Ditempat Itu

210 19 16
                                    


Pukul 12.30

Waktunya aku istirahat.  Aku sangat lelah karena pelanggan hari ini sangat ramai. Biasa, ini hari Sabtu, tak heran jika kafe ini penuh oleh pengunjung. Dan biasanya pada hari Sabtu akan diberi jeda 2 jam istirahat agar kami tidak terlalu lelah.

"Aku duluan ya. Aku harus minum obat," Seruku pada teman-temanku yang sedang bermain stacko dimeja kami. Mereka mengiyakan sambil lanjut bermain. Andai bronkitis ini tidak sedang kumat, pasti sekarang aku bisa makan sedikit lebih telat dari. Tapi sepertinya Tuhan memang belum mengijinkanku.

Disebelah kafe kami terdapat restoran cepat saji yang menjual Burito. Tanpa pikir panjang, aku pun pergi untuk makan disana. Aku sudah membayangkan bagaimana enaknya Burito itu, padahal aku sudah sering makan disana.

Sampai disana, aku langsung memesan sebuah Burito dan sebotol air mineral. Setelah membayar, aku segera duduk di pojokan, seperti biasa.

Tapi, sebelum mulai pergi dari kasir sambil membawa pesananku, aku melihat ada seorang pemuda sedang makan Burito di meja kesayanganku. Aku bukan orang yang suka bertengkar, maka dari itu aku hanya duduk di 2 meja di depannya, menghadapnya dan memberikan tatapan tajam sembari makan Buritoku dengan perasaan geram bukan main.

Tak sadar, sepasang netra biru laut yang berada 2 meja di depanku  menatapku balik. Aku langsung melempar pandanganku ke luar jendela, pura-pura tak melihatnya. Tapi percuma saja, lelaki itu akhirnya beranjak dan menghampiriku. Aku menatapnya bingung.

"Hey, aku rasa dari tadi kau memperhatikanku. Apa ada yang salah dariku, tuan Styles?" Tanya nya, aku melihat ke arah bajuku. Ternyata masih ada name tag ku disana, aku menutupinya.

"Tidak ada. Hariku hanya sedang sial dan mata kita tak sengaja bertemu. Itu saja, tuan," Ujarku dengan nada yang menyebalkan dan tatapan bingungku. Ia terkekeh, "Tomlinson. Louis William Tomlinson," Katanya. Memang aku bertanya siapa namanya?

"Aku tidak bertanya nama panjangmu, tuan Louis William Tomlinson. Sekarang kau boleh kembali kesana" Ia kembali terkekeh geli. Ada apa dengan orang ini sebenarnya?

"Aku sudah selesai makan dan aku sendirian. Lebih baik aku disini sambil berbincang denganmu," Ucapnya sambil duduk di kursi di depanku. Aku diamkan saja dia, biarkan dia mengoceh sesukanya.

Buritoku sudah habis, kini waktunya aku minum obatku. Aku mengambilnya dan menaruhnya di meja. Aku yakin orang itu akan penasaran. 

"Kau sakit apa? Obatmu terlihat mengerikan, Styles," Ocehnya lagi, yup seperti dugaanku.

"Bronkitisku sedang kumat. Aku harus meminum benda sialan ini. Dan juga namaku Harry dan Styles adalah nama belakangku," Aku pun meminum semua obatku satu persatu, seperti apa yang tertera di kemasan obat tersebut.

"Iya aku tahu. Aku hanya suka nama belakangmu. Terdengar seperti orang yang berbakat," Pujinya, rupanya ia tak seburuk itu. Tentu saja setelahnya aku berterimakasih atas pujian itu.

"Tapi bakatku hanya membuat kopi dan banyak orang yang bilang suaraku sangat indah. Padahal kenyataanya biasa saja," Aku kembali meneguk air mineralku.

"Coba lah bernyanyi, aku akan menilaimu,"

"Baiklah," Aku pun mengambil napas dan memejamkan mataku.

Isn't she lovely?
Isn't she wonderful?
Isn't she precious?
Less than one minute old

I never thought through love we'd be
Making one as lovely as she
But isn't she lovely made from love?

Aku hanya bernyanyi sedikit saja. Aku takut mengganggu pengunjung lainnya. Saat aku membuka mata, kedua netra biru laut itu memandangku lekat-lekat. Pipiku dibuat panas olehnya.

"K-kenapa kau memandangku seperti itu, Lou?" Ia langsung salah tingkah setelah mendengarku.

Tidak kah ia tau? Kalau seseorang memandangmu lekat seperti yang Louis itu lakukan sekarang pasti akan salah tingkah? Tentu saja, bodoh!

"Suaramu bisa terbilang bagus. Tapi, suaramu perlu sedikit di poles agar menjadi sempurna," Ujarnya, aku terkejut. Tak menyangka orang didepanku akan berucap demikian.

Artinya suaraku tidak seburuk itu.

"Terima kasih tapi, aku tak berminat untuk memolesnya," Tolakku baik-baik. Ia pun menggebrak meja, "Kau gila apa ? Kau bisa jadi penyanyi, Harry. Suaramu itu hampir sempurna!" Katanya sambil meninggikan suaranya, dan tentu saja aku kaget.

"Lou! Bisakah kau tenang? Mereka memandangi kita!" Bisik ku pelan. Ia pun langsung membenarkan posisinya dengan benar.

"Aku serius, Harry. Aku bekerja di dunia musik. Mungkin aku bisa jadi managermu nantinya. Ini ambilah kartu namaku," Katanya sambil menyodorkan selembar kartu namanya dari kantong. Ia nampak sangat berharap kepadaku untuk menjadikanku artis.

Aku mengambil kartu namanya, siapa tau aku minat nantinya. "Bisa ku pikirkan nanti. Thanks mate, see ya," Ucapku sambil beranjak dari kursi.

Ia masih disana. Memperlihatkan senyum indahnya yang begitu cerah.

Shit, those two blue eyes kills me, Batinku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Shit, those two blue eyes kills me, Batinku.

Aku balik melambai padanya.

Matanya mengedip berulang kali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matanya mengedip berulang kali. Aneh sekali dia. Anehnya lagi pipiku memanas melihatnya mengedip. Aku pun segera pergi dari restoran itu.

Around The World # Larry StylinsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang