5. Percaya

451 63 13
                                    

Setelah kejadian Dival sakit, Haikal menjadi lebih sering menghubungi Dival untuk tau keberadaaan dan keadaannya. Namun, semenjak pulang dari rumah sakit, Dival dan Haikal belum sempat membicarakan yang sebenarnya terjadi. Tapi baik keduanya, merasa baik – baik saja, walaupun mungkin ada beberapa pertanyaan dan penjelasan yang tersimpan.

Ya semoga saja, hal itu tidak menjadi bom waktu yang suatu saat akan berubah menjadi boomerang untuk hubungan keduanya.

Hubungan yang seperti apa memangnya?

***

Libur semester telah tiba. Kebanyakan mahasiswa kembali ke kampung halamannya untuk sekedar melepas rindu dengan keluarga. Begitu pula dengan Dival. Jarak kampus dengan rumahnya hanya ditempuh 2 jam – 2,5 jam dengan mobil. Sedangkan Haikal dan teman – temannya lain (terutama anggota band Empat Kosong Lima) masih berada di kontrakan. Masih ada beberapa acara lagi yang mengharuskan mereka untuk tinggal sementara.

Dival pulang bersama Lia, yang memang satu tujuan. Mereka menyetir secara bergantian.

Malam sebelum Dival pulang, Haikal menyempatkan waktu untuk menjemput Dival. Sebelum berpisah, berdua dulu, pikirnya.

"mau kemana?" tanya Dival memasuki mobil Haikal dengan menggunakan hoodie Haikal. Jangan Tanya Haikal, mukanya sudah tersenyum sejak Dival menutup gerbang kosan dan melihat Dival mengenakan hoodie miliknya.

"hai. Gatau. Mau kemana?"

"lah? Jangan kemaleman, besok berangkat pagi soalnya."

"oiya? Jam berapa? Eh ini makan aja kali ya?

Dival mengangguk. Matanya melihat Haikal sejenak, rambutnya terlihat agak berantakan, dengan kaos hitam adidas dan celana jeans favoritnya.

Tanpa sadar, tangan kecilnya merapikan rambut Haikal. "kenapa sih berantakan gini, hmm?"

"ganteng gak?"

Dival terdiam sambil melihat ke arah Haikal. Raut mukanya serius, Haikal sampai dibuat deg – degan daritadi.

"mau jujur apa boong?"

"jujur apa bohong sama aja jawabannya. Ganteng, udah tau."

"iya, ganteng." Haikal sama sekali tidak menyangka dengan jawaban Dival. Padahal dirinya sudah bersiap mengerjai Dival, jika jawaban perempuan itu tidak seperti tadi.

"dihh? Salting ahahaha." Dival tak mampu menahan tertawanya, sambil menepuk nepuk lengan Haikal.

Bener ya, mau kaya gimana pun, orang salting tuh bener – bener lucu. Apalagi yang kaya Haikal, yang hobinya bikin salting anak orang.

"jangan gituu dong!! Ga siapp gue dival!!"

"halah baru gitu!"

"lo gatau ya efek lo tuh seberapa besar buat gue."

Dival terdiam. "emang gimana?"

"beneran mau tau? Siap gak? Ga tidur bisa nih gue jabarin, tapi nanti lo gak balik kosan."

"halah alesan! Emang modus aja lo, takut kangen kalo ditinggal pulang."

"idih! Siapa yang kemarin telfon cuma mau denger suara gue?"

"siapa yang gamau nutup telfon bilangnya 'temenin gue tidur' padahal gue tau diem diem lo senyum waktu liat gue nugas!"

Telak. Haikal ga sanggup berdebat dengan Dival masalah bucin. Susah, kalo gini Haikal mengaku kalah.

Haikal menahan senyumnya lalu menarik Dival ke pelukannya dengan satu tangan. Dengan satu kecupan kecil di pelipis Dival, "lo bener bener ya, Val!" yang diakhiri dengan tawa keduanya.

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang