10. Bingung

300 55 12
                                    

Perasaan kalut dan khawatir terus menyelimuti Haikal. Pikirannya terus terbagi antara melihat jalanan dan kondisi Dival. Terlebih karena dirinya tadi tidak tau tentang hilangnya Dival dan kondisi terakhirnya. Namun didengar dari suaranya tadi, sepertinya Dival baik – baik saja. Walaupun begitu, Haikal belum bisa tenang jika belum bertemu langsung.

Mobilnya sampai di sebuah café yang ternyata tak jauh dari Langit Biru. Tapi karena perasaannya kacau, Haikal tidak bisa berpikir jernih, yang seharusnya 30 menit, Haikal tempuh dengan 20 menit.

Haikal turun dan mengamati café tersebut. Masih ada beberapa orang yang berkumpul di bagian depan—yang memang digunakan untuk smoking area, dan di dalam café juga masih tergolong ramai. Namun ketika matanya melihat ke balkon atas lantai dua café tersebut, ada seorang pria dengan rokok ditangannya menatap Haikal dengan tenang.

Sempat beradu tatap beberapa detik, Haikal akhirnya memutuskan untuk masuk.

"kayanya temen kamu udah sampe." Ujar Fahri menghampiri Dival yang sedang memakan pudding coklatnya.

Dival melihat ke arah tangga namun belum ada tanda – tanda ada orang naik.

"dimana?"

"mungkin di bawah. Tadi ada cowo keliatan khawatir soalnya."

"tau darimana?"

Belum sempat Fahri menjawab, terdengar derap langkah orang menaiki tangga. Kemudian menampilkan sosok Haikal yang masih mengenakan kemejanya seharian, terlihat pucat, dan rambutnya yang sedikit berantakan.

Haikal menghampiri Dival, setelah sebelumnya beradu tatap dengan Fahri. Fahri menelisik, 'ini teman yang tadi di maksut Dival.'

"lo gapapa?" ucap Haikal pada Dival.

"gapapa." Dival menggeleng dan tersenyum. Kemudian dirinya berdiri, memperkenalkan Haikal pada Om Fahri.

"kenalin, ini Om Fahri. adeknya ayah." Haikal menatap Fahri lalu mengulurkan tangannya hendak menyalami mencium tangan Fahri. "Haikal, om."

Fahri mengangguk pelan. "makasih ya, udah jemput Adiva. Maaf ya tadi saya buru – buru, ga sempet pamit."

"iya sama sama om. Gapapa om, saya juga minta maaf, tadi lagi gak sama Dival soalnya. Jadi saya kaget begitu balik, katanya Dival pergi."

"kamu dipanggil Dival?" Tanya Fahri menghadap dival.

"iya. Panjang ceritanya. Yaudah, aku pulang ya om."

"ati – ati. Sampein salam buat mama kamu. Saya titip ya, nak Haikal." ujar Fahri kemudian pada Haikal.

Haikal mengangguk, hendak pamit, "siap om. Duluan ya, om." Lalu mengaitkan jemarinya pada  Dival.

Kemudian Dival pamit pada Fahri. "makasih udah mau jelasin ke aku...dan salam buat ayah."

Ada keraguan ketika Dival bicara pada Fahri. Hatinya berdesir setelah sekian lama tidak mengucapkan panggilan itu.

"pasti, nak. Ayah kamu pasti senang."

Fahri kemudian menatap keduanya sampai hilang dari pandangannya.

***

Begitu sampai mobil, Haikal menyalakan mesin dan menatap Dival.

"mau peluk?"

Dival mengangguk kecil, lalu menyusupkan kepalanya ke dada lelaki itu. Bau parfum khas dari Haikal tidak hilang, walaupun sudah seharian bersamanya, hingga selarut ini.

Haikal  mengelus punggung dival, mengeratkan pada pelukannya. Mencium puncak kepala Dival. "hebat. Lo hebat, dival."

Dival melepas pelukannya melihat ke arah Haikal, "emang abis ngapaiiin sampe dibilang hebat."

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang