📜BAGIAN 11

30 6 4
                                    


اذا رايت إمراة متزوجة سعيدة في حياتها فاعلم ان لها زوجا صالحا
وإذا رأيت رجلا متزوجا سعيدا في حياته فاعلم انه له زوجة صالحة

لا ياظفر بذات الدين الا من قلبه معلق بالدين

Jika engkau melihat wanita yang menikah bahagia di dalam kehidupannya, maka ketahuilah bahwa ia memiliki suami yang shalih.

Jika engkau melihat laki laki yang menikah bahagia di dalam kehidupannya, maka ketahuilah bahwa ia memiliki istri yang shalihah.

Tidak ada yang memilih wanita yang taat beragama kecuali orang yang hatinya terpaut dengan agama.

*****

"Mungkin ini akan mengejutkanmu," Dilara menghela napas berat, lalu melanjutkan ucapannya, "tapi bagaimanapun, aku berharap kamu selalu bersedia menemani dan memberi dukungan padaku."

"Soal apa?" Tanya Ezra dengan tenang, sambil menyesap ekstrak chamomile tea yang dibuatkan Dilara.

"Aku memutuskan akan menikah sebelum yudisium."

Dilara memandangi gelas berisi teh yang masih terus beruap, pikirannya seperti penuh sekali pagi ini. Ia berada di kursi meja makan dengan Ezra yang duduk tepat di hadapannya. Sementara Ezra kini memusatkan perhatiannya pada Dilara, menatap gadis itu dengan pandangan meneliti, berusaha mencari-cari candaan di sana.

"Aku tidak sedang bercanda, Ezra." Ucap Dilara segera yang seperti dapat membaca pikiran Ezra.

Hening sesaat, karena Ezra belum juga merespon dan setelahnya Dilara memilih diam.

"Dengan siapa?" Tanya Ezra akhirnya,
"Fattan." Jawab Dilara tanpa mengalihkan pandangannya dari gelas teh tersebut.
"Sudahkah kamu benar-benar memikirkan hal ini, Dilara?"

Dilara memejamkan matanya dan kembali menarik napas kemudian membuangnya dengan kasar, "entahlah. Tapi aku tidak tega jika harus membuat Fattan menungguku hanya untuk menyembuhkan segala keadaan yang seharusnya sudah kumaafkan."

Ezra mengangguk kecil, "biar bagaimanapun, memulai hidup dengan orang yang baru perlu pertimbangan yang besar." Gumannya setengah pada dirinya sendiri,

Dilara terdiam sejenak, mencerna apa yang dikatakan Ezra memang ada benarnya. Tapi ia sudah berulang-ulang memikirkan hal itu, dia juga sudah tidak tahan jika setiap jam dalam hidupnya seperti merasa sedang ditunggu seseorang.

Dan yang begitu menjengkelkan, dia juga tidak mampu untuk menolak Fattan. Dilara sama sekali tidak meragukan laki-laki itu, justru dia meragukan dirinya sendiri, apa pantas dia bersanding dengan laki-laki seperti Fattan?

"Kamu menyukainya?"

Mendengar pertanyaan Ezra, membuat Dilara kembali menatapnya, "aku tidak tahu, tapi aku akan berusaha."

Kini gantian Ezra yang memandang Dilara dengan intens, ia menggenggam jemari Dilara dan tersenyum, "aku selalu berharap yang terbaik untuk hidupmu ke depannya. Semoga dia bisa menjadi penyembuh atau setidaknya dapat membantumu sembuh."

Dilara membalas Ezra dengan senyuman kecil, "aku selalu meyakini, jika aku tidak sembuh dari apa yang menyakitiku, aku akan terus terluka pada apa yang sebenarnya tidak melukaiku."

"Aku tidak mengenal kak Fattan, tapi jika aku ingat-ingat, kakak El pernah bercerita tentangnya dulu, kupikir kak Fattan yang dimaksud kakakku bukanlah dia yang kemarin menjemputku di Bandara bersamamu." Ezra menggeleng kecil menandakan bahwa dia tidak menyangka akan kenyataan yang ada di hadapannya terlalu sempit dan tiba-tiba.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MAHARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang