⨊ Ch. 4-1 : Harapan Yang Bersatu

1 0 0
                                    

Gerak-gerik tangan Ayahnya.

Seakan-akan sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Benar juga. Ini sama persis seperti dulu ketika temanku diusir olehnya, dan di saat itu juga aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima nya.

PLAK!

Pukulan keras itu telah dilayangkan tepat di wajah Keita.

Keita yang akan tersungkur sedang dalam hatinya yang pasrah dengan semua ini.

Tidak bisakah ini berakhir? Aku hanya berusaha mencari seseorang yang menjanjikan kebahagiaan itu padaku. Dimana dia?

Ketika dia sudah mencium basahnya rerumputan yang berlumuran cat dan salju,

"DENGARKAN AKU! Kau harus bisa semua hal sendiri, aku sangat kesal! Karena kau tidak pernah berusaha selama hidupmu. Kapan kau mau berubah anak sialan!" 

Ayahnya sambil menujuk-nunjuknya dengan hinaan dan cercaan yang begitu dalam.

Lihat? Bahkan Ayahku tidak pernah melihatku yang sudah berusaha berkali-kali, puluhan, ratusan, mungkin ribuan?

Dia yang tetap berusaha tersenyum selagi matanya sudah berkaca-kaca karena menahan sesuatu.

"KENAPA KAU SELALU TERSENYUM BRENGSEK!" Ayahnya sambil mengambil sebilah kuas bekas yang Nieta pakai tadi.

Aku sengaja tidak menunjukannya agar Ayahku bisa melihat hasilnya langsung dan memujiku. Aku ingin dia bangga, tapi aku yang tidak bisa apa-apa ini.

"Lain kali jika kau tidak mau berubah, kau tidak akan kuampuni! Kau dengar itu Keita!"

Ayahnya mengecat-ngecat seluruh badan dan wajahnya dengan kasar tanpa perasaan.

Tidakkah ada keajaiban untukku Tuhan? aku sangat menantikannya... sungguh.

Dia melihat indahnya langit berhiaskan salju yang terang berharap keajaiban itu kembali.

Kemudian Ayahnya berbalik masuk ke dalam rumahnya dan meninggalkan Keita.

"U-uhh, aku lelah... aku benar-benar lelah... A-aku h-har..." 

Keita kehilangan kesadaran dan pingsan di halaman itu.

...

Setelah beberapa waktu,

Matahari yang terbenam menunjukkan bahwa sore hari telah tiba.

Anak itu mulai sadar.

Membuka matanya perlahan-lahan.

Melihat bahwa tidak ada siapapun disekitarnya. Tidak ada yang memerhatikannya. Tidak ada yang memberi dia kasih sayang. Hanya kesendirian yang menemaninya dalam kegelapan yang kelam itu.

"A-apa aku tertidur?" Keita yang memegang bagian kepalanya sambil membuka matanya perlahan.

"Hah? Sudah sore! Aku tidak menyangka akan selama ini." 

Sangkanya karena melihat langit yang sudah menunjukkan menunjukkan hampir malam.

Oh Ayahku sudah kembali masuk ya.

Sambil melihat sekujur tubuhnya yang sudah terbaluri cat.

"Sepertinya aku harus mandi extra hari ini, haha hahaha, selain itu..."

Kaki kiri dia juga mengalami luka akibat tergores serpihan kayu runcing di dekat rumah anjing itu.

"Yah... Rumah anjingnya hancur kembali. Padahal sudah hampir selesai. Selain itu, ini perih sekali, ya ampun. Sebaiknya aku bersihkan ini juga haha"

Winter SparkleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang