Merasa di perhatikan. Cowok itu mendongak.
Untuk pertama kalinya tatapan mereka beradu selama beberapa detik.
Gelenyar aneh terasa pada dirinya.
Alen menunduk, memutuskan kontak mata mereka terlebih dahulu.Astaga Bunaaa! Alen malu.
____________________________________
"Sudah sudah kalian ini". Suara Miss Ana membuyarkan keadaan kelas yang semakin ramai.
"Alen, kamu bisa duduk di samping Lauretta".
"Retta, angkat tanganmu"."Disini," Gadis manis berambut sebahu itu berujar antusias dengan tangannya yang terangkat ke atas.
Alen tersenyum kemudian melangkah menuju tempat duduk barunya.
"Aduh eneng. Jangan senyum melulu!". Celetuk cowok di seberang bangkunya.
Alen mengernyitkan dahinya. Apa senyumnya terlihat aneh?
"Kan abang jadi kesemsem". Lanjutnya.
"Huuuuuuuuu". Satu kelas kembali bersorak.
Cowok tadi berjalan menghampiri Alen.
"Jonathan Alvaren. Jo.". Kenalnya sembari mengulurkan tangan. Dan disambut baik oleh Alen. "Valencia". Ujarnya ramah."Jalll rijalll !! pegangin tangan gue dong. Gue mau terbang". Ujar Jo dengan hebohnya.
"Emang gini, maklumin". Rizal- teman sebangku jonathan hanya menghela nafas melihat tingkah konyol temannya.
Alen tertawa kecil."Gue Rizal pratama". Alen tersenyum kecil, "Valencia".
"Al". Astaga! Alen merutuk dalam hati. Ia bisa sampai lupa dengan teman sebangkunya.
Alen menoleh. "Hai". Senyum manisnya masih melekat.
"Gue Lauretta. Panggil aja Retta. Itu yang duduk didepan lo, namanya sapi". Alen menahan tawanya. Sapi? Yang benar saja.
"Nama gue Safira rett". Safira mendengus malas.
"Serah gue dong".
"Semerdeka lo deh".
"Lanjut, yang disamping sapi itu Vio, Violen Dinata".
"Senang kenal kalian semua". Alen masih malu-malu.15 menit kemudian
Kringg kringg kringg
Bel istirahat berbunyi nyaring.
"Kantin yok".
"Kuy lah". Safira serta Vio menjawab bersamaan. Kini giliran mereka menoleh pada Alen.
"Ayok". Alen tidak sabar ingin melihat kantin di sekolah barunya.Sekarang disinilah mereka berempat. Di tempat yang penuh dengan siswa yang kelaparan.
"Duduk di situ aja". Retta menunjuk meja kosong yang ada di pojokan.
"Cari mati ya lo. Lo kan tau sendiri itu meja siapa yang punya". Cerocos Safira.
Retta memutar bola matanya malas.
Sedangkan Alen menatap mereka kebingungan."Udah ayo". Retta menarik tangan Alen dan Vio. Sedangkan Safira masih mematung di belakang.
"Ayo sapiii". Retta menoleh ke belakang.
"Beneran gapapa kita duduk disini? Sekarang aja gue rasa tatapan mereka,".
"Gausah peduliin". Retta memotong kalimat yang belum Safira selesaikan.Alen, Retta, Vio dan Safi mulai mengambil tempat.
"Mau pesen apa? Biar gue yang mesen". Vio dan Safira bangun.
"Nasi goreng sama jus jambu aja".
"Samain".
Setelah itu keadaan yang ramai semakin menjadi saat kelima most wanted SMA Walter memasuki kantin."Astaga! Ka Leo ganteng banget!".
"Kak Jo paling gemesin".
"Kak Deva pokoknya terdepan!".
"Yaampun. Ayo mas Deva ikut pulang ketemu mertua".
"Kak Deva!".
"Kak Rizal manis banget parah"..
"Kak Deva senyum dong!".
"Kak Iel dong. Duh idaman banget".
Dan banyak lagi.Kelima cowok itu berjalan ke arah meja pojok yang memang diklaim menjadi milik mereka, tempat dimana Alen dan Retta duduk sembari menunggu yang lain memesan makanan sedari tadi.
Retta hanya diam seolah sudah menebak apa yang akan terjadi.
Sedangkan Alen menyapu semua penjuru kantin, tak paham situasi."Heh! Minggir lo!". Cowok dengan dasi yang diikat di dahinya itu berseru lantang, menyentak lamunan Alen.
Retta hanya menatap malas, "udah full semua! ga liat ya lo! Diem deh!"."Udah sih biarin bebeb Retta disini kali Le". Jo menengahi. Dari mereka berlima Alen hanya tau Jo, Rizal dan cowok es itu. Selebihnya ia tau mereka juga teman sekelasnya, tapi Alen tidak tau nama mereka.
"Eh ada neng Alen". Alen tersenyum canggung ketika Jo mendapati dirinya duduk di samping Retta, berhadapan dengan cowok super errrr dingin yang tadi menolongnya?
"Ekhm! Jadi siapa yang bakal mesen?". Tanya Leo.
"Lo aja gih!". Kata Jo semangat.
"Gue bukan babu lo". Leo berujar ketus.
Jo menyeringai, "iya bukan babu gue, tapi budak cintanya si sapi".
Leo melempar tatapan tajamnya.
"Berjanda kali qaqa. Yaudah yuk bebeb rijal temenin Aa' mesen". Jo menarik tangan Rizal.
"Jijik!".
Jo menekuk mukanya, "pada mesen apa?".
"Nasi goreng 1".
"Baso deh. 2!"."Gue salad". Alen cukup terkejut mendengar suara dari cowok dihadapannya.
Makan siang dengan salad?
"Dev dev sekali-kali makan yang berat-an dikit lah". Jo menyahut.
"Deva vegetarian. Beda sama lo yang semua masuk ke perut". Gabriel akhirnya membuka suara.
"Si tai kalo ngomong suka bener".
Alen mengarahkan pandangannya pada Deva, menatapnya bingung. "makan siang pake salad? Ga laper?". Tanya Alen penasaran.
"
Bukan urusan lo!". Balas Deva tajam.
Alen speechless, ck. dia kan hanya bertanya.Leo menatap penuh tanya ke arah Retta kemudian beralih pada Alen.
"Eh iya, Namanya Valencia".
Valecia tersentak, kemudian tersenyum kecil, "salam kenal. Valencia".
"Gue Leo. Kakak Lauretta. Btw kita sekelas". Alen mengangguk-anggukan kepalanya.
"Gabriel". Alen meringis dalam hati. Sekarang ada 2 es yang ia tau.
Alen melempar pandangannya pada si es yang sedari tadi memilih diam, tak berminat untuk sekedar mengenalkan dirinya.
Leo yang mengerti arah pandang Alen, kembali membuka suara.
"Yang itu namanya Deva".
Alen membulatkan mulutnya, "Jadi namanya Deva"- batinnya.Di sisi lain, Deva hanya memandang datar Valencia. Ia sempat terpaku dengan senyum gadis itu.
Benar-benar sama seperti senyum seseorang.TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devalencia (Hiatus)
Teen FictionDeva yang tak pernah mau melibatkan perasaan dalam hal apapun malah terjatuh dalam pesona gadis ceria dengan sejuta luka yang pertama kali ia temui di lapangan sekolah. Annyeong! Selamat membaca~