Selama beberapa bulan terakhir Tay merecoki kehidupan New, dia tidak pernah menyangka bahwa berjauhan dengan New akan terasa begitu menyebalkan. Padahal sebenarnya saat makan siang pun dia tidak makan siang sendirian, masih ada teman-temannya yang lain yang setia menemaninya. Ada satu perasaan kecil yang sedikit mengganggunya, entah apa, ia pun tidak dapat mendefinisikannya. Satu yang ia sadari adalah ia tidak menyambut waktu makan siang dengan suka cita seperti biasanya.
Tentu saja teman-teman yang menemani makan siangnya juga merasakan hal yang ganjil. Tay sedikit lebih diam dari biasanya. Jika biasanya ia akan menceritakan apa saja yang menurut ia lucu, maka kini ia hanya akan sedikit menanggapi cerita teman-temannya saja. Bak kehilangan sumber mata air, raut wajahnya terlihat sedikit layu, entah apa yang direnungkan dalam kepalanya hingga ia terlihat menyedihkan seperti ini.
Di sisi lain, New dan rekan-rekannya tentu saja menikmati liburan tapi bukan mereka. Tidak melupakan tujuan awal mereka ke sana, pekerjaan mereka selesai sesuai dengan lini masa yang direncanakan. Bahkan mereka sempat-sempatnya membahas edisi bulan depan. Antara mereka yang memang terlalu suka dengan pekerjaan mereka, atau mungkin suasana baru yang membawa inspirasi terus berdatangan.
Sejak awal, New tau betul bahwa ia adalah seseorang yang apabila pergi berlibur, ia akan melupakan keberadaan ponselnya. Bagai sudah mengerti dengan kebiasaan New, orang-orang penting yang ada kalanya perlu menghubungi New pun akan menghubungi salah satu bawahannya, bisa sekretarisnya atau pun salah satu staffnya. Tentu saja para orang penting itu akan menurut saja, New akan selalu memberikan mereka pesan pengingat jika ia akan pergi berlibur serta kontak yang bisa dihubungi, selalu seperti itu, hingga itu menjadi kebiasaan dan mereka pun menghargai waktu berlibur New yang memang tidak pernah banyak.
Maka, tidak memerlukan alasan lain. Tay pun harus mengikuti prosedur orang-orang penting untuk menghubungi New. Tentu saja seorang Tay Tawan sempat bersikeras untuk menolak semua alasan yang diutarakan oleh New. Sebenarnya, bukan karena New tidak ingin menggunakan ponselnya, hanya saja ponsel baginya terasa seperti alat untuk bekerja. Pergi berlibur dengan ponsel yang selalu ada di genggamannya hanya akan membuat liburannya terasa dibebani pekerjaan. Tidak ada bedanya. Ya walaupun liburan kali ini pun tidak sepenuhnya berlibur, yang penting ia memiliki alasan untuk sedikit berlibur dari ponselnya.
Saat Tay masih belum menerima alasan yang diutarakan oleh New, ia hampir saja membelikan New ponsel baru agar mereka bisa terus berhubungan. Tentu saja New menolak. Bukan alatnya yang bermasalah. Hanya saja ponsel dan liburan tidak bisa disandingkan di kamus liburannya.
Setelah mulai jengah dengan rengekan Tay yang tiada henti, akhirnya ada jalan tengah yang bisa mereka tempuh. Tay diberikan waktu 30 menit saat malam hari untuk berbincang dengan New di telpon setiap harinya. Tentu saja hasil akhir 30 menit ini dicapai dari hasil perdebatan yang panjang. "2 jam deh ya 2 jam gak lama kok itu", usul Tay pada awalnya. Namun, setelah dipikir lebih matang, 2 jam memang terlalu lama dan New harus lekas beristirahat. Bahkan pada awalnya New dengan tega mematok waktu yang cukup, cukup pendek, "15 menit aja kali ya". 30 menit dijadikan pilihan terakhir karena bagi keduanya itu sudah cukup untuk hanya sekedar bertukar kabar.
Hari ini, kegiatan New berakhir sedikit lebih cepat. Oleh karena itu, jam masih menunjukan pukul 8 dan New sudah bersiap-siap untuk berbincang kecil dengan Tay. Setelah panggilan tersambung mereka pun bercakap-cakap seperti biasanya.
Tay: Tumben, masih pagi ini udah bisa ditelpon
New: hehehe iya udah kelar semuanya soalnya, jadi tadi cuma jalan-jalan doang
Tay: asyik gak jalan-jalannya tadi?
New: ya gitu aja sih, asyik-asyik aja sih, tapi kayaknya emang aku aja sih orangnya asyik
Tay: iyadeh yang asyik, sampai-sampai gedung kantor ditinggal kamu jadi gak asyik lagi
New: idih sa ae bapak, sepi ya gak ada aku sepi
Tay: hooh sepi, ayo buruan pulang
New: bosen banget tiap malem gini mulu ngomongnya gak ada yang lain apa
Tay: ya apa dong, cuma pengen kamu balik aja soalnya ...
New: iya nanti pulang kan 3 hari lagi, mau ngapain sih emang?
Tay: ngapain aja ayo asal sama kamu aku seneng
New: iya iya ngapain aja ayo deh
Tay: beneran ya janji harus mau ngapain aja
New: ya iya janji
Tay: Nginep di apart aku mau?
New: hah ngapain
Tay: ya ngapain aja, abisan pas kamu pergi aku ngerasa nelangsa banget sepi di mana-mana, padahal biasanya juga kamu jarang ke apart aku kan
New: kamu aneh tapi ok, ayo deh. Udah 30 menit nih bapak, udahan dulu ya besok lagi. Sana tidur, bye!
Tay: Bye, New!
Kira-kira begitulah percakapan mereka sehari-hari. Tentang rengekan Tay, tentang apa-apa yang diinginkan oleh Tay, dan tentang janji-janji yang dibuat New untuk menenangkan Tay. Saking banyaknya janji, New bahkan harus menulis catatan tentang janji-janjinya setiap usai menelpon Tay. Semoga janji-janji itu dapat New tepati.
You're planted in my mindBut I don't wanna be okay without you
- Charlie Burg, 2019
![](https://img.wattpad.com/cover/246897581-288-k518248.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
INURE - TAYNEW
Fiksi PenggemarThe lightest #taynew fanfiction you'll ever read. in·ure en·ure (ĭn-yo͝or′) To habituate to something undesirable, especially by prolonged subjection; accustom #1 Taynew - 22/04/2021