Part 10

192K 5.3K 116
                                    

I was there for you in your darkest nights

***

September, 19

"Jadi? Ciuman itu?"

"Yap, ciuman itu hanya untuk taruhan. Ada apa kau keberatan?"

"Ap-apa?"

"Kau dan aku adalah ketidak mungkinan. Paham?"

"Kau keterlaluan!"

***

Beberapa menit berlau di antara kami tapi aku masih menatap kak Radit tidak percaya.

Maksud ku, sedang apa dia disini, bukankah sekarang masih jam kerja, apa yang sebenarnya telah terjadi padaku, dan mengapa pula ada kak Radit di sini seingatku kami sama sekali tidak dekatz

Aku hanya beberapa kali menemui kak Radit dan sosoknya yang ada disini membuatku sontak kehilangan kata-kata.​

Aku terkejut bukan main, nyaris sekali aku tidak menyadari Shinta yang telah mengetuk pintu kamarku sebelum dehemannya menyadarkanku kalau dalam beberapa detik yang lalu, aku sudah lancang sekali menatap kakak iparku begitu lama.

Aku langsung meringis, kurasa kak Radit hanya kebetulan ingin ke apartemen Rafa dan menemukanku pingsan.

​Aku tersentak saat kak Radit melepaskan genggamannya dan menggeser mempersilahkan Shinta untuk mengecek keadaanku, beranjak duduk di sofa disudut ruangan lalu kembali menatapku.

​"Farensa, Kondisi kamu mulai membaik tapi tubuh kamu masih lemah. Aku ngelarang kamu keluar dari kamar ini sebelum sembuh. Istirahat, makan yang banyak dan minum obat. Kalau teratur, tiga hari lagi kamu udah bisa pulang. Dan, ngomong-ngomong sudah berapa hari kamu nggak tidur?"​

​"Kalau gak salah sekitar tiga atau empat hari. Ya ampun Sin, lebay banget sih, kamu kan tau aku insomnia." Jawabku santai.​

Disudut sana aku melihat kak Radit tersenyum simpul padaku tanpa berniat untuk berpaling.

Aku terteguh, memalingkan wajahku cepat-cepat pada Shinta lagi.

Aku langsung menghitung, kalau tidak salah, kak Radit baru empat kali tersenyum padaku. Saat lamaran Rafa, dua kali saat kami diruangan Rafa dan hari ini.

Aku merasa aneh.

​"Tau Ca tau. Tapi kasian tubuh kamu, tolonglah jangan banyak pikiran. Kamu bukan sendirian lagi di tubuh kamu itu. Ada janin yang butuh kasih sayang dari ibunya."

​Aku terperanjat dengan mata membulat sempurna.

Jadi benar.

​"Janin?"

​Aku terdiam, menatap Shinta meminta penjelasan.

​"Aku rasa kamu cukup mengenalku mengingat kita sudah berteman lebih dari tujuh tahun. Aku nggak mungkin bercanda disaat kayak gini" ucap Shinta acuh sambil menyuntikan sesuatu dibotol infusku.​

​"Aku?"

​"Iya kamu hamil, Sudah tiga minggu. Janinmu kuat Ca, Tapi jika kamu masih egois dalam beberapa hari ini. Aku nggak sanggup bilang apa yang akan terjadi." tambah Shinta lagi.

YS [1] // Maps (M)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang