20°🥀 Darah Dan Energi

796 109 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

.

.

Happy Reading

.

.

.

.

.



Kwanie mengerang saat membuka mata dan kepalanya terasa seperti terbelah dua. Semuanya gelap, dia tidak bisa melihat apa-apa tapi dia bisa mendengar suara yang sangat jelas dari dekat. Kwanie mencoba merasakan hal-hal di sekitarnya, dia menepuk-nepuk tanah dan merasakan sebuah rambut kusut.

"Rambut? Hansol?!" Panggil Kwanie sambil merangkak ke arah Hansol dan memeluk wajah pria yang terbaring itu dengan kedua telapak tangannya.

"Hansol? Bisakah kau mendengarku?" Tanya Kwanie saat Hansol mulai mengerang pelan.

Dia mulai khawatir karena Hansol masih menutup matanya bahkan dia sudah menyembuhkan pria itu. Kemudian mata Hansol tiba-tiba terbuka dan langsung mengambil posisi duduk.

"Kwanie-ya, kau baik-baik saja? Apa kau berdarah? Apa kau terluka? Aduh kepalaku sakit sekali." Hansol pada awalnya panik dan memeriksa keadaan Kwanie namun beberapa saat kemudian dia memegangi kepalanya erat-erat.

Kwanie menghargai bagaimana Hansol peduli padanya, tapi dia tidak suka jika pria itu lebih mementingkannya dari pada dirinya sendiri. Kwanie segera meletakkan tangannya di pelipis Hansol lalu menyembuhkan pria itu untuk mengurangi rasa sakit yang dia rasakan.

"Itulah yang kau rasakan ketika berdiri secara tiba-tiba. Kau harus menenangkan dirimu dulu sebelum memeriksa orang lain." Ujar Kwanie kesal saat Hansol berhenti mendesis karena kesakitan.

"Maafkan aku." Hansol meminta maaf beberapa saat setelah keheningan menyelimuti mereka.

"Sstt... Kau tidak perlu meminta maaf, aku pun tidak keberatan jika menyembuhkanmu, karena sebenarnya aku menyukainya." Jawab Kwanie setelah menjauhkan tangannya dari kepala Hansol.

"Tidak bukan itu, aku meminta maaf karena aku tidak bisa membawamu keluar dengan selamat seperti yang aku janjikan." Ujar Hansol sambil menundukkan kepalanya, dia tampak malu dan sangat menyesal. Hati Kwanie menegang saat melihat itu, seharusnya Hansol tidak perlu merasa menyesal seperti itu.

Thirteen Human Are Blessed || Seventeen (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang