semua.
"Tahu sendiri jam karet Indonesia." Timpal Nita yang memperkenalkan diri sebagai anak Multimedia yang duduk di sebelahku. Aku tertawa membenarkannya. Kami cepat akrab dan membicarakan banyak hal menunggu acara di mulai.
"Hera!" Aku menoleh dan melihat Bu Eri memanggilku dari pintu samping aula dan berlari menghampiri beliau.
" Iya Bu ada apa?" Aku melihat raut cemas dari wajah beliau.
"Devan sudah datang apa belum?" Aku mengedarkan pandangan ke seluruh aula tapi tidak melihat batang hidungnya.
"Sepertinya masih di jalan Bu." Jawabku setelahnya.
" Nanti kalau dia sudah datang kamu beritahu ibu, Kepala Dinas sudah sampai tapi masih dijamu Kepala Sekolah. Acaranya akan dimulai sebentar lagi." Aku mengangguk dan mengiyakan beliau. Kemudian kembali ke kursiku.
Menghela napas sebenarnya aku sudah kepikiran si Setan Devan dari tadi. Namun aku menahan diri untuk menghubunginya lebih dulu. Mengingat ia sedang marah padaku membuatku enggan mengirimnya pesan menanyakan keberadaan nya sekarang. Aku tidak suka diabaikan jadi aku memilih menunggunya sedikit lagi.
Kulihat Kepala sekolah beserta tamu agung mendudukkan diri di kursi kebesaran. Pembawa acara bertanya apakah acara bisa di mulai, salah seorang staf mengecek mic dan sound lagi.
Menarik napas sebelum mengetik nama Devan di daftar kontak aku memutuskan untuk menghubunginya. Tidak lama suara terhubung Devan mengangkat teleponku.
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can Be
Teen FictionKita selalu punya cerita masa remaja tapi tidak punya cukup waktu untuk menuliskannya. Sekedar mengingat bagaimana kita tumbuh di masa itu hingga bagaimana kita menjadi sekarang. (How Can Be) Kalau menurut bilangan biner nggak ada angka dua, tiga da...