"Ciee putri bunda di antar siapa hayo". Dena keluar dari arah belakang.
Alen terkejut. Kenapa banyak hal mengejutkan terjadi hari ini?!!!
"Eh buna. Itu temen baru Alen". Ucapnya sembari mencium punggung tangan Dena.
Alen meringis dalam hati, sejak kapan ia dan es itu berteman?"Astaga!". Pekikan Dena membuat Alen lagi-lagi terkejut.
__________________________________________
Dena menarik tangan kiri Alen yang terdapat plester di sikunya.
"Ini kenapa?" Tanya Dena khawatir.
"Alen jatuh buna". Alen berusaha bersikap setenang mungkin untuk menjelaskan pada Bundanya.
"Tadi jadwal piket Alen. Kebagian ngepel. Lantainya masih basah, Alen maksa lewat jadi kepeleset". Jelasnya sembari melangkahkan kedua kakinya ke belakang.
Pasalnya di lutut gadis itu juga terdapat plester yang sama, di dahi juga. Tapi Alen bisa menutupi dengan poni rambutnya. Alen juga bersyukur karena panjang rok-nya bisa menutupi lutut. Setidaknya ia aman. Alen tak mau Dena merasa khawatir."Lain kali hati-hati ya sayang".
Alen mengangguk.Seakan baru teringat sesuatu, Dena kembali berteriak.
"Alen! Kamu pulang di antar? Motor kamu dimana nak?!".
"Aduh, bunda jangan teriak. Nanti ke denger tetangga. Motor Alen ada di sekolah, ban-nya kempes". Terang Alen.
Dena mengangguk mengerti, "yaudah yaudah sekarang cepet ke kamar, mandi lalu turun. Bunda mau nyiapin makan malam dulu".
Alen berbalik kemudian menaiki satu persatu anak tangga.
"Shhh". Ringis Alen. Kaki nya nyeri. Terutama bagian lutut.
Ck. Tau begini ia tidak akan sembarangan menyebrang jalan tadi._~_
"
Kenapa jadi peduli?". Tanya Deva pada dirinya sendiri.
Bayangan gadis merepotkan tadi terus melintas di kepalanya.
"Ck. Dia mirip Clara".
"Ya. Cuma karena itu". Yakinnya setengah ragu.
_~_
"Eh! Eh! Ada bu febi".
Kelas yang mula-nya riuh ramai tiba-tiba hening hanya dalam beberapa detik saat tau salah satu guru killer akan memasuki kelas.
Bu febi, guru seni sekaligus guru BK. Terkenal killer setelah bu sukma yang selalu berada di urutan pertama."Selamat siang".
"Siang bu!".
Bu febi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Hal yang biasa dilakukannya entah untuk mengecek jumlah murid, kerapian, kebersihan dan lainnya.
"Kamu!". Tunjuk bu febi pada Valencia.
"Murid baru?". Lanjutnya.Valencia segera berdiri, "saya murid pindahan dari Bandung bu".
"Nama?".
"Valencia mahendra".
"Duduk".
Valencia mengangguk kemudian kembali duduk."Anak-anak, ibu punya tugas kelompok untuk kalian. Masing-masing kelompok terdiri dari 2 orang".
"Untuk anggota kelompok. Saya yang menentukan".
KAMU SEDANG MEMBACA
Devalencia (Hiatus)
Teen FictionDeva yang tak pernah mau melibatkan perasaan dalam hal apapun malah terjatuh dalam pesona gadis ceria dengan sejuta luka yang pertama kali ia temui di lapangan sekolah. Annyeong! Selamat membaca~