Part 3

1.1K 228 5
                                    



Kesibukan amat terasa di sebuah dapur yang menjadi tempat pembuatan kue di toko milik Ariana,  para pegawai  menyiapkan bahan maupun sedang membuat adonan, semuanya dikerjakan di tempat itu hari itu juga, Ariana tidak pernah menyimpan kue terlalu lama, bahkan jika inginpun kuenya tidak pernah tersisa.

Aroma vanila menyebar seketika saat pintu oven dibuka sesaat setelah timernya berdenting, Ariana mengeluarkan cup cake vanila buatannya dengan hati-hati. Cup cake lembut dengan aroma manis dari biji vanila berkualitas tinggi, membuat indra penciuman dipenuhi aroma manis yang membangkitkan selera.

Kegiatan di dapur terhenti sesaat untuk menikmati aroma yang mengiurkan itu, para pegawai sering menikmati cup cake itu tapi entah kenapa tidak pernah bosan, Ariana memang ahlinya dalam mengolah tepung dan teman-temannya, seperti sihir, itulah yang selalu dikatakan orang-orang.

Siang hari saat semua kue sudah matang dan sudah dihias, Ariana meminta pegawainya untuk memajang kue-kue di etalase, sementara ia ingin menghirup udara segar di teras depan tokonya sambil menikmati teh mint yang hangat. Ketenangannya terusik saat mendengar jeritan tangis seorang gadis kecil di sebrang jalan.

Ariana tidak mengerti, kenapa seorang anak kecil ditinggal sendirian di jalan? Kemana orang tuanya? Semua pertanyaan itu segera ia hempaskan dari pikirannya, yang terpenting sekarang adalah segera menghampiri anak itu dan bertanya apa yang terjadi. Diletakan cangkir tehnya dan segera menyebrang untuk menemui gadis kecil itu.

“Hei cantik, kenapa menagis sendirian di sini?” Ariana mengerutkan kening saat anak itu malah menangis lebih kencang. Mungkin anak itu tidak terbiasa bicara dengan orang asing  terlihat jelas anak itu semakin ketakutan saat dirinya menghampiri, tapi Ariana tidak mau menyerah dia harus membujuk anak kecil itu agar anak itu tidak terus memerus menangis.

“Nama tante Ariana, tante yang punya toko kue di sebrang itu, kamu suka kue ‘kan? Nanti kita ke sana , tapi kamu berhenti nangis ya! Tente bukan orang jahat kok!” Anak kecil itu mulai berhenti menangis, mata bulatnya mengerjap-ngerjap menggemaskan.

“Namaku Lala Tante, aku takut hiks ... Oma aku jatuh di sana!” ucap anakkitu sambil menunjuk sekolah TK  yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

“Oke, ayok kita lihat!’’

Mereka berjalan menuju sekolah yang dimaksud anak itu. Beberapa satpam mengangguk saat berpapasan dengan Ariana, sekolah TK itu milik kakeknya. Ariana heran kenapa anak kecil ini dibiarkan keluar sekolah tanpa pengawasan orang dewasa.

“Pak, kenapa anak ini bisa keluar  area sekolah tanpa orang dewasa menemani?”

“Maaf bu, atas kelalaian kami. Mungkin tadi anak ini keluar saat saya tidak  berjaga di pos, saya tadi habis dari toilet, mungkin teman saya tidak melihat anak ini lewat karena pos yang cukup tinggi sehingga anak ini tidak terlihat.” jawab satpam itu takut-takut.

“Ini gak boleh terulang lagi, bagaimana kalau anak ini nekat nyebrang? Bisa celaka anak orang tahu! Ya udah sekarang temani saya mencari Oma dari anak ini katanya Omanya jatuh di area sekolah!”

“Sekali lagi maaf bu!”

Mereka berjalan menuju lapangan yang dimaksud anak itu, kemudian anak itu berteriak saat melihat Omannya. Segera Ariana dan satpam itu menghampiri seorang wanita paruh baya yang sedang terduduk sambil memegangi kakinya.

“Ibu tidak apa-apa? Ada yang terluka?’’ tanya Ariana

“Saya terpleset jalalan di sini licin mungkin karena becek habis hujan.” jawab ibu itu sambil meringis menahan sakit.

“Sebaiknya kita ke toko saya dulu, Ibu ada yang jemput kah?’

“Iya, supir saya menuju ke sini, apa tidak merepotkanmu?”

“Tentu saja tidak, ayok Bu coba berdiri dibantu bapak satpam ini ya!”

Ariana mengendong anak bernama Lala itu, agar lebih cepat sampai ke tokonya, sementara Oma Lala dipapah oleh satpam tadi,  mereka berjalan menuju toko kuenya. Para pegawai yang melihat segera menghampiri dan memberi kursi agar Omanya Lala bisa duduk. Satpam itu pamit bertugas kembali setelah berkali-kali meminta maaf atas kelalaiannya.

Lala melihat sekeling toko dengan mata berbinar, anak itu tidak bisa melepaskan pandangannya ke sebuah cup cake yang berhias cream berwarna pink. Melihat itu, Ariana jadi tersenyum dan segera membawa Lala menuju etalase tempat cup cake cantik itu berjejer. Setelah memilih beberapa cup cake, mereka menuju kursi  yang diduduki Oma Lala.

Ariana meminta karyawannya membawakan handuk dan air dingin  untuk mengopres kaki Oma, sepertinya kakinya terkilir. Dengan cekatan Ariana mengompres kaki Omanya Lala, kemudian dia memberikan teh hangat kepada Oma agar lebih tenang.

