📜BAGIAN 8

42 5 3
                                    

"Yang paling kutakutkan adalah, ketika lisanku pandai menjelaskan terangnya cahaya, sementara hatiku sendiri gelap gulita."

Muhammad Fattan Alfaturrahman

*****

Dilara duduk di shaf terakhir tempat makmum perempuan, pukul 16:00 pada senin sore. Waktu kajian rutinnya setiap sepekan sekali di Masjid dekat kampusnya. Dia juga sering menghadiri majlis ilmu syar'i pada hari jumat disalah satu masjid yang tidak terlalu jauh dari rumahnya.

Namun hari ini ia harus datang terlambat karena baru saja menyelesaikan bimbingan skripsinya pukul 16:15, setelah itu ia harus sholat ashar dan baru bisa bergabung bersama teman-teman majlisnya yang lain.

Hari ini kajian khusus akhwat dan ummahat, biasa disebut juga kajian khusus wanita. Biasanya yang mengisi ceramah adalah Ustadz Malik Abu Athaillah. Dari pamflet yang ia lihat semalam, bab yang dibahas melanjutkan pembahasan Fiqih Muyassar minggu lalu. Tapi sepertinya Dilara sudah tertinggal jauh karena dirinya telat.

Dilara melihat sekeliling, semua sedang sibuk mencatat. Seperti biasa, antara ustadz dan jamaah akan dihijabi (ditutup) dengan tirai pembatas yang biasa dipakai saat melaksanakan sholat antara makmum laki-laki dan perempuan. Dalam artian sederhana, antara ustadz dan jamaah perempuan tidak saling memandang karena terpisah tirai yang menutupi.

Dilara fokus menyimak suara dibalik tirai yang sedang berceramah menjelaskan suatu nasihat, ia sudah menyiapkan buku catatan dengan alat tulisnya. Sesekali ia memohon ampun pada Allah karena telah lalai pada perkara dunia dan memasuki majlis ilmu tidak membawa adab. Sebab bukanlah akhlak seorang penuntut ilmu jika ia datang lebih lambat daripada gurunya. Karena itu akan mengurangi keberkahan ilmunya.

..........

Berkata Ibnu ‘Addi رحمه الله,

ﻗَﺎﻝَ ﺍﺑﻦُ ﻋَﺪِﻱ ﺭﺃﻳﺖ ﻣﺠﻠﺲ ﺍﻟﻔﺮﻳﺎﺑﻲ ﻳﺤﺰﺭ ﻓﻴﻪ ﺧﻤﺴﺔ ﻋﺸﺮ ﺃﻟﻒ ﻣﺤﺒﺮﺓ ﻭﻛﻨﺎ ﻧﺤﺘﺎﺝ ﺃﻥ ﻧﺒﻴﺖ ﻓِﻲ ﻣﻮﺿﻊ ﺍﻟﻤﺠﻠﺲ ﻟﻨﺘﺨﺬ ﻣﻦ ﺍﻟﻐﺪ ﻣﻮﺿﻊ ﻣﺠﻠﺲ

“Aku melihat majelis Al-Firyabi yang diperkirakan terdapat 15 ribu tempat tinta . Kami harus menginap di tempat yang akan di dudukinya besoknya untuk dapat menghadiri majelis .” (Al-Kamil fi dhu’afa At-Rijal 6/407, Dar Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, 1418 H, Syamilah)

..........

Inilah menjadi sebab berkahnya ilmu di zaman dahulu, mereka menghormati adab majelis.

Dilara kembali menyimak suara pengisi kajian itu, meski fokusnya agak sedikit buyar akhir-akhir ini.

"Akhwaty fillaah rahimakumullaahu ta'ala.. betapa banyak amalan yang terlihat kecil, tetapi menjadi sangat besar pahalanya karena niat yang tulus. Sementara itu, betapa sering amalan yang tampak besar, namun justru  menjadi sedikit pahalanya karena niatan yang rusak."

Ucap suara dari mic itu dengan nada yang terdengar begitu tenang,

Dilara memejamkan matanya, berusaha fokus pada kajian yang diberikan hari ini.

"Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya, kitab Riyadhus Shalihin dan kitab Arba’in dan Ibnu Rajab dalam kitab Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam. Dari Umar bin Khathab, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

MAHARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang