📜BAGIAN 5

60 6 0
                                    

نحن لا نقدر أن نعلم مكانتنا بقلوب الآ خرين، ولكن نستطيع أن نشعر بها بتصر فاتهم معنا.

Kita memang tidak mengetahui kedudukan kita di hati orang lain, namun kita bisa merasakannya lewat prilaku mereka kepada kita.

*****

"Mungkin tinggal beberapa draft lagi yang harus selesai minggu ini, pak."
"Oh gitu, ini bagus juga." Fattan menunjukkan grafik yang lebih banyak kenaikan di bulan ini. "Proyek bu Ida jadi diusung buat pembaharuan tenaga kerja?"

Irgi—staf menejernya menggelengkan kepala, "kemarin sudah saya kontak, cuma sepertinya dia ragu soal hasil akhirnya."
"Ya sudah. Kita pakai rancangan sendiri saja ya buat presentasi tanggal 24. Kamu bisa persiapkan kapan proposalnya?"
"Alhamdulillah, sudah beres semua, pak. Besok pagi langsung saya antar."

Fattan mengangguk sambil masih fokus merapihkan file-filenya, "saya perhatikan semakin hari pekerjaanmu semakin bagus," Fattan melemparkan senyuman, "pertahankan, ya, Gi. Saya sangat berharap karyawan lain dapat mencontoh atasan-atasannya dalam hal kebaikan dan kedisplinan."
"Aamiin. Saya hanya menjalankan tugas saya, pak."

Fattan terkekeh lalu mengembalikan flashdisk dan mapnya lagi kepada Irgi, "tapi tetap perhatikan tugas utamamu, ya. Jangan sampai sama panggilan atasan kamu taat, tapi ketika datang menuju Allah banyak telat."
"Hehe, siap, in syaa Allah, pak!" Irgi ikut tertawa kecil, "kalau begitu saya permisi ya, pak."
"Silahkan,"
"Wassalaamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalaam."

Tepat ketika Irgi sudah keluar dari ruangannya, ponsel Fattan bergetar diiringi dering—menandakan telepon masuk, diraihnya ponsel di samping laptopnya dan ia lihat nama penelpon.

"Assalaamu'alaikum, bi."
"Wa'alaikumussalaam," (suara dari seberang sana) "Sudah di jalan pulang, Fattan?"

Fattan mengernyitkan dahinya, "ada apa, bi?" ia melihat jam dinding yang menggantung di ruangannya, sudah pukul 15:45, memang sudah jamnya pulang, tapi tidak biasanya abinya menanyakan, "lima menit lagi Fattan baru akan keluar, bi."

"Abi baru sampai di rumah sakit, ummi pingsan, tekanan darahnya sangat rendah." Suara di seberang sana terdengar menghela napas, namun masih tenang, "dokter menyarankan untuk dirawat."

Fattan terdiam sesaat, ia memijit keningnya dan memejamkan matanya.

"Fattan?—" (suara dari seberang sana)

Mendengar suara abinya memanggil, ia tersadar kembali, "iya bi. Fattan segera ke sana."

Setelah teleponnya ditutup, ia segera bergegas menuju rumah sakit yang disebutkan abinya, pikirannya kalut dan rasa takut selalu saja menghinggapinya ketika mendengar umminya jatuh sakit, lagi dan lagi.

*****

"Assalaamu'alaikum.." ucapan salam diiringi suara pintu yang terbuka, membuat laki-laki paruh baya yang sedang duduk sambil menunggu seseorang yang sedang tertidur menolehkan pandangannya,
"Wa'alaikumussalaam," jawabnya.

Fattan yang masih memakai setelan kemeja lengkap dengan jasnya memasuki ruang rawat umminya, tatapannya sendu dan hampa melihat wanita itu terbaring pucat di ranjang rumah sakit.

"Dokter sudah datang memeriksa lagi, bi?"
"Belum." Abinya menggeleng, "mungkin selepas maghrib,"

Fattan mendekati umminya, tangan yang melemah dan sudah ditempel jarum infus itu ia genggam dengan hati-hati, "ummi.." lirihnya pelan.

MAHARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang