12. BBM | Desahan yang Terhenti (21PLUS)

7 0 0
                                    


Warning! Cerita ini mengandung unsur dewasa. Diharapkan kebijaksanaan pembaca.

HAPPY READING, BABY!

***

"Selamat malam Pak, aku masuk dulu. Bye!"

Aril berlari masuk ke kontrakan yang berukuran kecil itu. Kunci memang ditutup namun tidak terkunci dari dalam.

Terdengar desahan dari dalam namun Aril tidak mengenal apa itu. Betapa terkejutnya saat matanya menyapu pemandangan yang tak biasa terjadi di lantai antara Rania dan seorang laki-laki bule.

Aril segera keluar dan membanting pintu dengan keras. Dia berlari agak kencang dan pergi ke taman dekat itu.

"Rania, hiks hiks," dia menangis tersedu-sedu.

"Rania, hiks, apa yang kau lakukan," ujarnya disela-sela tangisannya.

"Raniaaa, hikssss,"

Tiba-tiba hujan turun membasahi tubuh Aril yang duduk di ayunan. Dia tidak peduli sakit atau apapun. Gadis itu terus menangis dibawah guyuran hujan. Dia tidak menyangka jika Rania melakukan hal yang tidak terpuji seperti itu.

Dia juga merasa bersalah tidak memberi perhatian kepada sahabatnya itu yang jatuh dalam perbuatan dosa. Seandainya dia tau, harusnya dia menasehati Rania.

Bagaimanapun Rania yang sudah selalu membantu dirinya dalam situasi sulitnya.

"Rania, hiks, kenapa ngga pernah bilang padaku, hmm!"

Aril terus meratapi Rania dan dia merasa sangat bersalah.

Seseorang memayungi dirinya. Dia mengangkat kepalanya saat dia merasa tubuhnya tak lagi hujan mengenainya.

"Bagaimana jika kamu sakit, huh?"

"Pak Raymond?"

"Apa aku setua itu? Panggil saja Ray."

"Kenapa bap— eh, kenapa Ray disini?"

"Tadi aku pulang dari kantor. Dan aku melihatmu disini dan ternyata sedang menangis," ujar Raymond. "Apa ada masalah?" sambungnya.

Aril menggeleng kepalanya tak mau menjawab.

"Ayo, aku antar pulang,"

"Aku mau disini,"

"Mau sampai kapan? Hujannya ngga bakalan cepat reda. Jika kamu sakit gimana? Biaya rumah sakit di New York mahal," ucap Raymond dengan penuh perhatian. Siapa saja yang mendengarnya pasti merasa tersentuh.

Raymond mengulurkan tangannya kearah aril, agar gadis itu berdiri dan meraihnya. Namun bagi Aril, hal itu sangat canggung. Melihat tangan Raymond kearahnya, dia inisiatif berdiri.

Raymond menuntun langkah mereka kearah mobil hingga Aril masuk duduk dalam mobil tepat disebelah kemudi.

"Thanks Ray,"

Raymond tersenyum sebagai jawaban. Kemudian dia bertanya, "Tunjukan dimana rumahmu?"

Tentu saja itu hanya pertanyaan basa-basinya. Sebenarnya dia kesini membuntuti Ricky dan Aril. Dia sudah tau kontrakan gadis itu, tapi tetap aja dia tanya biar Aril tidak mencurigainya.

"Aku tinggal di kontrakan dekat sini," ujar Aril. "Seharusnya aku turun disini," sambungnya.

"Ohh gitu, kukira masih jauh. Kalo gitu bagaimana jikalau kita makan malam bersama dirumahku?"

"Oh, lain kali saja Ray, ngga mungkin juga aku kerumahmu dengan basah kuyup begini. Kan ngga lucu!"

"Ah, gampang itu, bisa kita lewat untuk singgah membelinya dijalan. Atau kalo mau, ada beberapa pakaian ibuku dilemarinya," Raymond terus berusaha menawarkan sesuatu yang menarik.

Baby, Be Mine!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang