📜 BAGIAN 1

99 5 0
                                    

Jika kamu tidak mengenali seseorang,
muliakanlah dia dengan prasangka baikmu.

-Dilara Aynur Yasmin

*****

Sami'allaahu liman hamidah..
(Allah mendengar orang yang memuji-Nya)

Allaahu Akbar..
(Allah Maha Besar)

Subhana robbi al ala wa bihamdihi..
(Maha Suci Rabbku yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya)

........

Seorang perempuan paruh baya memasuki kamar tidur yang memiliki nuansa vintage bergaya klasik, dengan barang-barang dan furnitur di dalamnya yang bermotif bunga-bunga, terkesan kuno, meski begitu segala perabot yang berdiri di sana tetap terlihat kokoh dan menawan.

Ia berdiri sejenak di ambang pintu, ketika melihat seseorang yang dicarinya membelakanginya--sedang bermunajat setelah melaksanakan sholat dhuha,

"Mak cik.." sapa seseorang di sana, ketika menyadari ada yang sedang berdiri menunggu dan memperhatikannya dari bibir pintu,
"Sudah ke?"
"Alhamdulillaah, sudah mak cik"
"Boleh mak cik masuk?"

Gadis itu tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, "seluruh ruangan ini kan milik mak cik, tidak perlu lagi izin, jom masuklah.."

Perempuan paruh baya yang dipanggil dengan sebutan mak cik itu ikut tersenyum dan mengangguk, kemudian ia masuk dan duduk di atas ranjang tempat tidur,

"Dilara.." panggilnya,

Gadis itu menoleh sejenak sambil masih terus melipat mukenanya, "iya, mak cik?"

"Mak cik dan Raudhah nak ziarah ke Makam pak cik, awak nak sekalian tengok mak bapak awak ke?"

Hening, gadis itu nampak mengalihkan pandangannya pada laci meja yang dipenuhi tasbih menggantung di depannya, ia menghela napas panjang namun masih tetap diam, tatapannya tampak kosong dan nanar,

"Dilara, sampai bile awak macam ni?" Bibinya bangun dan berlutut di sampingnya, menggenggam dengan lembut jemarinya, "arwah mak bapak awak butuh redha, supaya mereka tenang,"

"Saya sudah ridha, mak cik.."
"Lalu ape ni, awak murung,"
"Saya hanya.." gadis itu menunduk, menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sesak di dadanya, "saya masih terpukul atas kepergian mereka,"

Perempuan paruh baya itu menatap penuh pada Dilara, "Budak comel mak cik.. tak payah bersedih, kita kena ikhlas, dan yakin. Segala kejadian yang sudah terjadi adalah kehendak Allah.. tak kisah kita siap ke tak.. Allah pasti datangkan kalau musibah itu dah saatnya dibagi dan ditimpakan pada kita," ia menghela napas sejenak, kemudian tersenyum hangat, "Suatu hari nanti, awak pasti jumpai makna, kat mana time Allah beri pelajaran berharga untuk setiap hamba-Nya,"

"Sabar, Dilara.. sabar sayang," Pelukan hangat itu sedikit membantu menenangkan hati Dilara yang kian hari kian membeku, ia menyeka kembali air mata di pipinya dan kembali menatap bibinya,

"Mak cik.." gumamnya ragu, namun bibinya masih setia di sana, menunggunya, "Allah ambil bunda dan ayah saya,"

Bibinya kembali tersenyum sambil menghapus air matanya yang masih saja mengalir, "Allah ambil apa yang dimiliki-Nya, kita hanya dititipkan, tak sepatutnya kita kena meratap ketika yang memiliki mengambil hak milikinya,"

"Saya butuhkan ayah dan bunda saya, mak cik."
"Tak ada satupun manusia yang siap dengan kehilangan," -- "Dilara, ingat pasal ni.." perempuan paruh baya itu masih memeluknya,

"Perpisahan terperih bukanlah berpisah dari dunia dan akhirat, melainkan berpisah tempat kembali yang abadi di suatu hari nanti, apakah akan bersama sampai surga, atau ada yang berakhir ke neraka."

*****

MAHARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang