Setiap manusia belum tentu baik,
karena sempurna bukanlah miliknya.
Tapi selalu saja ada kebaikan yang terselip pada diri manusia.
Setiap yang baik punya masa lalu, dan yang buruk punya masa depan.
Tapi sempurna tanpa cela hanyalah fiksi yang dibuat-buat oleh keinginan.*****
"Fattan.." panggil Dilara tanpa melihat ke arah Fattan yang duduk di sampingnya. Mereka sedang berada di taman kota yang tidak terlalu dipenuhi orang-orang seperti hari-hari biasanya. Mungkin karena sudah menjelang sore, jadi hanya ada beberapa orang yang sedang jogging dan berolahraga ringan.
"Hm?" Jawab Fattan menoleh ke arah Dilara.
"Aku sudah memikirkannya,"
"Aku selalu menunggu jawabanmu, Dilara."Dilara menghela napas, "Aku.." Suaranya menggantung, ia ragu mengatakannya.
"Apa, Dilara?"Dilara terdiam sejenak, membiarkan degup jantungnya kembali normal. Kemudian pelan-pelan ia memberanikan diri menatap Fattan yang juga sudah memperhatikannya sejak tadi.
"Aku bersedia.. melanjutkan hidupku bersamamu."
Mendengar jawaban dari bibir gadis itu, Fattan membeku. Masih tetap mengunci tatapannya pada wajah Dilara kemudian ia menyandarkan tubuhnya di punggung kursi sambil tersenyum tipis.
"Sesuatu dari diriku yang mana yang meyakinkanmu untuk membuat keputusan itu?"
"Bagaimana mungkin aku dapat menolak seorang laki-laki yang baik agamanya?" Jawab Dilara dengan kedua mata yang menegaskan penuh keyakinan."Bagaimana kamu bisa yakin jika agamaku baik?" Fattan meringis, seolah menyepelekan dirinya sendiri, "aku menyentuhmu, wanita yang belum halal bagiku."
Dilara tersenyum, sambil menatap kedua jemarinya yang bertaut, "aku berharap kamu adalah orang yang akan mengajarkanku banyak hal tentang agama ini."
Fattan terdiam, membiarkan Dilara melanjutkan.
"Aku pernah mendengarmu mengisi kajian menggantikan ustadz Malik." Ucap Dilara lagi,
Fattan menatapnya dan sedikit terkejut, "Kamu sering datang ke majlis?"
Dilara hanya mengangguk, kemudian mengalihkan pandangannya dari Fattan.
"Aku hanya seorang laki-laki yang paham halal-haram tapi masih sering melakukan yang dilarang. Ilmuku baru sampai di kepala, belum sampai ke hati."
Fattan menutup matanya, sekelebat bayang-bayang tentangnya beberapa waktu ke belakang kembali tampak jelas di penglihatan yang mulai mengabur. "Aku pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita, padahal aku tahu itu hal yang keliru. Hingga akhirnya Allah menyelamatkan diriku satu per satu."
"Fattan, sudah." Perintah Dilara yang tidak mau lagi mendengar penjelasan laki-laki itu, "setiap manusia memiliki masa lalu, aku ingin hidup bersamamu di masa depan. Kita bisa sama-sama memulainya kembali sambil melakukan perbaikan."
Fattan diam, ia kembali menghela napas panjang. Kemudian ia tersenyum dan kembali menatap Dilara yang menghadapkan wajahnya ke depan; ke arah matahari yang sebentar lagi akan terbenam, "semoga Rabbku menjadikan aku lelaki paling beruntung karena memiliki wanita seperti dirimu."
Dilara tertawa kecil, "Tidak ada satu pun yang istimewa dari seorang wanita sampai suaminya yang mengistimewakannya. Satu hal yang kutahu, seorang istri yang baik terbentuk dari hasil didikan suaminya."
Fattan mengangguk, setuju dengan kata-kata gadis di sampingnya.
"Mahar apa yang kamu inginkan, Dilara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR
SpiritualBismillaah, Kepada pembaca yang saya cintai di manapun berada; Jika kalian berharap ini adalah cerita religi yang dibalut romantisme antara dua anak manusia di dalam ikatan cinta yang sakral-yang membuat pikiran melayang-layang dan hati terbayang in...