Another Point of View: Liam

110 14 5
                                    


Huft hari ini tidak banyak yang datang. Rasanya bosan sekali karena suasananya sangat hening. Apalagi, diluar sedang hujan, rasanya aku ingin tidur saja.

Aku menggeliat disamping kekasihku, Zayn. Ia terkekeh pelan, "Aku tebak kau sedang bosan," Ujarnya sambil membelai wajahku pelan, aku mengangguk sambil memajukan bibirku. Zayn pun mengecupnya sekilas.

Kring!

Sepertinya itu bunyi pintu kafe, aku harus segera ke kasir. Aku mengecup Zayn sekilas lalu beranjak keluar dari ruangan Zayn.

Didepan kasir sudah ada seorang lelaki yang bajunya sedikit basah. Mungkin dia kehujanan.

"Hai! Ada yang bisa aku bantu?" Tanyaku pada lelaki itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hai! Ada yang bisa aku bantu?" Tanyaku pada lelaki itu. Ia pun berpikir sejenak ke arah menu. Pilihannya jatuh ke Affogato dan kentang goreng.

"Eum, apa kamu yakin akan memesan ini? Di Affogato terdapat es krim diatasnya," Tanyaku memastikan, apalagi dengan keadaan hujan seperti ini. Aku yakin dia juga bukan Elsa.

"Ah, tidak apa-apa. Aku memang sedang ingin es krim. Tenang saja, aku tidak akan membeku," Ujarnya sambil terkekeh pelan, aku ikut terkekeh bersamanya. "Totalnya 10 Pounds ya. Oh iya, atas nama siapa ya?"

"Louis," Ujarnya sambil menyerahkan 10 Pounds kepadaku.

"Lewis?"

"Bukan. Namaku Louis. L-O-U-I-S, Louis," Eja nya, aku pun menulis namanya di cup. Aku mengambil uang yang ia berikan, "Baik, silahkan tunggu di meja. Nanti kami bawakan," Ia mengangguk lalu berterimakasih.

"Harold! Affogato satu dan juga kentang gorengnya," Seruku pada Harry yang sedang asik sendiri dengan ponselnya. Ia terlihat kaget, padahal aku hanya berseru bukannya berteriak.

Sambil menunggu, aku mengecek keuangan untuk memastikan tidak ada yang kurang atau lebih. Iya, aku selalu mecatatnya tiap hari, agar jika Zayn meminta laporannya aku tinggal memberikan buku catatan ku.

Sekitar 5 menit kemudian, Harry menghampiriku sambil membawa pesanan orang yang bernama Louis itu. "Li, ini diantar ke meja berapa?" Tanya Harry, tanganku membentuk angka 2 dan 8, berarti meja 28. Ia pun segera menuju ke meja 28 itu.

Tak lama setelah itu, aku merasakan sepasang lengan memelukku dari belakang, siapa lagi kalau bukan Zayn?

"Hey, apa kau lelah, sayang?" Tanya nya, aku hanya menggeleng sambil menyembunyikan senyumanku yang malu-malu. Ia melepas pelukannya, "Aku mau buat kopi dulu, ya," Ujarnya sambil mengecup pipiku sekilas. "Iya, tapi krimernya lebih sedikit dari yang biasa kau pakai,"

"Tak apa, tanpa krimer kopiku sudah pasti enak," Ujarnya sambil terkekeh, sombong sekali kekasihku ini. Kami pun kembali ke urusan masing-masing.

Harry pun kembali ke kasir, "Z, aku ijin istirahat sebentar ya. Ada yang harus aku bicarakan dengan temanku di meja 28 sana," Ujarnya, Zayn hanya berdeham sambil fokus dengan kopinya. Ia bukan tipe bos yang memaksa karyawannya untuk bekerja terus-terusan.

"Sure, take your time, Harold. Tapi, jika Liam memanggilmu, kau harus kembali, okay?" Ujarnya sambil merengkuhku yang ada di sebelahnya.

Harry memutar kedua matanya sambil tersenyum, "Baik, love birds,"

"Carilah 'Love Bird' mu sendiri, Haz. Tatomu saja punya pasangan," Ledekku, Zayn pun ikut tertawa karena Harry memang sangat lucu jika kesal. Ia pun menjulurkan lidahnya kepada kami, kami makin terasa geli.

Setelah puas dengan candaan, kami pun kembali dengan urusan masing-masing.

Karena aku sudah selesai, aku hanya melihat-lihat suasana kafe yang sunyi ini. Tak sengaja mataku menangkap Harry dan lelaki bernama Louis tadi. Apa Louis itu pacarnya?

Mereka nampak sedang berpegangan tangan, tapi entah mengapa wajah Harry terlihat tegang dan tidak berkedip. Oh, ini pasti akan menyenangkan. Aku pun memanggil Zayn yang baru selesai menyeduh kopinya, "Babe, lihat Harry disana. Sepertinya mereka serius sekali,"

"Iya, betul juga. Eh, lihat itu pipi Harry memerah. Wah, pasti dia orang spesial," Ujar Zayn sambil berdiri disampingku.

Mereka pun kembali berbincang seperti sediakala. Aku dan Zayn masih saja mengamati mereka, kami tak mau melewatkan kesempatan emas ini. Apalagi Harry adalah orang yang masih baru soal percintaan, dia bahkan belum pernah berkencan dengan siapapun. Padahal, banyak sekali temanku yang tertarik padanya tapi jawabannya masih sama, ia tidak paham soal cinta.

Lelaki bernama Louis itu kegirangan setelah mendengar kata-kata Harry, aku tak tahu apa yang ia katakan sehingga bisa membuat Louis segirang itu. Louis pun memeluk Harry tiba-tiba, aku meremas lengan Zayn dengan gemas, hampir berteriak, "Babe, sakit sekali," Rintih Zayn, aku mengelusnya pelan.

"Hehe maaf, sayang. Kau lihat itu tidak? Mereka bahkan belum melepaskan pelukannya," Ujarku sambil terkekeh, Zayn hanya menggeleng lalu mencium pipiku sekilas.

Mereka pun melepas pelukan mereka. Mereka terlihat salah tingkah, lucu sekali!

Tiba-tiba saja sudah ada beberapa pelanggan yang datang, aku pun segera memanggil Harry, "HAROLD!"

Ia pun terbirit-birit pergi ke tempatnya. Setelah melayani beberapa pelanggan aku menyenggol sedikit lengannya. "Hey, Li! Nanti creamernya kelebihan jika kau mengangguku," Serunya kesal.

"Apa lelaki bernama Louis itu pacarmu?" Tanyaku sambil berbisik, tangannya pun bergetar, "Ti-tidak, bukan. Dia calon m-manajer ku. Dia yang menawarkan ku untuk bermusik," Katanya, aku hanya ber-oh saja.

"Tapi jika kau mau berpacaran dengannya, aku merestui kalian kok," Godaku, pipinya makin memerah. Aku ingin sekali tertawa kencang karena dia polos sekali.

"Aku tak perlu restumu, Li. Kau bukan orang tuaku, mengerti?" Ujarnya sarkas, aku tak lagi bisa menahan tawaku.

Aku pun kembali ke kasir dan melayani pelanggan yang lain.

***

Happy New Year, Fellas!

Around The World # Larry StylinsonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang