Bagas

4.4K 704 46
                                    

****

Tempat itu sangat bising dengan suara alunan musik DJ yang memekakan telinga. Ditambah dengan lampu remang-remang dan liukan menggoda dari para penari setengah telanjang di depan sana.

Ziedan Bagas Wijaya, biasa dipanggil Bagas oleh orang-orang yang mengenalnya, bergoyang tak tentu arah karena pengaruh minuman pekat yang memabukan. Anak lelaki pertama dan satu-satunya dari keluarga Wijaya itu tidak pernah absen untuk datang ke tempat ini, tempat yang sebagian orang anggap sebagai dunia kemaksiatan dan haram.

Bagas menggemarinya, Bagas menyukai kerlap-kerlip lampu disko yang melebur bersama alunan musik. Waktu tengah malam adalah favoritnya, waktu yang digunakan oleh sebagian orang untuk terlelap dan mengistirahatkan tubuh mereka. Namun bagi Bagas, tengah malam adalah waktu yang tepat untuknya mengusir penat, bergoyang mengikuti alunan musik sambil sesekali meraba bagian tubuh wanita seksi di depannya.

"Gas!"

Menoleh pada lelaki seumurannya yang juga sedang bergoyang kesenangan, Bagas menyahut setengah berteriak. "Apaan?"

"Minum yuk." Cakra, teman terbaik dikala dirinya ingin berbuat maksiat. Lelaki satu golongan dengannya, urakan dan juga mesum. "Istirahat dulu lah, malam masih panjang."

"Sip! Lo duluan sana." Bagas memberikan acungan ibu jarinya pada lelaki itu sebelum kemudian kembali bergoyang menempelkan tubuhnya pada wanita seksi di depannya.

"Aku gak tahu pewaris Wijaya bisa seperti ini." Wanita seksi itu meraba dada Bagas, memainkan kancing kemejanya dengan gerakan sensual. Tubuh keduanya masih bergoyang asik mengikuti alunan musik. "Wijaya terdengar tidak cocok dengan kamu."

Bagas menyeringai, meremas bokong wanita itu hingga terdengar lenguhan pelan. "Oh ya?" balasnya menyeringai.

"Ya, tapi nama Bagas sangat cocok untuk kamu." Wanita itu semakin melekatkan tubuh mereka, sedikit berjinjit dan berbisik di telinga Bagas. "Terdengar seksi."

Seringai di wajah Bagas kian lebar, lelaki itu menurunkan wajahnya, lalu memangut bibir berlipstik merah itu dengan ganas. Terjadi peraduan dua bibir yang menyulut gairah. Bagas merasakan akal sehatnya telah pergi entah kemana.

Persetan dengan nama belakang yang ia sandang, Bagas terlahir hanya untuk memikirkan kesenangannya saja. Tumbuh besar menjadi pewaris satu-satunya perusahan properti milik keluarga, membuat Bagas hidup bergelimang harta dan di kelilingi dengan kemewahan. Apa pun yang ia inginkan pasti dengan mudah ia dapatkan.

Ayahnya, Riady Muchtar Wijaya bahkan sudah berulang kali meminta Bagas untuk berubah, tapi lelaki itu memang terkenal dengan sikap buruk dan urakan. Meski kini Bagas telah menduduki kursi tertinggi di perusahaan, sifatnya tidak juga berubah.

"Pak Bagas."

Bagas yang saat ini telah berada di dalam ruang VIP dalam kelab malam itu, mendongakan kepalanya saat Bayu—asisten kepercayaan sang ayah berdiri di depannya. Lelaki muda yang hanya terpaut dua tahun lebih tua dari Bagas itu masih mengenakan stelan jas kerja, terlihat sangat rapi untuk masuk ke dalam sebuah kelab malam.

"Busettt, Bay! Elo mau meeting ke sini?" Bagas berceloteh setengah sadar dengan wajah memerah dan bibirnya yang menyunggingkan senyum jenaka. "Nggak usah meeting lah, Bay. Tuh-tuh, di depan sana banyak penari striptis, lo mau? Gue kasih satu," ledeknya konyol.

Bayu yang memang sudah mengenal sifat Bagas hanya terdiam seraya terus memandang lurus ke arah anak bosnya itu. "Saya ke sini atas perintah Pak Riady."

Mendengar nama sang ayah disebut membuat Bagas dengan susah payah menegakan tubuhnya. Kepalanya pening dan pandangannya pun mengabur. "Ngapain si Riady nyuruh lo ke sini?" tanyanya dengan decihan samar.

Kurang ajar sekali memang untuk ukuran seorang anak. Tapi, memang begitu sifatnya, selain urakan dan penghambur uang sang ayah, Bagas juga termasuk anak yang pemberontak dan tidak tahu diri. Meski Riady sering sekali memarahinya, memukulinya, bahkan sampai mengancam, Bagas benar-benar tidak takut dengan lelaki paruh baya itu.

"Bapak minta saya untuk mengabarkan kalau semua aset milik Pak Bagas sudah dibekukan, semua kartu kredit, mobil, dan apartemen sudah diambil alih."

Mata Bagas yang tadinya sudah hampir terpejam perlahan terbuka. "Maksud lo apa?"

"Kalau 1 x 24 jam Pak Bagas tidak pulang ke rumah, Pak Riady akan mencoret nama Bapak dari kartu keluarga, sekaligus mencabut hak waris Bapak sebagai penerus perusahaan."

"Apa?" Kali ini matanya benar-benar terbuka. "Serius lo Papi bilang gitu."

"Ya ... dan beliau meminta Pak Bagas untuk segera pulang ke rumah."

Shit!

Kalau seperti ini, bagaimana ia bisa bersenang-senang?

****

Kata Anna :

Vote komen yukk!!

ELIGERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang