DA - 12

20 2 3
                                    


“Bukan tentang rasa sakit, tapi perihal kehilangan.”

Tasya Karina Atmadja

***

Rumah Sakit Laz

“Susterr.. Dokter woiii lo pada budegg ya, gue pecat lo semua. Adek gue sekarat bangsatt, cepetann.” Teriak Satria emosi

“Sabar bangsatt, ini rumah sakit bego.” Sarkah Tasya

“Diem lo.” Kicep Tasya saat Satria membentak nya

“LO SEMUA MAU BIKIN ADEK GUE MATI? GUE BUNUH LO PADA YA, LELET AMAT KERJA.”

“Maaf tuan, saya akan segera menangani nona.” Ucap salah satu dokter yang baru hadir ketika mendengar teriakan kencang dari cucu pemilik rumah sakit. Dia terkejut, pasien yang ditangani nya adalah cucu pemilik rumah sakit dia bekerja, jika dia sampai salah mengobati, habislah dirinya.

“Cepetan, jangan banyak bacot.”

“Tuan dan yang lain harap tunggu diluar, saya akan menangani nona segera.” Ucap sang dokter lalu berlalu masuk kedalam ruang ICU untuk menangani Arumi segera mungkin.

“Bunda Ayah.” Ucap Ray didepan Satria dengan wajah datar dan pandangan fokus ke ruangan Arumi.
Satria yang paham maksud Ray, dia langsung mengambil ponsel di saku nya dan menghubungi kedua orang tuanya dengan tangan gemetar dan tangis tertahan. Ken dan Andre masih menenangkan Tasya yang sedari tadi menangis, mereka berdua juga tidak tau harus berkata apa, rasanya otak mereka ngelag seketika.

“Lama bangett.” Lirih Tasya

“Sabar Sya, gue yakin Rumi pasti baik-baik aja percaya deh.” Ucap Ken menngelus pundak Tasya sekedar menenangkan.

“Modus.” Celetuk Andre, sedangkan Ken menginjak kaki Andre kuat membuat sang empunya mengaduh kesakitan.

“Diem.” Tatapan tajam Ray membuat kedua makhluk itu kicep.

Satria selesai menelfon kedua orang tuanya, dia tidak bisa tenang sedari tadi mondar-mandir dan merapalkan doa untuk adiknya, dia berharap Rumi baik-baik saja. Fikiran nya melayang ke perkataan Andre, saat dia bilang Rumi mimisan sangat banyak dan mampu membuat Satria berfikiran yang tidak-tidak. Dia menggelengkan kepalanya guna menghilangkan fikiran negatifnya itu. Adiknya pasti baik-baik saja, pasti.

Suara hentakan kaki yang cepat membuat mereka memalingkan wajah, melihat siapa yang datang dengan tergesa-gesa.

Bugghh ...

Buggghh ...

“Menjaga adikmu saja tidak bisa hah.” Ya, Wira dan Rini baru tiba dan Wira memukul putranya, dia marah karena Satria lalai menjaga adiknya.

“Mas udah, ini bukan sepenuhnya salah Satria, lebih baik do'a kan Ar saja.” Ucap Rini berusaha menenangkan suaminya. Satria, dibantu bangkit oleh Ray yang kebetulan bersebelahan dengan nya.

“Maaf in Satria lalai jaga Ar.” Lirih Satria menyesal

“Bukan salah kamu sayang, kamu sudah sangat baik menjaga adikmu. Ini hanya musibah, jangan merasa bersalah.” Rini berusaha tegar, walaupun hatinya gelisah mengingat putri semata wayang nya yang tidak tau bagaimana kondisinya, sedari tadi dokter belum juga keluar.

Dia, ArumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang