الأنثى إلا: نبضة شفّافة حسّاسة، تخشى العتاب ويخجلها الملام، فَانتبه لها يا من تحبها.
Perempuan itu adalah makhluk yang sangat lembut lagi sensitif. Ia khawatir dicela dan tak tahan dicemooh.
Karena itu, perhatikanlah dirinya wahai orang yang mencintainya.*****
"Akak kena buat sarapan pagi, jangan lupa makan sebelum bepergian." (Suara dari seberang sana)Dilara meletakkan ponselnya di telinga sambil masih membereskan kamarnya, "Saya sudah sarapan, Raudhah. Bagaimana kabar mak cik?"
"Mak okey, alhamdulillaah. Hanya je hari ini dia cakap nak jumpa budak-budak kat panti." (Suara dari seberang sana)
"Alhamdulillaah. Saya dengar kemarin mak cik sedang tidak enak badan, ya?"
"Hanya masuk angin sahaja, akak. Biase lah, mak sering begadang time saye tengok kat bilik, lepas tu esok dah pegi lagi kerja." (Suara dari seberang sana)Dilara menghela napas, "jaga mak cik, Raudhah. Jangan biarkan lagi dia begadang dan bekerja pagi tanpa sarapan." Ucap Dilara memperingatkan sepupunya, "ajak mak cik ke sini kalau kamu ada waktu libur sekolah."
Raudhah bergumam, "bandaraya masih ramai sangat kah akak?"
Dilara tertawa kecil, "ibu kota tidak pernah sepi, Raudhah. Aktivitas tidak pernah berhenti."Mereka berbincang cukup lama. Tadi Dilara sengaja menelpon adik sepupunya karena ingin mengetahui kabar bibinya yang kemarin mengabari sedang tidak enak badan.
"Ya sudah, akak. Saye kena berkemas rumah sebelum mak balik." (Suara dari seberang sana) terdengar khawatir kalau-kalau ibunya akan memarahinya jika ia belum juga membereskan rumah, "akak baik-baik di sana, ya. Jaga diri, jangan telat-telat makan. Saye tak nak dengar kabar teruk dari akak." Lanjutnya lagi.
"Kamu juga, ya. Jangan malas-malasan belajar. Ada waktu libur panjang, in syaa Allaah saya akan berkunjung lagi ke Iskandar Puteri." Ucap Dilara, "ya sudah. Wassalaamu'alaikum, Raudhah."
Mendengar gadis berusia 16 tahun itu bercerita, membuat suasana hati Dilara kembali lebih baik lagi. Seandainya jarak rumah mereka dekat, pasti akan sangat menyenangkan rasanya.
Setelah sambungan telpon itu ditutup, Dilara memandang jarum jam yang terus berputar. Pukul sembilan pagi dihari minggu. Ia kemarin berjanji akan datang lagi ke rumah sakit untuk mengunjungi Lia. Tapi tiba-tiba ia merasakan cemas, perasaan aneh menyelimutinya, ia seperti ragu untuk datang ke sana.
Namun dia tetap memilih untuk pergi karena dia tidak mungkin mengingkari janji. Sebelum itu, Dilara membuatkan makanan untuk ia bawa ke rumah sakit.
Setelah ia memastikan semuanya beres, ia menghubungi grab car untuk pergi ke sana. Transportasi umum biasanya akan sangat ramai di hari libur.
*****
Dilara membuka pintu ruangan di mana Lia dirawat. Fattan sudah ada di sana, duduk di samping umminya dan seperti sedang bercerita sesuatu.
"Assalaamu'alaikum.."
Mendengar ada seseorang yang datang, Lia dan Fattan menengok bersamaan, "Wa'alaikumussalaam warahmatullah.." jawab Fattan.
Lia tersenyum, terlihat antusias melihat kedatangan Dilara.
"Bagaimana kondisi tante hari ini? Sudah lebih baik?"
"Alhamdulillaah, sayang. Sudah lebih baik." Jawab Lia ketika Dilara menyalaminya,"Alhamdulillaah," ucap Dilara, "tante sudah makan?"
"Sudah. Tapi sedikit sekali. Makanan orang sakit rasanya sangat tidak mengugah selera, Dilara."
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR
SpiritualBismillaah, Kepada pembaca yang saya cintai di manapun berada; Jika kalian berharap ini adalah cerita religi yang dibalut romantisme antara dua anak manusia di dalam ikatan cinta yang sakral-yang membuat pikiran melayang-layang dan hati terbayang in...