9. Tentang Hati

469 92 4
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



°°°





Langit terlihat mendung. Entah karena hari sudah mulai petang, atau tanda bahwa sebentar lagi akan turun hujan.

Kota Bandung sedang dingin-dinginnya. Angin berhembus kencang, terkadang menciptakan hawa sejuk kadang pula terlalu sejuk hingga jatuhnya membuat orang kedinginan.

Terkadang jam petang itu, jalanan padat oleh kendaraan yang berlalu lalang. Orang sering berkata 'Jamnya pulang kerja', mungkin ini yang dimaksud. Anak sekolah, orang kantoran, rata-rata kembali kerumah masing-masing pada jam segitu.

Pada suasana begini, pikirannya melayang bebas. Sambil menatap kendaraan yang berlalu lalang, otaknya terputar pada berbagai hal yang telah berhasil ia hadapi.

Naren ingat betul salah satu kutipan pada novel 'Mamut Merah Jambu', novel yang pertama kali Nada berikan padanya.

'Pada akhirnya, orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa mendoakan'

Siapa sangka, sekarang ia bisa sedekat itu dengan Navida Windy? Gadis yang dulu hanya bertatap muka saja Naren tidak berani. Gadis yang memberikan euphoria berbeda yang belum pernah ia dapatkan dari orang lain.

Terkadang, keduanya makan bersama dikantin. Sering juga Naren mengunjungi Nada di perpustakaan. Meski hanya duduk disamping gadis itu, menunggunya selesai membaca, sesekali mengusilinya, atau bahkan ikut membaca satu buku yang direkomendasikan.

Entah berapa kali Nada mengajak Naren menemaninya untuk membeli buku. Atau sebaliknya, Naren mengajak Nada untuk sekedar jalan-jalan atau mencari jajanan dipinggir jalan.

Sudah beberapa bulan terakhir mereka habiskan dengan seperti itu. Tak lagi sembunyi-sembunyi saat bertemu, tak lagi takut-takut untuk menyapa. Naren menikmati prosesnya begitu saja.

Berbeda dengan Nada yang sepertinya masih belum sadar apa yang terjadi.

Sejak kapan hidupnya begini? Sejak kapan hari-harinya terasa semenyenangkan ini? Beberapa bulan terakhir terasa lebih menyenangkan dari sebelumnya. Apa karena SMA yang hampir selesai dan ia merasa lepas beban? Atau karena ujian yang telah berhasil ia selesaikan?

Nada mendadak lupa caranya berpikir.


"Punten akang teteh... Ini pesanannya" Mi ayam pesanan keduanya diletakkan datas meja.

Nada tersenyum manis. "Makasih, kang" ucapnya dengan suara lembut khas Navida itu.

Si akang tertawa melihat Nada dan Naren bergantian. "Akang sami teteh ieu teh keliatan cocog! Putra anom ayeuna tuh,SMA keneh wae geus keliatan cakep-cakep pisan atuh!"

Nada dan Naren saling pandang. Setelahnya ikut tertawa renyah.

"Ih, akang mah aya-aya wae" ucap Nada sambil tertawa.

Tentang NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang