-ML09-

103 26 3
                                    

Happy Reading!
_________________

"Kenapa kau datang kembali disaat hidupku sudah mulai tertata dengan baik, tanpa adanya bayang-bayang dirimu."

-||-

"Cit, gimana sama Gisel? Panasnya sudah turun?" Arvi datang dengan membawa secangkir teh untuk Gisel meletakkannya di nakas. Citra mengangguk pelan menjawab pertanyaan Arvi.

Kenapa Citra bisa berada dirumah Arvi? Alasannya cuma satu. Gisel. Ya, Gadis kecil itu tiba-tiba demam tinggi. Saat Arvi membawanya pulang dari kantor tadi sore badannya masih normal, tidak panas sama sekali. Setelah shalat magrib tadi Arvi mengajak Gisel untuk makan malam. Tapi ponakannya itu tidak mau bangun dan tidak mau makan. Dia mengatakan kepalanya terasa pusing. Dari situlah Arvi mengecek suhu badan Gisel dengan meletakkan punggung tangannya di dahi Gisel. Arvi merasakan tangannya sangat panas akibat bersentuhan dengan dahi Gisel.

Arvi panik. Ia ingin membawa Gisel kedokter tapi gadis itu menolak, ia takut jika dokter akan menyuntiknya nanti. Sudah berkali-kali Arvi membujuk Gisel tapi sia-sia. Gadis itu tetap tidak mau, Gisel kekeuh untuk tetap dirumah saja dengan minum obat. Arvi bingung ingin melakukan apa supaya Gisel tidak rewel karena kepalanya yang terasa pusing. Ia menelpon Mamanya yang tak kunjung pulang. Sementara Mamanya mengatakan akan pulang besok, karena ada kendala yang tidak memungkinkan untuknya pulang sekarang.

Sementara itu, Arvi juga menelpon Arva Kakaknya barusan, mengatakan bahwa anaknya Gisel demam tinggi. Arva khawatir, tetapi dia juga tidak bisa pulang hari ini. Akhirnya Arvi hanya punya satu pilihan. Menghubungi Citra. Ya, hanya Citra yang bisa membantunya. Pikirnya. Karena rumah Citra dengan rumahnya satu komplek lumayan dekat. Dengan itu tadi Arvi menjemput Citra dan mengajaknya kerumahnya. Apalagi di satu sisi, Citra itu wanita, pasti ia tau apa saja yang dilakukan untuk hal semacam ini.

"Gisel makan ya, Onty udah buatkan bubur buat Gisel, enak lho buburnya." Citra masih berusaha membujuk Gisel agar anak itu mau makan.

Gisel menggeleng, "engga Onty Gicel gak mau, pahit."

"Gak pahit kok, percaya deh sama Onty, kalo pahit nanti Gisel bisa gigit Onty deh. Makan ya, biar Gisel cepat sembuh, kalau Gisel udah sembuh bisa main sama Onty." Bujuk Citra pelan. Gisel menatap Citra dalam. Akhirnya ia mengangguk.

Arvi tersenyum melihat interaksi ponakannya itu dengan Citra. Akhirnya Gisel mau memakan buburnya.

"Sini Onty suapin." Gisel mengangguk senang tersenyum dengan lemah, matanya terlihat sayu. Citra duduk di atas kasur Gisel dan menyuapi gadis itu hingga suapan terakhir.

"Yeyy, habis. Pinter sayangnya Onty. Gimana? Engga pahitkan."

Gisel menggeleng, "tapi hambal Onty, ndak ada lasanya." Gumamnya.

Citra terkekeh pelan, "namanya juga lagi sakit, jadi apapun yang Gisel makan jadi terasa hambar sayang."

"Gitu ya Onty?" Tanya Gisel dengan polosnya.

"Iya," Citra mengangguk.

"Ayo minum dulu, Om Alphi udah capek lho buatinnya." ucap Citra melirik Arvi. Arvi memasang wajah datarnya. Gisel langsung meminum teh hangat itu hingga menghabiskan setengah gelas.

"Pinter banget ihhh Giselnya, ayo sekarang giliran Gisel minum obat." Citra membuka tutup botol obat sirup itu lalu menyendokkannya ke mulut Gisel.

MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang