°°°Jujur saja, Navida Windy pernah beberapa kali mendapat pernyataan cinta dari beberapa cowok. Semua itu ia dapatkan dari masih kelas 10 bahkan sampai awal kelas 12 pun masih pernah.
Nada hanya gadis biasa yang tak begitu paham bagaimana cara berpacaran. Meski kerap membaca adegan romantis dalam novel fiksinya, Nada sama sekali tak pernah terpikirkan hal itu akan terjadi padanya.
Sebelum kenal mungkin orang-orang menganggap Nada adalah gadis pendiam yamg kalem dan lugu. Setelah kenal, nyatanya gadis itu begitu humble dan asik. Pembawaannya santai. Tidak sampai heboh dan meledak-ledak, tapi seru kalau diajak mengobrol.
Dulu, waktu ia kelas 11, Nada kembali mendapat pernyataan cinta dari seorang kakak kelas.
Teman-temannya heboh. Hampir semuanya mendukung Nada untuk menerima ajakan kakel tersebut untuk berpacaran.
Sebagian teman Nada pun berpikir. Bagaimana bisa gadis humble seperti Nada belum pernah merasakan yang namanya pacaran?
Berbicara soal pacaran, Nada sendiri juga penasaran.
Akhirnya Nada menerima ajakan sang kakel tersebut. Hubungan mereka sempat menggemparkan seisi sekolah. Nada yang cantik, juga Arjuna kakak kelas yang idaman.
Hubungan mereka kandas setelah dua bulan. Nada yang benar-benar tak paham cara berpacaran, Arjuna juga yang tak bisa mengerti Nada dengan baik. Keduanya putus secara baik-baik.
Setelah itu, Nada benar-benar tak pernah menerima pernyataan siapapun lagi. Apalagi untuk orang yang belum benar-benar ia kenali.
Untuk menjalin hubungan harusnya sudah saling mengenal satu sama lain. Bisa saling memahami, bukan hanya karena cantik atau ganteng. Dimasa SMA, yang namanya berpacaran adalah salah satu bentuk rasa semangat dalam menghadapi baik buruknya kehidupan sekolah.
Setidaknya hal itu yang Nada baca dari salah satu novel favoritnya.
"Kak Naren, kan? Dipanggil Ibu Widya diruang guru"
Nada refleks menoleh, matanya tertuju pada seorang siswi yang berdiri sambil membawa tumpukkan buku paket dihadapan si siswa.
"Oh, Bu Widya ya? Makasih ya dek, semangat nugasnya!" ucap Naren dengan ramah seperti biasanya.
Lalu pemuda itu melanjutkan langkahnya dengan santai menuju ruang guru. Meninggalkan si adik kelas yang tersipu-sipu.
Nada melihat itu. Entah kenapa, sudut bibirnya terangkat melukiskan sebuah senyum geli.
Sebenarnya ini bukan yang ke pertama kalinya Nada menyaksikan Narendra Julian seperti itu.
Nada masih ingat, pernah sekali Naren sedang menggombali salah satu teman sekelasnya. Tapi begitu Naren melihat kehadirannya, raut wajahnya langsung berubah. Lalu Naren pergi begitu saja.
Bukannya Nada geer, tapi kadang ia heran. Dulu, Naren dan Nada berada dalam satu ekskul yang sama. Beberapa kali saling berbicara, saling menyapa. Tapi setelahnya, Naren seperti menghindarinya. Naren mulai terlihat cuek. Bahkan saat mereka berbicara, Naren seperti enggan menatap matanya.
Apa karena disekitar Nada ada hantunya? Terus Naren itu indigo makanya dia bisa melihat hantu?!
That's a stupid thinking, Navida
Padahal, hal itu karena Naren yang terlalu ciut. Selama setahun menjadi pengecut dan hanya mampu memandang dari jauh.
Saat Naren mulai mengumpulkan keberanian untuk maju, justru ada Elang disisi Nada.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Nada
Dla nastolatków-END- "Karena level tertinggi dari ketulusan adalah pengorbanan." . . . Short Story Na Jaemin, Lee Haechan, ft. NCT Dream