Nasihat Cinta

13 2 0
                                    


Jika hendak menegur dan memberi nasihat janganlah sampai pada kekerasan. Tak semua hati bisa kebal dengan ucapan, meski bertujuan baik tapi lebih baik sampaikan dengan lembut dan halus, jangan pula sampai menyindir.

~pengagumhujan_rya
 

Malam yang larut membawa larut pula tujuh pemuda di ruang hijau kesukaan mereka. Setelah selesai menutup café Ummul Khiyar yang masih mini milik mereka, sebelum tidur mereka merehatkan tenaga juga pikiran sambil meminum beberapa jenis minuman kesukaan masing-masing. Namun kontraversi antara Eko dan Zaki belum sebaik biasanya. Meski dalam satu kumpulan mereka tak saling sahut-menyahuti.

Eko masih malu untuk meminta maaf dengan Zaki, ia tahu ia salah tapi ego lebih besar dari pada iman. Teman-temannyapun tak mau memaksakan kebaikan di antara, karena sudah berulang kali mereka menasehati tapi tak ada yang connect ke salah satunya. Jadi biarlah mereka sadar sendiri, sambil di bantu doa oleh teman-temannya.

“Oh … jadi si Silvy itu anaknya ustad Basir?” sahut Bayu setelah mendengar cerita dari Akmal.

Akmal meneguk kopi hitam sambil mengangguk membenarkan sahutan Bayu. Teman-temannya yang lain juga mengangguk memahami.

“Jadi mengapa Ustad itu tak bisa mendidik anaknya, miris sekali. Bukannya hal yang di pertanggung jawabkan laki-laki di akhirat salah satunya adalah mendidik anak perempuannya, ya?” tutur Raja yang tak menyangka jika Silvy yang mereka kenal adalah anak dari dosen fenomenal di kampus mereka.

“Iya benar, tapi ada masalah yang membuat mereka berjarak, dan sulit komunikasi,” jawab Akmal.

Farhan coba memahami penjelasan Akmal, sambil membenarkan duduknya mencari posisi yang pas dan sopan karena mereka sudah siap-siap tidur dan memakai kain sarung.

“Pembicaraan kalian cukup panjang ya, Mal?” tebak Farhan dengan tatapan yang serius.

Akmal yang di tatap merasa urat-uratnya bersembunyi karena malu, biasanya ia sangat anti dan melarang teman-temnnya untuk banyak bicara dengan orang atau gadis yang bukan mahramnya. Tentu saja ia kikuk dan tak tahu mau bilang apa, seolah kata yang ingin ia ucapkan terkbekam karena pertanyaan Farhan.

“Hahaha.” Tawa Akmal mengejutkan teman-temannya.

Sangking mengelegarnya tawa Akmal sampai-sampai mereka berenam terperanjat dari posisi masing-masing. Fang yang baru saja menghirup kopi susu hangatnya langsung tersedak, Eko yang saat itu meneguk jamu buatannya juga tersedak hingga batuk, sementara Zaki yang hanya meminum air mineral langsung, memberikannya pada Eko yang duduk tak jauh di samping kananya, sebenarnya ia gengsi untuk menerimanya, tapi saat kita tersedak meminum jamu bukankah rasa pedas, hangat dan pahit akan menganghantam kepala? Yang malah bisa membuat kita meneteskan cairan dari hidung dan sungguh itu sangat menjijikkan. Mau tak mau Eko harus berperang melawan egonya dan mengambil pertolongan pertama dari Zaki.

“Makasih,” ucapnya setelah meneguk habis air mineral di cangkir besar milik Zaki.

“Hmm,” deheman Zaki menandakan iya.

“Ini anak lahir dari hutan mana ya? Mirip kali kayak Tarzan,” celetuk Eko yang jengkel karena ia tersedak, sambil melap mulutnya yang basah.

Raja terkekeh manja sambil menutup mulutnya, membuat semua temannya bergidik geli.

“Jangan di biasakan tertawa begitu, Ja.” Farhan mengingatkan dengan lembut dan wajah yang juga sedikit tak enak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tujuh Sajadah HijauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang