****
Aruna Kinan Wardhana, tidak pernah berpikir kalau di umurnya yang menginjak 21 tahun, ia harus kehilangan sang ayah, terlebih lagi usaha yang telah dibangun oleh Ayah mendadak ikut mengalami kebangkrutan. Perusahaan Ayah dituntut puluhan milyar, beberapa pihak terancam masuk penjara serta aset perusahaan yang sudah dibangun dengan susah payah itu akan diambil alih oleh Bank.
Seseorang kepercayaan Ayah telah membawa kabur sejumlah uang hasil dari perjanjian kerja sama dengan salah satu perusahaan properti. Operasional perusahaan mendadak hancur, mengalami kemunduran dan keterlambatan karena kurangnya dana.
Akibat telah melanggar perjanjian kerja sama, perusahaan Ayah dituntut lima puluh milyar. Rumah beserta gedung perusahaan disita oleh Bank terkait kasus tersebut.
Ibu terpaksa dirawat di rumah sakit karena jatuh sakit setelah kepergian Ayah. Ibu sudah lama mengidap gagal jantung, dan diperparah dengan kabar meninggalnya Ayah. Maka itu Ibu harus dirawat intensif di rumah sakit.
Aruna seperti kehilangan arah, lebih dari itu, ia sangat amat memikirkan ratusan karyawan yang bekerja di dalam perusahaannya. Mereka terpaksa tidak memiliki pekerjaan karena perusahaan Ayah akhirnya gulung tikar.
Hidup Aruna mendadak jungkir balik, kemewahan yang biasa ia dapatkan kini hanya tinggal kenangan. Rumah besar, pembantu, barang-barang mewah, semua terampas paksa dari hidupnya.
Dua minggu sudah Aruna tinggal di rumah kontrakan. Rumah mereka terpaksa disita oleh Bank. Ibu masih dirawat di rumah sakit. Biayanya tidak sedikit. Aruna sudah tidak memiliki uang karena semua aset berada dalam pengawasan Bank.
Demi bisa membayar biaya rumah sakit Ibu, Aruna terpaksa berhenti kuliah, ia juga melamar pekerjaan di sebuah perusahaan properti, dan beruntung Aruna diterima bekerja di sana sebagai Personal Asisten.
"Aku keterima kerja, Bu," ujarnya siang itu saat sedang menyuapi Ibu makan. Biaya rumah sakit sudah semakin membengkak, dan Ibu tidak diizinkan pulang sebelum ia melunasi itu.
Anehnya, tidak boleh dipulangkan tapi biaya rumah sakit terus berjalan. Aruna kesal sekali dengan pihak rumah sakit.
"Kamu yakin, Run?"
"Yakin, Bu." Ia menjawab dengan senyum tipis, agar Ibu tidak merasa terbebani. Sejak kemarin Ibu selalu berucap maaf padanya, padahal semua yang terjadi adalah musibah. "Ibu gak usah cemas, nanti aku cari pinjaman buat bayar rumah sakit."
Sebenarnya, ada banyak teman ayah yang ingin membantunya tapi tidak jarang dari mereka meminta imbalan pada Aruna untuk tidur dengan mereka, bahkan ada yang meminta Aruna untuk menjadi istri kedua.
Dunia ini memang menakutkan. Tidak ada orang yang benar-benar baik yang akan membantu dengan tulus. Semua harus ada imbalannya. Dan Aruna berjanji, sesulit apapun dirinya, ia tidak akan menjual diri.
"Kuliah kamu?" Ibu bertanya dengan nada lemah.
"Gampang, Bu, aku bisa lanjut kalo nanti udah dapat jadwal kerja yang enak. Aku kan masih anak baru."
Ibu tidak tega. Di saat Aruna harus banting tulang, Ibu malah terbaring lemah. Ibu ingin membantu Aruna, tapi kondisinya tidak memungkinkan. Ditambah, biaya rumah sakit yang semakin membengkak membuat Ibu semakin memikirkan keadaan anaknya.
"Maafin Ibu ya, Run."
"Jangan minta maaf, Bu." Aruna menggeleng, memberi ketenangan pada Ibu, karena bagaimana pun, Ibu tidak boleh banyak berpikir. "Ini kan udah jadi tugas aku sebagai anaknya Ibu sama Ayah."
Menatap sendu sang anak, Ibu rasanya ingin segera sembuh agar bisa membantu Aruna. "Doain Ibu sembuh ya, Run."
"Pasti, Bu. Pasti." Lalu Aruna mengecup kening Ibu. Ada cairan bening yang mengalir dari sudut matanya, tapi Aruna tidak akan menunjukan itu.
Biar saja ia yang kesulitan, asalkan Ibu sehat.
****

KAMU SEDANG MEMBACA
ELIGERE
RomansaBerasal dari bahasa Jerman, kata lain dari Eloi, yang berarti pilihan