“Saya minta maaf ya bu, atas kelalaina para satpam itu, untung saja Lala tidak kenapa-napa, kaki Ibu terkilir tapi nanti bengkaknya akan segera berkurang.” kata ariana sambil menatap perempuan yang masih cantik di usianya yang tidak lagi muda itu.

“Ini bukan salah kamu, ibu yang tidak hati-hati, lagi pula kenapa kamu yang minta maaf, para satpam itu yang lalai menjalankan tugasnya!”

“Itu karena saya cucu dari pemilik sekolah itu Bu, sekali lagi maafkan kelalain kami.”

Oma Lala terkejut mendengar pengakuan Ariana, lebih terkejut lagi saat Lala duduk anteng dipangkuan Ariana tanpa rasa canggung, dengan lahap bocah itu memakan kue yang terlihat mengiurkan itu. Oma heran karena biasanya Lala akan cenderung kaku saat bersama orang asing terutama perempuan dewasa. Melihat Lala begitu akrab dengan gadis di depannya membuat hati Oma menghangat.

  Lala adalah anak yang tidak memiliki ibu, Lala selalu bersikap kaku bila berdekatan dengan perempuan dewasa, apalagi saat ayahnya dekat dengan seseorang. Tapi entah kenapa dengan Ariana anak itu begitu lengket, padahal mereka baru bertemu hari ini. Dengan manja Lala meminta agar dibuatkan cup cake yang sama setiap dia berkunjung ke toko Ariana, dan dengan senang hati Ariana menuruti keinginan gadis kecil yang begitu menawan hatinya.

Minggu berikutnya, Lala datang kembali bersama Omanya dan kebetulan mama Ariana juga sedang berkunjung ke toko milik anaknya tersebut. Ariana kaget bukan main saat mamanya berteriak kegirangan dan berjalan tergopoh-gopoh menemui Omanya Lala, rupanya mereka teman semasa sekolah dulu dam mereka adalah sahabat karib. Sungguh Ariana senang mamanya kembali ceria setelah uring-uringan beberapa hari ini.

Arisan keluarga adalah mimpi buruk buat mama, karena selalu ditanyai pertanyaaan yang sama, apa putrinya sudah punya pacar atau belum? Mama sudah bosan, tapi kerabat yang lain selalu membandingkan putrinya dengan anak-anak mereka, membuat mama pusing sendiri. Ariana yang cuek dan tidak mau mencari pacar atau calon suami membuatnya mau tidak mau menahan diri untuk menjodohkannya, sebab bila itu terjadi Ariana akan marah besar padanya.

Pertemuan dengan Tante Nindi memberi kebahagiaan baru untuk mama, seperti reuni yang tidak disengaja. Mereka berbincang ke sana ke mari, sampai lupa dengan keberadaan gadis kecil yang berada di pangkuannya  juga sama sibuknya sedang  mengunyah cup cake vanila, membuat Ariana gemas sendiri karena dia juga ikut diabaikan oleh mamanya. Setelah bertanya keadaan kaki Oma Lala yang ternyata bernama Tante Nindi itu, Ariana benar-benar diabaikan.

“Ma, kok kami diabaikan sih!” seru Ariana sebal.

“Maaf sayang, mama baru bertemu dengan sahabat lama mama yang udah lamaa gak ketemu. Bahkan saat reuni lima tahun lalu beliau tidak datang. Mama rindu.”

“Maaf ya, saat itu Lala baru lahir dan aku kehilangan menantuku hari itu juga.” jawab Tante Nindi lirih. Matanya menatap sendu gadis kecil yang masih betah dipangku oleh Ariana, ia masih tidak mengerti akan sikap Lala akhir-akir ini yang terus saja merengek minta bertemu gadis yang menolongnya minggu lalu itu.

“Maaf Tante, kami membuat Tante bersedih lagi.” ucap Ariana yang ditimpali mamanya dengan anggukan.

“Tak apa, tante senang bisa bertemu kalian, terutama Mamamu. Lala juga bahagia bisa bertemu denganmu lagi, dari sepulang kami dari sini, dia terus saja merengek minta bertemu denganmu, tante heran, karena biasanya Lala sulit akrab dengan orang asing. Mungkin karena selama ini kami hanya hidup bertiga.”

“Bertiga? Putramu tidak menikah lagi?” tanya mama penasaran, yang langsung mendapat sikutan dari Ariana.

“Enggak, dia terlalu sibuk bekerja, lagi pula anakku tidak mau dekat dengan perempuan yang tidak disukai oleh Lala.” jawab Tante Nindi dengan mata berbinar saat menatap Ariana, membuat Ariana merinding seketika.

Dengan jahil Mama membari ide untuk menjodohkan Ariana dengan putra temannya tersebut, yang langsung diprotes saat itu juga oleh Ariana. Mendengar perkataan sahabatnya itu, Tante Nindi merasa itu bukan ide yang buruk, lagi pula Lala sangat menyukai Ariana, tapi ia tidak boleh terburu-buru. Ariana masih gadis, sedangkan putranya seorang duda beranak satu. Dilihat dari sisi manapun Ariana sangat sempurna untuk menjadi menantunya, penyayang, ramah, cerdas, pandai membuat kue, dan yang paling penting Lala sangat menyukainya.

Putranya yang selalu menghindari perjodohan, mungkin akan berpikir ulang untuk menolak dijodohkan dengan putri sahabatnya itu. Dalam hati diam-diam Tante Nindi berharap Ariana berjodoh dengan putranya.

Mak Combalng Jilid 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang