Valencia Mahendra.

184 24 7
                                    

Welkammmmm to my channel ehe'. Canda, welkammmm to my pirst story gess.
Kalau ada bahasa yang amburadul dan belum tertata rapi, maklumin ya, soalnya masih belajar.
Kalo ada typo gercep tandain biar bisa di revisi.
Jangan lupa dukung, vote, komen, kritik dan sarannya!
Dank U! :*

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

"Alennn!!! Bangun sayang!". Seruan itu mengusik tidur gadis cantik yang berbalut selimut tebal di atas ranjang.

"Eumm..". Gadis itu menggumam kecil.
Perlahan, mata bulat itu terbuka, menampakkan netra Coklat yang meneduhkan. Dengan hati-hati ia mengambil posisi duduk bersandar pada kepala ranjang.
"Aish!". Kedua tangannya beralih memegang kepalanya yang terasa pening. Mungkin ini efek ia menangis semalaman sampai terlelap.
Sejenak Alen terpaku, menyadari hidupnya yang tak lagi sama. Entahlah setiap bangun di pagi hari, hatinya selalu sesak, peristiwa dua minggu lalu masih membekas jelas diingatannya.

Tok tok tok

Lamunan Alen buyar saat mendengar ketukan di pintu kamarnya. Pandangannya beralih menatap pintu ber cat putih itu.

"Alen?". Wanita paruh baya itu menyembulkan kepalanya saja dari balik pintu.

Alen terlihat tenggelam dalam lamunan?

Dena mengerjapkan matanya beberapa kali, ia masih menangkap tatapan redup milik putri semata wayangnya, lagi. Denada Mahendra, Dena sapaan akrab wanita yang tetap terlihat cantik di usianya yang kini berkepala 4 , wanita itu adalah bunda dari Valencia.
Dena melangkah, ia menatap Alen lembut, kemudian tersenyum.

Setelah Dena mendekat baru Alen tertarik dari dunianya.

"Alen gapapa buna". Buna, Bunda Dena panggilan kesayangan Alen untuk wanita kesayangannya.
Alen membuka suara seakan mengerti mengapa buna-nya menatap dirinya seperti itu. Sedetik setelah kalimat menenangkan itu terucap Alen memberikan cengiran khas-nya. Ia berusaha untuk tidak membuat khawatir, berusaha terlihat baik-baik saja. Meskipun kenyataannya berbanding terbalik.

Dena tau, ia sangat paham putri kecilnya itu rapuh, penuh luka, namun tetap memaksa terlihat tegar meskipun selalu gagal.
Ayolah, Alen bisa saja berbohong tentang dirinya, hatinya, keadaannya pada siapapun diluar sana. Tapi tidak dengan wanita yang mengandung, melahirkan dan merawatnya hingga sebesar ini. Dena tersenyum, ia mengerti, kemudian mengusap kepala Alen.
Ia harus membuat putri cantik ini percaya kalau aktingnya berjalan sempurna.

"Jangan lupa hari ini Alen harus berangkat ke sekolah baru".
Remaja SMA itu kembali tersenyum hingga matanya membentuk bulan sabit, kemudian mengangguk semangat.
Sejak kepindahan mereka berdua 3 hari yang lalu. Hari ini Alen akan melanjutkan sekolahnya.

"Sekolah baru, temen baru! Alen ga sabar".

"Putri cantik yang pintar". Dena mengacungkan dua jempolnya.
"Gih, siap-siap nanti kesiangan. Alen ga mau telat dihari pertama kan? Apa kata guru disana nanti. Masa murid baru udah telat aja". Ada jeda sejenak, Dena berdiri lalu menambahkan, "Murid baru sudah berani datang terlambat". Ujarnya sembari berkacak pinggang.

Kalau sudah begini Alen tidak bisa menahan tawanya, melihat buna bertingkah seperti itu mampu mengocok perutnya pagi-pagi.

"Iya buna, Alen siap-siap". Ia beranjak menuju kamar mandi yang ada di sudut ruangan.

Sebelum memutuskan pindah ke rumah yang saat ini Alen dan Dena tinggali, Dena memastikan semuanya layak sesuai dengan kenyamanan mereka berdua.
Beberapa kali di lakukan tata ulang ruangan agar nantinya ia dan putrinya nyaman saat menempati rumah ini.
Dena hanya ingin yang terbaik. Untuk mereka berdua. Terlebih putrinya.

Dena bangkit lalu keluar dari kamar Alen. satu-persatu anak tangga ia turuni, hingga sampai pada anak tangga paling dasar, ia menoleh kembali pada pintu kamar putrinya. Ia terharu melihat ketegaran Valencia. Dena hanya berharap putri kesayangannya dapat hidup layak. Seperti sebelumnya, meskipun sekarang keadaannya sudah berbeda.

15 menit kemudian.

Setelah bersiap, Alen berjalan santai menuju meja makan di dekat dapur.
"Selamat pagi buna sayang". Suara halusnya menyapa Dena.
"Selamat pagi sayang, duduk, lalu minum susunya. Buna belum belanja bulanan, belum sempat, jadi sarapan susu dulu ya sayang".

Alen mengangguk, kemudian meminumnya hingga tandas.

"Alen berangkat ya Buna". Alen akan membawa motor matic nya sendiri. Motor itu ia dapat saat sweet seventeennya. Dipta, ayah Alen yang memberikan.

"Beneran ga mau di antar? Kamu kan belum hafal jalan sini".

Alen menggeleng. "Ada google maps dong".

Dena menganggukkan kepalanya, lalu mengepalkan kedua tangannya "hati-hati di jalan, semangat!".

Alen tersenyum, lalu mengangguk, "siap ibu negara!".

Devalencia (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang