"Kau turun dulu, aku akan mencari tempat untuk parkir," Ujar Louis sambil menepikan mobilnya ke depan pintu Mcdonald.
Aku pun turun dan masuk kesana. Hari ini lumayan ramai, sudah pasti karena ini jam makan siang. Aku pun langsung mengantre disana.
Huft, sepertinya akan lama.
ding!
Ternyata Louis mengirim pesan.
Louis
"Kau dimana?"
"Aku sedang mengantre. Kau mau aku pesankan apa?"
"Tidak usah, aku akan ikut mengantre saja"
"Sudah aku saja. Kau mau apa?"
"Big Mac, kentang, dan Cola ya. Jangan lupa sundae coklat"
"Siap"
Masih ada beberapa orang lagi di depanku. Aku mulai lelah, kaki ku juga sudah pegal.Akhirnya, giliranku. Aku menyebutkan pesanan lalu membayarnya. Setelah selesai, aku keluar dari antrean, mencoba mencari meja yang Louis duduki.
"Harry!"
Aku menengok ke sumber suara. Disana, Louis sudah duduk manis dengan ponsel di tangannya. Aku menghampirinya dan duduk di depannya.
"Aku hampir kebingungan, haha,"
"Untung aku memangilmu lebih dulu." Louis terkekeh dan mengambil Big Mac dan Cola nya.
Aku memakan Wrapsku, enak juga. Aku baru pertama kali mencoba menu ini, mungkin aku harus coba yang lain. "Apa kau akan kenyang dengan hanya memakan itu?" Tanya Louis tiba-tiba, aku mengangguk sambil mengunyah.
Aku menelan makananku, "Porsi makan ku memang tidak terlalu banyak, jadi ini cukup untukku," Tambahku, ia mengangguk paham, "Tapi jika kau masih lapar, kau boleh minta kentangku," Ujar Louis. Kami pun kembali diam sambil fokus dengan makanan kami masing-masing. Tak sadar aku pun melamun.
"Hey, sadarlah. Kalau sedang makan jangan melamun," Seru Louis mengagetkanku. Aku meringis malu.
"Tidak, aku hanya tidak menyangka aku bisa sejauh ini. Ya, aku memang belum memulai apapun, namun aku masih belum bisa percaya apa yang terjadi, " Jelasku, Louis hanya tersenyum manis.
Ia menggenggam tanganku dengan kedua tangannya.
"Kau harus siap-siap dengan semuanya, karena aku yakin ini akan berlangsung sebentar, dan kau pun tak akan sadar." Aku menatap ke lan arah. Ini yang aku takutkan. Apalagi, aku belum pernah menekuni dunia musik sebelumnya, aku tak tahu apa yang harus ku lakukan dan yang lainnya.
Aku tidak bohong, aku juga ingin terkenal dan punya penghasilan besar. Tapi, rasanya aku belum terlalu siap
"Aku tahu kemampuanmu sangat luar biasa, maka dari itu aku memilihmu," Suara Louis memecah skenario dikepalaku dan membuatku menatap mata biru laut itu.
Bisa ku lihat dari matanya yang terlihat yakin dengan kata-kata yang ia lontarkan. Aku rasa ia tak berbohong, namun sayangnya rasa ragu ini masih terlalu besar. Aku kembali mengalihkan pandanganku.
Aku tersenyum kecil," Aku tak tahu lagi mau berkata apa. Intinya, aku sangat berterima kasih kau telah memilihku,"
"Tentu saja. Akan ku usahakan yang terbaik agar namamu bisa sebesar Ed Sheeran," Ujar Louis, kami pun tertawa pelan.
Tak sadar tangan kami masih bertaut. Kami pun melihat ke arah tangan kami dan akhirnya memandang satu sama lain. Ditambah, percakapan kami tadi seperti sepasang kekasih yang baru saja berkencan.
Ya tuhan, aku malu sekali! Semoga saja wajahku tidak jadi aneh dan salah tingkah. Aku yang pertama memutus tautan kami.
Ia terlihat biasa saja, jangan-jangan aku yang terlihat aneh.
"Eum, bagaimana jika kita pulang saja? Sepertinya aku harus bertemu seseorang setelah ini," Ujar Louis, aku pun beranjak sambil membawa milkshake ku.
"Ah, ini uang untuk mengganti pesananku tadi. Terima kasih ya," Ia memberikan beberapa lembar uang, aku mengambil dan berterima kasih padanya.
Louis pun mengantarku pulang ke apartemenku.
(...)
Aku menghempaskan diriku ke ranjang. Hari ini tidak berat tapi entah mengapa aku merasa sedikit lelah. Aku mengecek arlojiku, ternyata masih pukul 2 siang.
Tiba-tiba perutku berbunyi. Apakah iya aku masih lapar? Aku baru saja makan dengan Louis 1 jam yang lalu. Aneh, tidak biasanya aku begini.
Aku pun beranjak dari ranjang dan menuju dapur untuk mengambil es krim dan sandwhich sisa tadi pagi. Setelah itu, aku kembali ke kamar untuk menonton film.
Karena hari ini aku cuti, aku tidak harus kembali ke kafe. Selain lelah, aku juga malas. Lagipula kapan lagi bisa begini di hari kerja?
Aku membawa laptop dan meja lipat kecil keatas ranjang. Aku sedang ingin menonton film horor, tapi aku sendirian. Mungkin thriller lebih baik.
Baru 10 menit film berlangsung, seseorang mengetuk pintu kamarku. Siapa itu? Aku kan sendirian disini.
Aku mengambil bantal untuk jaga-jaga. Pelan-pelan aku jalan menuju pintu kamarku.
Saat kubuka, aku langsung memukul seseorang dengan bantalku keras-keras. "Pergi kau pencuri sialan!"
"Harry, aw-sakit bodoh, aku bukan pencuri," Rintih Ashton, tetangga sebelahku. Orang ini memang suka seenaknya masuk ke apartemen orang.
Bagaimana dia tau password apartemenku? Aku pernah tak sengaja memberikannya. Aku tak tahu jika aku akan menyesali perbuatanku itu.
"Sedang apa kau disini? Mengendap-endap seperti pencuri. Jantungku hampir lepas, kau tahu?" Bukannya minta maaf, Ashton malah terbahak kencang. Kebiasaan.
"Aku mau mengambil telur. Persediaanku habis dan aku belum sempat belanja bulanan, hehe," Jelasnya sambil mengusap kepalanya yang tadi kupukul dengan bantal.
"Kau pikir aku supermarket?"
"Iya. Tapi bagusnya aku tak perlu membayar sepeserpun padamu," Aku kembali memukulinya dengan bantal.
Ia pun dengan seenaknya masuk ke kamarku, sudah biasa aku tidak lagi heran. Ia duduk di tepi ranjangku, "Wah ada yang sedang bersantai rupanya. Ternyata tetanggaku sudah di pecat, kas-" Aku melempar bantalku lebih keras ke wajahnya.
"Zayn tidak mungkin memecatku. Jika dia berani, maka ia akan kehilangan barista terbaik di London, paham?" Kataku, Ashton kembali tertawa kencang.
Kami pun memutuskan untuk menonton film bersama. Ashton sedang sendirian di apartemennya, ia tidak berani sendirian disana tanpa kakaknya, Michael. Mereka sama-sama perusuh, walaupun begitu mereka sudah kuanggap saudara kandungku sendiri.
Sebelum Michael menjemput adiknya, aku menyelesaikan dua film bersama Ashton. Kami sangat menikmatinya.
(...)
I'm really sorry that i'm late. I kinda busy these days😔
Also this chapter is lowkey short, sorry:(
KAMU SEDANG MEMBACA
Around The World # Larry Stylinson
Fanfiction[WRITEN IN INDONESIA] Harry Styles, seorang barista disebuah kafe sederahana di tengah kota London bertemu dengan seorang General Manager di suatu agensi yang sedang menerima talent baru untuk di rekrut menjadi artis nantinya. Berawal dari situ, me...