-ML24-

60 23 16
                                    

Happy Reading!
_________________

"Apapun akan saya lakukan, selama papa merestui saya."
-Arvi-

-||-

Saat Citra sampai didepan rumahnya, dengan perlahan ia membuka sealbelt yang melilit tubuhnya. Kemudian ia keluar dari mobil Arvi. Arvi membuka kaca jendela mobil setelah pintu tertutup.

"Terimakasih banyak pak, hati-hati dijalan." Ucap Citra, dengan sekali anggukan Arvi kembali menjalankan mobilnya, dan Citra pun masuk kedalam rumahnya.

"Assalamu'alaikum." Ucap Citra saat pertama kali melangkahkan kaki, masuk.

"Wa'alaikumussalam." Serentak kedua orang tuanya dan adiknya menjawab.

"Gimana kak keadaan keluarga bu Ratna? Sakit apa Arvanya? Mama mau datang tadi tapi engga bisa, rencananya malam mama sama papa kesana untuk tahlilan." Ucapnya.

Citra menatap mamanya tanpa ekspresi, "mereka masih dalam keadaan berduka ma, Citra gak tega liat Gisel. Anak sekecil dia harus kehilangan ibunya. Ya udah ma, Citra pamit kekamar dulu ya ma." Ucap Citra diangguki Mamanya. Saat melangkahkan kaki baru beberapa langkah, Citra berhenti ditengah, ia teringat surat yang Arva beri padanya.

Kemudian ia membalikkan badannya melihat kedua orang tuanya.

"Mah, Pah, besok pak Arvi adiknya mbak Arva datang kesini."

"Untuk apa?" Sela Hengki papanya.

"Ia ingin meminta restu mama dan papa untuk menikahi aku." Ucapan Citra sontak membuat orang tuanya terkejut bahkan Raka pun tersedak oleh makanannya.

"Apa kak? Kamu serius?! Enggak bisa." Ucap Hengki menolak.

"Kenapa pa? Apa yang buat papa nolak?" Tanya Citra. Bagaimana ini? Bagaimana besok Arvi bisa datang kerumahnya sedangkan Citra saja yang anak sendiri meminta izin tak diberi, langsung ditolak begitu saja.

Hengki menghembuskan nafasnya pelan, "bukan maksud papa nolak kak, kamu jangan salah paham dulu ih. Maksud papa itu gimana bisa Arvi yang sedang dalam keadaan berduka seperti itu, berkeinginan untuk melamar kamu? Sementara ia baru saja kehilangan kakaknya?"

Risma mengangguk cepat, benar juga kata suaminya, lalu ia mendelik menatap Citra anaknya.

"Kamu paksa Arvi untuk nikahin kamu ya kak?" Tanyanya dengan mata menyipit.

"Ihh kebelet kawin lho kak? Ngerii banget." Cerocos Raka ikut menimpali. Dia dari tadi hanya menguping.

Citra berdecak malas melirik Raka, bisa tidak sekali saja adiknya itu tidak ikut campur?

"ANAK KECIL DIEM." Bentak Citra pada Raka. Raka langsung terdiam dengan muka sepatnya.

"Mama jangan asal tuduh gitu! Mama fikir Citra siapa bisa maksa-maksain pak Arvi yang bukan siapa-siapanya Citra? Lagian Citra tidak mencintai pak Arvi begitupun dengannya." Tutur Citra menjelaskan kesalah pahaman yang terjadi.

"Lha terus?"

"Sebelum keluarganya pak Arvi mendapat kabar kecelakaan yang menimpa mbak Arva dari pihak rumah sakit, Irvi menemukan sebuah surat yang ditulis oleh mbak Arva. Suratnya tertulis untuk pak Arvi dan untuk Citra yang digabung dalam satu kertas."

MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang