Aku memang tak sebaik yang kau lihat, namun tak pula seburuk yang terlintas di pikiranmu.
~Ali bin Abi Thalib.
"Mas! Jamu sehatnya dua ya."
"Saya sate padang dua porsi."
"Mas! Pesanan saya mana?"
"Oh iya Mbak, Mas. Tunggu sebentar ya," jawab Farhan menenangkan para pelanggan yang kelaparan bak zombie di malam hari.
"Mas bisa nambah kuah sate?"
"Kopi dingin ada?"
"Ada, sabar ya semua...," ujar Bayu yang meladeni satu persatu pelanggan.
"Mas saya gak pesan bakso, kenapa yang datang bakso goreng?" ujar seorang pelanggan.
"Maaf-maaf akan segera kami ganti, Masnya tadi pesan apa?" tanya Raja membenarkan kesalahan karena kesibukan malam temaram di ibu kota ini.
"Bay! Ini satenya dan jamunya." Zaki yang bertugas pada bagian chef memanggil Bayu.
"Ini kopi dingin," timpal Fang sebagai asisten koki.
Suasana malam minggu di ibu kota memang sangat ramai, di dominasi para ikhwan dan akhwat yang sedang memadu cinta. Dari berbagai jenis, ada yang sudah halal dan ada dengan status pacaran ada pula dengan status sahabat atau teman tapi cinta.
Malam ini keramaian itu menular ke cafe tujuh anak muda itu. Pelanggan sampai tak kebagian tempat duduk. Meski hanya menyediakan bakso goreng, sate padang, kopi dan jamu hal itu yang malah membuat unik menu cafe ini.
"Kenapa harus makan di sini, Nak?" tanya wanita cantik yang tak menggunakan hijab, bercelana jeans, rambut dua warna serta baju kaus yang padat tak lupa hells yang lumayan tinggi.
Terlihat cantik dan menggoda, sesekali ia mengibaskan rambutnya yang terurai, menambah indah kecantikannya.
"Ada sate enak di sini, Mom!" jawab anak perempuan yang berumur lima tahun itu sambil menarik tangan gadis yang ia panggil Mom tadi.
"Momi mau pergi sayang, nanti siapa yang jaga Elif?" Momi gadis itu menundukkan badannya membuat sejajar ia dengan anaknya.
Gadis kecil yang polos itu tampak sedih dan kecewa, ia jarang sekali bisa berdua bersama Ibunya, dan ia ingin menyantap makanan favorit dengan surga dunianya itu. Tapi apalah daya, dia hanya anak kecil yang penurut. Ia tahu ibunya harus bekerja untuk menafkahinya, sebab tak ada ayah yang menanggunjawapi mereka.
"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" Farhan menghampiri dua kaum hawa itu setelah seperkian jam kemudian cafe mulai sunyi.
Yang disapa langsung menoleh dan mengenali sudut wajah Farhan.
"Oh iya..., kamu yang kemarin nolong saya 'kan?" tebaknya menunjuk Farhan yang juga mengenal dirinya.
Farhan tertawa ramah. "Iya, Mbak Selay."
"Enak aja Selay, saya Silvy," sanggahnya tak terima di panggil Selay.
"Astagfirullah maaf, Mbak. Mbak mau makan?" tawar Farhan mempersilahkan masuk ke cafenya.
Silvy berpikir sejenak sambil melihat gadis kecilnya.
"Satenya bisa di bungkus?"
![](https://img.wattpad.com/cover/253920345-288-k964022.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Sajadah Hijau
Espiritual"Ini sajadah hasil dari usaha kita, sampai kita selesai pada tujuan masing-masing, tujuh sajadah di ruangan hijau ini gak boleh berkurang." Itulah perjanjian dari tujuh orang pemuda yang meninggalkan kampung halaman untuk menuntut ilmu ke ibu kota...