Suara derap langkah kaki lelaki berkemeja putih dengan jas abu-abu yang tidak dikancingkan berjalan cepat dan terdengar gusar, jam yang melingkar di pergelangan tangannya hampir dilihatnya lima detik sekali.
Lorong rumah sakit terlihat sepi, hanya ada satu dua orang yang dilewati, lalu ia langsung menuju sebuah kamar rawat inap yang ditunjukkan oleh resepsionis di lobi tadi.
Dibacanya nama ruangan yang tertera di papan penunjuk,
HINDUN BINTI ABI UMAYYAH
Lelaki itu menghela napas lega setelah akhirnya menemukan ruangan yang dicarinya. Dibukanya knop pintu kamar itu dengan hati-hati, matanya langsung tertuju pada sosok perempuan yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit,
"Ummi.." lirihnya dengan spontan dan khawatir, sementara perempuan itu hanya tersenyum menatap kehadirannya kemudian mengulurkan tangan ke arahnya, dengan refleks ia langsung mencium tangan yang sudah diletakkan jarum infus di situ, "Ummi kenapa bisa begini?"
"Ummi cuman kecapean, nak.."
"Fattan kan udah sering bilang, Ummi istirahat yang cukup. Jangan sering-sering——"
"Nak.. ummi nggak apa-apa, kok." sela perempuan itu dengan cepat, "maaf ya sudah merepotkan kamu untuk datang kesini, padahal kerjaanmu banyak di kantor,"Fattan menggeleng sambil menatap sendu ke arah ibunya, "Ummi kok ngomongnya gitu sih, pekerjaan Fattan nggak akan berarti kalau sampai terjadi apa-apa sama ummi dan Fattan nggak tau,"
Ibunya tersenyum, dan menyentuh wajah putranya, "Nak, selama kamu selalu mencintai ummi, ummi pasti akan selalu baik-baik aja,"
Fattan masih menatap penuh pada wajah ibunya yang semakin pucat, membiarkannya bicara jika itu akan membuatnya lebih baik.
"Fattan,"
"Iya, mi?"
"Ummi semakin menua, nak, fisik ummi pun sudah nggak sekuat dulu. Ummi nggak tau kapan ummi akan berpulang, apakah akan Allah beri umur panjang, atau sebaliknya.."
"Ummi kenapa bicara begitu, ummi sekarang banyak-banyak istirahat, ya.. jangan membebani pikiran ummi dengan hal-hal seperti ini."
"Kapan kamu akan menunaikan janjimu pada ummi, nak?"Fattan terdiam, dan perlahan memalingkan pandangannya dari mata umminya. Ia menghela napas, namun masih belum ada niat untuk menjawab,
"Usiamu sudah memasuki 25 tahun, Fattan. Kapan kamu akan membawa ummi dan abi bertemu dengan calon istrimu? Ummi hanya ingin menyaksikan kebahagiaanmu sebelum waktu ummi di dunia ini habis."
"Ummi.."Krekkk (suara pintu dibuka)
"Assalaamu'alaikum.."
Mendengar suara itu, mereka yang berada di dalam langsung menoleh ke arah sumber suara,
"Wa'alaikumussalaam warahmatullaah," jawab Fattan dan ibunya, Fattan berdiri dan langsung menyalami ayahnya,"Sudah di sini, Fattan." Ucap lelaki paruh baya itu sambil meletakkan makanan yang dibawanya di atas nakas,
"Sudah, bi. Lima belas menit yang lalu,"
"Bagaimana di kantor?"
"Fattan tadi sudah minta tolong Irgi untuk menyelesaikan pertemuan dan mengambil alih presentasi produk baru kita,"Abinya menepuk-nepuk pundak Fattan dan mengangguk mengerti, kemudian kembali melihat keadaan istrinya,
"Ummi nggak boleh makan yang asam-asam dulu ya untuk seminggu ke depan, tadi dokter pesan begitu."
"Iya, bi." Jawab ummi, "tadi waktu abi keluar, dokter bilang katanya sore ini juga sudah bisa pulang kok, bi. Yang penting jaga pola makan dan istirahat yang teratur,"
"Alhamdulillaah.." ucap ayah Fattan, "maafin abi ya, mi. Akhir-akhir ini jarang perhatiin ummi, sibuk di kantor yang bahkan.. yah.. lagi-lagi hanya sibuk pada perkara dunia."Umminya hanya tersenyum dan menatap sayu, melihat hubungan ummi dan abinya walau sudah memasuki usia senja, mereka malah semakin romantis, Fattan membatin dalam hati, apakah suatu hari nanti ketika ia menikah dengan perempuan pilihannya, hubungan rumah tangganya akankah semanis ummi dan abinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR
SpiritualBismillaah, Kepada pembaca yang saya cintai di manapun berada; Jika kalian berharap ini adalah cerita religi yang dibalut romantisme antara dua anak manusia di dalam ikatan cinta yang sakral-yang membuat pikiran melayang-layang dan hati terbayang in...