TIGA

1K 90 4
                                    

Saat aku menangis, kalian tertawa.

🧸🧸🧸

Kursi roda Ayyara ditarik paksa masuk lebih jauh kedalam sekolah, yang berperan menarik tentunya Liora dan Gantari. Sedangkan Zafia, cewek itu hanya menonton saja. Dia tidak mau repot-repot dengan memgotori tangannya menyentuh kursi roda Ayyara.

Ayyara tak bisa berontak, dia hanya bisa menahan tangisnya yang hendak pecah. Beginikah nasib seseorang yang cacat dan bisu? Dia hanya bisa diam tanpa bisa melakukan perlawanan. Seperti boneka.

Sangat menyakitkan.

Namun bagi Ayyara, mereka sama sekali tidak hebat. Justru merekalah yang lemah disini.  Mereka merasa menang di atas keterbatasan yang Ayyara miliki. Mereka merasa bahwa mereka hebat, namun justru merekalah yang lemah karena menindas gadis sepertinya yang tak berdaya. Mereka merasa menang diaras keterbatasan yang dia miliki.

Ketiga gadis itu membawa Ayyara masuk ke dalam toilet perempuan yang masih begitu sepi dipagi hari. Tidak lupa setelah itu mereka mengunci pintu dari dalam sana.

Ayyara pasrah jika sudah begini.

"Lo tau nggak, apa dan siapa yang paling gue benci di dunia ini?" Tanya Zafia, berjongkok dihadapan Ayyara.

Tangan-nya yang lentik dengan kuku panjang berwarna pink muda itu mencengkram dagu Ayyara sangat kuat. Membuat Ayyara memekik menahan sakit karena kuku-kuku panjang Zafia yang melukai pipinya.

"Cewek yang sok pinter, caper! Dan itu adalah lo, cewek cacat!" teriak Zafia sudah tak tahan dengan emosinya. Dia, Zafia yang sejak dulu selalu merasa iri pada Ayyara karena Ayyara pintar, selalu merasa iri karena Ayyara berprestasi. Ayyara selalu mendapat peringkat satu dalam kelasnya. Dan Zafia merasa tersaingi.

Ayah Zafia selalu menuntut Zafia untuk menjadi pintar dan ber-prestasi. Zafia sudah belajar mati-matian. Pagi, siang, malam dia terus belajar, namun tak kunjung ada hasilnya karena selalu saja kalah dengan seseorang yang lebih berprestasi dikelasnya.

Dan orang itu adalah Ayyara Dhira Algama. Gadis berprestasi dikelasnya yang selalu mendapatkan peringkat satu, bahkan selalu diusulkan dalam berbagai lomba.

Ayah Zafia selalu menuntut prestasi dan pencapaian Zafia. Zafia tidak bisa mencapainya karena memang posisinya selalu berada pada urutan nomor dua dibelakang Ayyara.

Dan yang menempati nomor satu itu adalah Ayyara, cewek yang paling Zafia benci hingga sekarang.

Plak

Tanpa aba-aba Zafia menampar pipi sensitif Ayyara yang memang sudah banyak berkali-kali terkena tamparan. Entah itu dari bundanya, maupun dari teman sekolahnya. Pipinya bahkan seperti mati rasa karena sudah terbiasa mendapat tamparan.

Saat Ayyara tidak sengaja menyenggol meja atau kaki temannya dengan kursi rodanya, mereka tidak segan-segan menampar pipinya. Mau bagaimanapun dia meminta maaf, tidak akan diterima oleh mereka yang memiliki fisik normal.

"Gue benci sama lo tau nggak, gue benci!" Zafia berteriak lagi, tangannya tak tinggal diam. Dia mencengkram kuat rambut Ayyara hingga gadis itu merasaakan akar rambut di kepalanya akan tercopot.

Benar-benar sakit!

"Kenapa lo nggak mati aja? kenapa lo nggak pergi aja selamanya dari hidup gue. Semenjak gue satu kelas sama lo, hidup gue hancur!"

"Lo, mana ngerti arti dituntut. Cacat!"

Zafia benar-benar meluapkan emosinya. Dia benar-benar menginginkan Ayyara lenyap, pergi dari hidupnya untuk selamanya. Agar dia bisa menjadi apa yang Ayahnya inginkan.

Agar dia tidak selalu dituntut mendapat peringkat satu dikelasnya. Zafia ingin hidup tenang dan bahagia.

Seperti sudah diberi tau sebelumnya, Liora, cewek itu dengan cekatan mengambilkan satu ember air, dia lantas menyerahkannya pada Zafia yang kini tengah kesetanan menjambak rambut Ayyara.

Ayyara hanya diam dengan mulut yang meringis sakit. Percuma saja sekuat apapun dia berontak, tenaganya pasti akan kalah. Dia hanya gadis lumpuh dan bisu. Apa yang bisa dilakukan oleh gadis tidak berdaya sepertinya ini?

Nasib buruk memang selalu saja datang padanya. Sangat tidak adil.

Byurr

Ember berisikan air yang semula berada ditangan Zafia, kini sudah tumpah dengan sengaja di atas kepala Ayyara.

Nafas Ayyara memburu dan tersendat-sendat, merasa sesak karena guyuran air yang tiba-tiba saja diguyur dari atas kepalanya. Air dengan ember besar. Rambut, seragam, dan juga tas-nya basah tak menyisakan sedikitpun yang kering.

Ayyara sudah tidak bisa lagi membendung tangisnya. Lagipula, hanya menangis yang bisa dia  lakukan sekarang. Kenapa mereka begitu jahat padanya? Apa salah Ayyara? Apakah salah Ayyara begitu besar hingga mereka, terutama Zafia begitu membenci dirinya?

Tuhan, apa tidak cukup penderitaan yang Ayyara alami? Kenapa tidak ada satupun orang yang bersikap baik padanya. Apa memang begini nasib dari seorang gadis cacat dan bisu sepertinya? Apa seperti ini takdir yang memang harus dia terima dan jalani?

Setelah melakukan perbuatan tak berhati nurani itu, sang pelaku hanya tertawa kemenangan atas perbuatannya yang menurut mereka menyenangkan.

"Gimana? enak basah-basahan?"  Zafia bertanya lagi yang dilanjut gelak tawa Liora dan Gantari.

Sedangkan Ayyara hanya menangis, menangis dengan keadaan yang mengenaskan dan tak ada satupun orang yang membantunya karena tidak ada yang melihatnya. Bahkan jika ada yang melihat pun tidak akan ada yang mau membantunya.

Tidak asa yang mau membantu gadis mengenaskan yang cacat sepertinya ini.
Terkadang Ayyara menertawai nasibnya yang buruk itu.

"Dasar cacat!" maki Gantari, masih dilanjut dengan kekehan yang terdengar memuakan di telinga Ayyara.

"Jadi cacat nggak usah belagu. Jangan sok-sokan mau nyaingin Zafia!" Liora menambahi.

"Kalo lo nggak mau hidup lo menderita, jangan berusaha jadi yang nomor satu dikelas dan disekolah ini!" ujar Gantari lagi, menoyor kepala Ayyara.

Zafia tentu tidak ingin diam saja. Tangannya mendorong kasar kursi roda gadis itu, membuatnya jatuh ke lantai toilet yang begitu basah.

"Posisi lo emang pantes disitu, cacat. Jangan berusaha pengen berada diposisi dimana lo nggak pantes disana. Jangan berusaha menyaingi gue, Zafia Atmaja. Gue nggak akan rela. Dan gue akan terus buat hidup lo sengsara kalau lo masih jadi peringkat satu dikelas!"

Ayyara menggeleng. Jadi ini alasan kenapa mereka, terutama Zafia selalu membencinya.

"Penutupan dong, Zaf," ucap Liora mengintrupsi teman-nya. Zafia mengangguk.

Plak

Lagi lagi Zafia menampar pipi Ayyara, yang sebelumnya bagian kanan, kini beralih bagian kiri. Sungguh, Ayyara benar-benar merasa sangat tidak berguna menjadi manusia.

Kenapa dia begitu lemah? Kenapa dirinya harus cacat? Kenapa dia tidak bisa melawan padahal masih memiliki kedua tangan yang lengkap. Ayyara menci dirinya sendiri. Kedua pipinya sudah tidak merasakan apa-apa.

"Penutupan," kata terakhir yang keluar daru mulut Zafia. Setelahnya, ketiga perempuan itu melenggang pergi, tak lupa menggebrak pintu toilet dengan keras.

Meninggalkan gadis itu sendirian. Apa Ayyara memang ditakdirkan untuk selalu sendirian? apa Ayyara ditakdirkan selalu menjadi gadis lemah dan mengenaskan?

"Tuhan, kenapa Ayyara harus lemah? kenapa Ayyara tidak bisa seperti mereka? Ayyara ingin hidup normal. Cacat dan bisu ini begitu menyakitkan bagi Ayyara. Ayyara lelah." Batin gadis itu lemah.

Dia menjambaki sendiri rambutnya yang basah itu. Ayyara ingin menjerit, dia ingin meluapkam rasa sakitnya. Kenapa takdir ini begitu tidak adil baginya?

Tuhan, tolong berikan sedikit saja kebahagiaan untuk Ayyara.

AYYARA [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang