Aryo dan teman-temannya bergegas masuk ke dalam mobil MPV yang terparkir di tepi jalan. Kepanikan terasa kental di udara saat mereka berjuang untuk melarikan diri dari segerombolan zombie yang mulai mendekat.
"Aryo, cepat jalan!" perintah Kevin dengan nada mendesak.
Aryo berusaha menyalakan mesin mobil, tetapi hanya suara mesin yang tidak bersahabat yang terdengar. "Dari tadi mobilnya nggak mau nyala, Kev!" Aryo menjawab dengan nada frustasi.
Kevin menatap Aryo dengan mata melebar, "Hah!? Kok bisa?"
"Mana gua tahu! Emangnya gua montir?" Aryo membalas sambil terus mencoba menghidupkan mesin.
Tiba-tiba, suara gemuruh yang tidak asing terdengar dari luar mobil. Mereka semua berbalik untuk melihat belasan zombie yang telah mengepung mobil mereka. Makhluk-makhluk tersebut mulai menghantam kaca jendela dengan tubuh mereka yang membusuk, meninggalkan noda darah kering di permukaan kaca. Rasa takut mulai merayap di benak mereka saat zombie-zombie itu semakin agresif.
Aryo berkeringat dingin, tangannya gemetar di atas kunci kontak. "Ayo dong... nyala, nyala, nyala!" desisnya dengan putus asa. Ketika mereka mulai merasa tak ada harapan, mesin mobil tiba-tiba menyala dengan raungan keras. Seolah mendengar panggilan keajaiban, Aryo segera menginjak pedal gas hingga dalam. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, menabrak zombie-zombie yang menghalangi mereka, suara tulang yang patah dan daging yang robek terdengar mengerikan di telinga mereka.
"Semuanya, pegang erat-erat!" teriak Aryo, sementara mobil melesat menembus kerumunan zombie. Mereka semua menggenggam erat apapun yang bisa mereka pegang, mencoba menstabilkan diri di dalam mobil yang berguncang keras.
Setelah berhasil melewati kerumunan, mereka melanjutkan perjalanan dengan suasana hati yang tegang. Kota yang mereka kenal kini berubah menjadi tempat yang asing, suram, dan berbahaya. Gedung-gedung yang megah sekarang tampak seperti reruntuhan, jalan-jalan yang dulu ramai kini sunyi sepi, dihiasi hanya oleh kendaraan rusak dan mayat-mayat yang berserakan. Mereka melihat potongan tubuh manusia yang tercecer di berbagai sudut, menciptakan pemandangan yang lebih mirip neraka daripada kota tempat tinggal mereka.
Rangga akhirnya memecah keheningan yang mencekam, "Kemana semua penduduk kota? Apa mereka mengungsi? Atau jangan-jangan mereka...?" Suaranya terputus, menyiratkan ketakutan akan kemungkinan terburuk.
"Sepertinya mereka mengungsi," jawab Dimas yang duduk di samping Rangga, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
"Mengungsi? Tapi di mana?" tanya Aryo sambil terus memacu mobilnya dengan hati-hati melewati reruntuhan.
"Entahlah, kita nggak dapet kabar tentang pengungsian. Jaringan masih down di kota ini. Kita nggak bisa menghubungi siapapun untuk saat ini," timpal Kevin dengan nada muram.
"Kalau begitu, kita mau kemana sekarang? Bensin kita hampir habis!" Aryo berseru, merasa panik mulai merayap di dadanya.
"Kita cari pom bensin terdekat!" jawab Kevin cepat. Dia menunjuk ke arah layar GPS yang menunjukkan sebuah pom bensin tidak jauh dari posisi mereka.
Aryo segera mengarahkan mobil ke arah yang ditunjukkan oleh Kevin. Di perjalanan, mereka melewati sebuah pabrik kimia yang hancur lebur. Bekas ledakan terlihat jelas dari reruntuhan yang berserakan.
"Apa mungkin pabrik kimia itu hancur karena dentuman beberapa hari yang lalu?" tanya Rena, matanya terpaku pada pemandangan di luar.
"Mungkin saja, lagipula dentumannya saat itu sangat keras," jawab Abel dari jok paling belakang, suaranya hampir tenggelam oleh gemuruh mesin mobil.
Saat mereka akhirnya tiba di pom bensin, suasana mencekam makin terasa. Mobil berhenti di salah satu pompa, dan mereka semua menghela napas lega, meskipun hanya untuk sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Survive In School [REVISI]
Научная фантастикаCerita ini dimulai di sebuah SMA yang terletak di pinggiran kota besar. Suasana harian sekolah berlangsung biasa hingga suatu hari sebuah virus misterius menyebar dengan cepat, mengubah orang-orang menjadi zombie ganas. Saat kekacauan melanda, delap...