"Beruntunglah orang yang ketika mati, ikut mati pula dosa-dosanya bersama dirinya. Betapa celakanya orang yang ketika mati namun dosa-dosanya terus ada hingga seratus, dua ratus tahun sejak kematiannya.
Ia terus diadzab di kuburnya karena dosa tersebut;
dimintai pertanggungjawabannya hingga dosa tersebut hilang dari muka bumi."—Imam Asy-Syathiby رحمه الله
📖 Al-Muwafaqat/11321*****
Dilara merebahkan diri di ranjang, ia menatap langit-langit kamarnya dengan mata yang berkedip hampir tiga detik sekali. Ia memejam, merasakan bayangan bundanya yang dahulu sering duduk memangku kepalanya atau menyisiri rambutnya.
"Allahummaghfirlahum, warhamhum wa'afihi wa'fu 'anhum.." (Yaa Allah ampunilah mereka, berilah mereka rahmat, berilah mereka kesejahteraan, maafkanlah kesalahan mereka..)
Dilara mengenang kembali, membayangkan wajah kakaknya yang belum pernah ia lihat sama sekali setelah usianya lebih dari satu tahun. Foto-foto yang ia dapat dari bibinya tempo hari lalu, ia melihat Yasin sedang tertawa gembira sekali di dalam sana. Dari umurnya yang masih sekitar 5 tahun, sampai ketika ia sudah dewasa.
Dilara mengingat-ingat lagi tentang foto kemarin. Yasin yang saat itu sedang mengajak Dilara bayi bermain, mencium keningnya dan menyelipkan bunga-bunga yang ia rangkai di telinga Dilara, memangku Dilara dan meledeknya dengan wajah yang begitu lucu. Dilara yang saat itu masih berumur kurang dari satu tahun tidak mengingat apapun. Menyedihkan sekali ketika bahkan ia tidak mengetahui alasan orang-orang menjauhkan dia dari saudara kandungnya.
Dan yang paling menyesakkan, ketika ia memutar video yang sengaja dibuat oleh Yasin ketika ia berada di atas podium pada hari wisudanya. Memakai toga, menggenggam piagamnya juga dengan sebuah tangkai bunga mawar merah yang masih segar. Ia adalah salah satu lulusan terbaik di universitasnya, ia mewakili angkatannya untuk mengisi pidato pada perayaan kelulusan. Yasin memanfaatkan momen tersebut dengan membuat persembahan untuk Dilara pada akhir pidatonya.
Suara Yasin dalam video itu begitu terngiang di telinga Dilara, ia dengan tenang dan masih fasih menggunakan bahasa Indonesia khusus untuk Dilara setelah menyapa semua orang di gedung megah yang sudah dihias dengan meriah itu dengan bahasa Turki.
............
Kepada Dilara, adikku satu-satunya yang begitu kucintai..
Aku tidak tahu apakah ketika kau mendengarkan suara ini, aku sudah diizinkan menemuimu atau harus menunggu musim semi berlalu sekali lagi.Tidak ada hal-hal terindah dalam hidupku selain berharap perjumpaan denganmu, melihatmu yang sudah beranjak dewasa dan menjadi perempuan yang dimuliakan dalam taqwa dan cinta-Nya.
Aku menggenggam mawar terindah di tangan kananku, untuk kupersembahkan padamu pada ujung kalimatku. Aku sengaja menyiapkan satu kursi kosong di antara para keluarga wisudawan, tepat di samping ayah dan bunda yang kuharap bangga memiliki putra sepertiku. Aku melihatmu di sana, duduk manis sambil tersenyum padaku karena merasa bangga atas pencapaianku.
Aku titipkan cinta pada ayah dan bunda untukmu..
Semoga kebaikan dan rahmat Allah selalu menyertaimu.
Aku merindukanmu melebihi musim-musim yang sudah berlalu.
Ketika kita cukup mampu untuk bertemu—
Dilara sayangku, akan kuceritakan padamu tentang terpenjara dan tenggelamnya aku.............
Laki-laki muda berusia 21 tahun itu turun dari mimbar di sambut dengan sepasang suami istri yang siap memeluknya. Yasin Gökhan, kakak laki-laki Dilara telah resmi lulus dari salah satu universitas terbaik di Karaçoban, Erzurum, kota metropolitan yang berada di Anatolia bagian Timur Turki.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAHAR
SpiritualBismillaah, Kepada pembaca yang saya cintai di manapun berada; Jika kalian berharap ini adalah cerita religi yang dibalut romantisme antara dua anak manusia di dalam ikatan cinta yang sakral-yang membuat pikiran melayang-layang dan hati terbayang in...