part 9

771 181 7
                                    


Makan malam yang biasanya terasa menyenangkan kini terasa hambar, lagi-lagi Mama dan Papa saling sikut, mereka merasa khawatir terhadap puteri semata wayangnya. Ariana yang belakangan ini selalu ceria tiba-tiba terlihat muram, entah apa yang terjadi membuat kedua orang tuanya merasa cemas. Setelah makan malam, Papa mengajak Ariana ke ruangan kerjanya, di saat seperti ini, biasanya hanya Papa yang didengar oleh gadis itu.

“Sayang, papa lihat kamu gak semangat, kenapa? Ada masalah di toko?”  tanya Papa hati-hati.

“Gak ada Pah, tapi aku mau tanya sesuatu ....”

“Tanya aja sayang, selama papa bisa jawab pasti papa jawab.”

“Apa pendapat Papa soal laki-laki yang sudah berstatus duda, kemudian mendekati temannya dan baru berterus terang tentang statusnya setelah mereka dekat Pa?”

“Well, semua tergantung konteksnya, terkadang bagi sebagian orang, menceritakan masa lalu itu terasa berat, apa lagi kalau masa lalunya menyakitkan. Setiap orang pasti berharap pernikahan mereka langgeng, tapi kita gak pernah tahu takdir Tuhan, sayang.” Papa menghela napas, melihat ekspresi puterinya yang terlihat sedih,.

“Aku bingung harus bersikap bagaimana, tadinya aku punya harapan besar sama dia, Pah, tapi nyatanya ya gitu, ternyata dia duda beranak satu. Apa bedanya sama orang yang mau dijodohin sama aku?”

“Kok, anak papa jadi berpikiran sempit gini sih? Dengar sayang, kita tidak boleh memandang sesuatu hanya satu sisi saja. Alasan teman kamu menjadi duda, dan kenapa dia baru berterus terang itu juga kamu harus tahu. Cobalah dengar dulu penjelasnya, pahami apa yang terjadi, kamu gak bisa menyimpulkan sesuatu, hanya dengan melihat sisi negatifnya saja.” Papa berkata lembut sambil mengusap kepala Ariana dan berlalu meninggalkan gadis itu sendiri. Papa yakin puterinya akan bijak dalam menghadapi  masalahnya.
Segala kemungkinan terus saja berputar di kepalanya, Ariana menghabiskan waktu yang lama di ruang kerja sang papa hanya untuk merenung. Satu hal yang paling Ariana takutkan adalah, ia tidak bisa bertemu Nando lagi. Nando memang tidak mengatakan apapun, tapi terlihat sekali laki-laki itu kecewa dengan sikapnya tadi siang.

Semalaman Ariana tidak bisa tidur, bahkan ketika matahari terbitpun matanya tidak bisa memejam. Ariana yang terlihat kacau, membuat Mama semakin khawatir. Ingin sekali mama mengajaknya bicara, tapi papa memintanya untuk memberi waktu kepada anak gadisnya itu. Ariana terlihat lusuh, dengan mata kuyu, tidak berminat sama sekali dengan sarapannya, ia hanya menyesap teh yang mama sodorkan saja selebihnya semua makanan yang terhidang di meja, tidak ia sentuh sama sekali.

Hari mulai siang, Nando masih menatap ponselnya, pesan yang ia kirim semalam bahkan tidak di baca oleh Ariana. Ada rasa marah dan sedih saat Ariana meninggalkannya begitu saja kemarin. Namun, Nando sadar mungkin Ariana kecewa dengan statusnya, Nando juga paham semua yang dikatakannya kemarin mungkin terlalu mengejutkan gadis itu. Nando kembali melakukan panggilan dengan ponselnya, tapi lagi-lagi gadis itu tidak menjawabnya. Matanya terpejam, merasa kesal dengan apa yang dilakukan gadis itu padanya, ia hanya ingin mendengar suara Ariana, gadis itu tidak membalas pesannya bahkan mengabaikan panggilannya, gadis itu sungguh membuat Nando frustrasi.

Di tempat yang berbeda Ariana masih bergelung dengan selimut, tidak tidur semalaman membuat kepalanya pusing. Padalah ia sering bergadang demi menyelesaikan pesanana, entah kenapa hari ini badanya tersa lemas. Keringat dingin terus saja mengucur padahal ia merasa kedinginan ditambah perutnya terasa melilit, Ariana sudah tidak tahan lagi, akhirnya memanggil mamanya dengan suara yang nyaris tak terdengar. Hampir saja putus asa, mama datang untuk melihat kondisi puterinya, ia merasa khawatir karena Ariana melewatkan sarapannya.

Ketika membuka mata, aroma khas rumah sakit langsung memenuhi indra penciumana Ariana, rupanya mama membawanya kerumah sakit. Ariana teringat mama yang berteriak histeris saat melihat dirinya tergolek lemah di kasur.

“Ma ....”

“Udah bangun sayang? Papa sebentar lagi ke sini, papa masih di kantor tadi pas mau ke sini, ada klien.”

Ariana masih merasa sakit di sekujur tubuhnya, mama mengatakan bahwa asam lambungnya naik, ditambah demam yang tinggi mengakibatkan dirinya tidak sadarkan diri. Pintu ruangannya terbuka Papa datang membawa beberapa cemilan untuk, Papa juga mengatakan bahwa ia bersama seseorang. Jantung Ariana berdebar kencang, ada sedikit harapan bahwa Nando mencarinya, tapi harapan tinggal harapan. Ariana hanya tersenyum masam saat lagi-lagi ada karangan bunga besar masuk keruangnya digotong oleh dua orang.

Sekarang Ariana mulai berpikir, berapa jumlah rupiah dalam rekening laki-laki yang sedang memandangnya dengan khawatir. Rio Meganthara, lelaki maha sibuk itu sampai repot-repot menjenguk puteri relasi bisnisnya, tentu dengan buah tangan yang tidak sedikit, yang menurut Ariana berlebihan. Rio mulai bertanya kondisinya, dan apa yang ingin Ariana makan, Ariana merasa perhatian Rio lebih dari sekedar relasi bisnis. Seandainya perhatian itu Nando yang memberikan pasti ia akan bahagia.

Memikirkan Nando, Ariana baru saja teringat dengan ponselnya, ia bertanya pada Mama tentang keberadaan beda pipih itu. Setelah Rio pamit pulang Ariana segera mengecek ponselnya, Ariana tidak bisa memainkan ponsel saat ada yang menjenguknya, ia merasa tidak sopan. Ponsel Ariana mati tapi sudah dicharge oleh Mama, hanya saja belum diaktifkan. Hati Ariana berdebar saat banyak notifikasi bermunculan sesaat setelah ponselnya diaktifkan. Ada banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari lelaki yang paling dia rindukan. Rupanya laki-laki itu mencarinya, hatinya menghangat. Ariana ingin segera membalas pesan dari Nando tapi ia takut membuat laki-laki itu khawatir. Ariana berjanji akan segera menemui Nando setelah ia sehat.

Sudah dua malam Ariana menginap di rumah sakit, kondisinya sudah membaik dan sudah diperbolehkan pulang. Ariana sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Nando, sayang, Mama tidak mengijinkannya keluar rumah hari ini. Mungkin besok  ia akan membujuk sang mama agar mengizinkan ia keluar rumah. Ariana rindu tokonya dan suasana dapur di sana, tapi yang paling Ariana rindukan ialah lelaki yang sudah terlanjur mengukir nama di hatinya. 

Kata orang, orang sabar disayang Tuhan, Ariana merasa itu benar. Mama yang keras kepala melarang Ariana pergi, tapi Papa benar-benar bisa diandalkan. Lelaki kesayangannya itu pandai membujuk istrinya, sehingga sekarang Ariana sudah berada di dapur tokonya. Ariana sudah mengecek toko dan sekarang waktunnya ia membuat sesuatu yang istimewa, chese cake spesial untuk orang yang paling spesial, Ariana berharap Nando akan suka dengan kejutannya.

Setelah berjibaku di dapur, Ariana harus berjibaku lagi dengan kemacetan jalanan Jakarta. Butuh waktu sembilan puluh menit waktu yang ditempuh agar bisa sampai ke bengkel Nando, padahal jarak dari tokonya tidak terlalu jauh. Bengkel yang  ramai seperti saat pertama kali Nando mengajaknya berkunjung, para montir sedang sibuk mengerjakan pekerjaannya, semua kesibukan ini mengingatkannya pada tokonya. Ariana tersadar bahwa ia dan Nando telah mencapai cita-cita masing-masing, sekarang , Ariana juga harus mencoba memahami hatinya sendiri, apa yang benar-benar hatinya inginkan saat ini.

Seorang yang dikenal Ariana bernama Deden, salah satu montir bengkel itu, menyapanya.

“Eh, Teteh cantik, cari si bos ya?”

Ariana hanya menganguk sambil tersenyum, tadinya mau bertanya keberadaan Nando, tapi Deden sudah memberi tahu keberadaan bosnya sekaligus menceritakan kondisi bosnya yang berantakan beberapa hari ini. Ariana merasa bersalah, karena dia dia telah membuat Nando jadi kacau. Setelah berbasa-basi dengan Deden, Ariana segera menuju ruangan lelaki itu.

Tok tok tok ....

Tidak ada jawaban, tapi Ariana yakin Nando ada di dalam, jadi Ariana akan masuk dengan hati-hati, siapa tahu laki-laki itu sedang tertidur. Sedikit mengintip di balik celah pintu yang terbuka, Ariana melihat Nando masih sibuk dengan layar komputernya, rupanya laki-laki itu sedang bekerja, bukan tertidur seperti dugaanya. Tanpa ragu lagi Ariana masuk, ke ruangan itu, sedikit berdehem agar si empunya ruangan mendongak, awalnya terlihat kaget, tapi Nando langsung berdiri dari posisinya dan bergerak menuju tempat Ariana berdiri, Ariana terkesiap saat sebuah pelukan erat yang ia dapatkan, Ariana berpikir mungkin Nando akan marah padanya, tapi nyatanya sekararang lelaki itu tengah memeluknya.

“Maaf ... Ari, maafin aku. Aku gak maksud buat bohongin kamu.” Lirih Nando berkata sambil melonggarkan pelukannya.

“Seharusnya aku yang minta maaf, seharusnya aku dengerin kamu dulu. Kamu begini juga bukan mau kamu, Do.”

“Aku pikir kamu marah, kamu gak bisa dihubungi, ponsel kamu gak aktif, aku takut Ari, takut kamu benar-benar gak mau ketemu aku lagi.” Sekali lagi Nando mengeratkan pelukannya.

“Aku sakit, sebenarnya baru kemarin aku pulang dari rumah sakit, ponsel aku juga baru aktif kemarin. Jadi, bisa nggak kamu lepasin aku dulu, aku mulai engap nih!” seloroh   Ariana sambil tertawa kecil.

“Kamu sakit, dan gak bilang sama aku? Terus sekarang kamu keluyuran padahal baru keluar dari rumah sakit?” omel Nando sambil melepas pelukannya.

“Bawel ih kaya Mama aku, nih aku bikinin chese cake buat kamu, kayanya kamu belum makan. Tahu gini tadi aku bawa makanan aja sekalian.”

Akhirnya Nando hanya bisa pasrah menerima suapan kue dari Ariana. Banyak hal yang mereka bicarakan, dalam hal ini Nando merasa berhutang banyak pada papanya Ariana. Berkat nasehat lelaki paruh baya itu, Ariana bisa memahami kondisinya, mungkin benar seiring bertambahnya  usia
manusia menjadi lebih bijak. Kalau mau didengar kamu juga harus mau mendengar, itu yang dikatakan Papanya Ariana, sehingga gadis itu tidak tenggelam dalam asumsinya sendiri. Ada rasa sedih dan ada rasa senang yang memenuhi dada Nando saat ini,  ia sedih karena Ariana sampai sakit karena pasti Ariana terlalu stress memikirkannya sehingga asam lambungnya naik, tapi dia juga merasa bahagia karena Ariana sama kacaunya dengan dirinya saat mereka berjauhan.

Mereka menghabiskan waktu hingga sore di ruangan lelaki itu, sesekali ada pegawai yang masuk untuk mengantarkan makanan, mereka benar-benar bicara dari hati ke hati. Ariana akhirnya mengerti bahwa yang paling diinginkan hatinya hanya Nando. Saat Ariana akan meninggalkan tempat laki-laki itu, Nando memaksa untuk mengantarnya, tapi Ariana tolak dengan memberi alasan sudah sore, Ariana merasa Nando harus menemui anaknya, Ariana juga menasehati Nando agar sering meluangkan waktunya bersama anaknya, ia selalu merasa terenyuh saat mendengar kisah anak yang ditinggal ibunya, Ariana jadi teringat dengan Lala, besok dia harus menemui gadis kecil itu.

Sebuah kecupan mendarat di kening Ariana di saat gadis itu hendak membuka pintu, Ariana masih saja merasa malu, padahal  lebih dari sekedar kecup kening juga pernah. Hanya saja perlakuan Nando sekarang begitu lembut, sedangkan kemarin-kemarin seperti terburu-buru membuat Ariana sedikit meragu. Nando yang lembut, terbuka, dan menyenangkan selalu membuat Ariana betah berlama-lama berada bersamanya. Ariana pun terdorong untuk membalas perlakuan lelaki itu, dia mendongak dan sedikit berjinjit untuk mengecup pipi Nando, sayang, laki-laki itu malah menunduk membuat bibir keduanya bertaut. Seperti yang sudah-sudah, jika sudah terpancing, Nando susah berhenti, apalagi kali ini Ariana yang memulai.

Hallo Mba Ari sama Mas Nando is back 😉
Maaf ya, update ngaret, aku sibuk di dunyat. Tapi insya Allah Mas Nando bakal aku selesaikan. Terimakasih untuk votenya selama ini, bikin aku semangat.
Love you 😘😘

Mak Combalng Jilid 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang