Tanpa New sadari, ia sangat menikmati masa-masa liburannya kali ini. Rasanya baru kemarin ia pamit pada Tay, tau-tau Tay sudah ada di hadapannya lagi, memamerkan senyum cerah bagai orang yang akhirnya mendapatkan keberuntungan yang telah lama ia tunggu-tunggu. Tanpa banyak basa-basi, Tay langsung menyeret New untuk pulang. Maka sampailah mereka ke apartemen New. Sang empu apartemen mulai membereskan barang bawaannya, menyimpan pakaian kotor pada tempatnya, dan mengembalikan peralatan perawatan badannya ke tempat semula. Sementara itu, sang tamu hanya duduk di sofa tanpa berminat untuk mencampuri, sambil sesekali mengecek keadaan sang pemilik rumah apakah ia sudah siap untuk ia ganggu aktivitasnya.
Setelah satu jam New sibuk dengan kegiatannya, ia pun segera membersihkan badannya. Hingga titik ini, mungkin ia sudah lupa dengan keberadaan Tay di ruang tv. Tentu saja Tay tidak keberatan sama sekali, toh sejak awal ia yang memaksa untuk bertamu.
Puas dengan tubuhnya yang sudah bersih, New pun kembali ke ruang tv. Hanya untuk mendapati Tay yang telah tertidur pulas dengan ponsel di atas dadanya. Jam menunjukan pukul 17.18, terlalu dini untuk tidur malam tapi tentu saja terlalu larut untuk tidur siang. Berdasarkan pengalamannya yang apabila tidur sore akan membuat kepala pusing, New pun memutuskan untuk membangunkan Tay. New dengan sabar menepuk-nepuk tangan Tay, dengan sedikit tenaga diiringi dengan mantra: "Tay banguuuun laper". Iya, New membangunkan Tay karena ia mulai merasa membutuhkan Tay untuk membantunya memikirkan menu makan malam mereka malam ini. Tentu saja sang tamu segera terjaga dari tidurnya, sambil menetralkan rasa pening di kepalanya ia mulai beranjak dari posisi tidurnya.
"Jam berapa ini, New? kok kamu udah laper lagi?", tanya Tay sambil masih mengucek matanya. "Jam 5 sore ini, ya laper tapi gak laper-laper banget. Kita harus mikirin makan apa nih biar bisa cepet-cepet makan malem", jawab New dengan nada sedikit merengek. "Yaudah kamu mau makan apa?", "gatau, kamu mau apa?", "makan indomie?", "ya jangan mie, aku mau makan nasi", "kamu udah janji ya mau bikinin aku indomie", "iya nanti itu kapan-kapan aja, sekarang mau makan nasi", "yaudah kamu mau makan nasinya sama apa?", "gak tau, bingung, aku males mikir capeeeek", "Sop daging aja mau? suara kamu agak serak deh kayaknya mau flu", "boleh deh, aku pesen di tempat langganan kamu aja ya". Kira-kira begitu lha percakapan mereka.
Sambil menunggu pesanan mereka datang, New memutuskan untuk menonton tv. Mendudukan dirinya di karpet sambil punggungnya bersandar di sofa yang masih ditiduri oleh Tay. Entah motivasi dari mana, tau-tau ia sedang asyik memainkan jari-jari tangan kiri Tay, terkadang ia cubit gemas, terkadang ia pencet-pencet, pokoknya apa saja yang bisa membuat ia tidak merasa bosan. Tentu saja sang pemilik jari tidak keberatan. Toh ia tidak merasa tidak nyaman sama sekali. Sementara itu, tangan Tay yang satunya lagi, memilih untuk memainkan rambut New. Bukan, bukan mengusap-ngusap. Lebih tepatnya, menggerakan jarinya di kulit kepala New, sang pemilik kepala sempat mengeluh kepalanya agak sedikit berat karena gejala flu.
Setelah beberapa saat diliputi keheningan yang nyaman, bel pintu apartemen New berbunyi. Menandakan kurir makanan telah tiba. New yang berniat beranjak pun ditahan pundaknya oleh Tay, "aku aja", katanya. Setelah menerima pesanan makanan mereka, Tay pun segera menuju dapur untuk membawa beberapa alat makan. Mereka telah memutuskan untuk makan di ruang tv saja. Tay dengan telaten menyiapkan semuanya, tentu saja diiringi dengan beberapa protesnya akan gerakan New yang ingin ikut serta menyiapkan makanan mereka. "JANGAN DIPEGANG AKU AJA", "NEW IH JANGAN", "KAMU PEGANG ITU, AKU NGAMBEK", dan kalimat-kalimat lainnya yang Tay teriakan untuk menghadapi New yang memang sedikit keras kepala. Setelah semuanya siap, mereka pun mulai menyantap sup daging hangat mereka.
"Enak?", "enak dong", "aku nginep di sini ya, besok kan minggu", "tumben amat, dalam rangka apa nih", "kamu udah gejala flu itu, khawatir aku kalo aku tinggal", "baru gejala lho ini, belum beneran", "ya makanya aku di sini aja nanti aku usir biar dia gak jadi dateng", "dia siapa?", "ya dia aja", "idih gak jelas lo", "pokonya aku nginep di sini ya", "hooh". Bahkan sebenarnya, jika Tay tidak berniat untuk menginap pun, New berniat untuk mengajak Tay menginap. Entah karena efek sehabis liburan, suasana yang biasanya dikelilingi orang-orang lalu sekarang tiba-tiba semua orang kembali ke tempat masing-masing, akan terasa sangat sepi apabila sendirian di apartemen, atau mungkin ia sangat menikmati kehadiran Tay.
Setelah makan malam mereka berakhir, Tay memutuskan untuk membersihkan badannya dan New mencuci mukanya. Setelah dirasa cukup, New segera membaringkan tubuh lelahnya di atas kasur, sambil menunggu Tay yang masih berada di kamar mandi. Tak dapat menahan kantuknya ia pun segera terlelap. Setelah beberapa saat, Tay pun keluar dari kamar mandi, hanya untuk melihat tubuh New yang terbungkus selimut dengan damainya. Senyumnya tersungging, ada perasaan hangat melihat lelaki putih itu terlihat nyaman dalam istirahatnya. Ia pun memutuskan untuk menyusul berbaring di sebelahnya. Memandangi wajah yang sudah tidur, sampai tau-tau ia juga sudah ikut menutup kedua matanya. Semoga gejala flu New, hanya sekedar gejala ya, harap Tay sebelum ia memasuki alam mimpi.
Shine, you shine on my existence
My night keeps getting longer
At night when everyone is asleep, I think of you- Bobby, 2021

KAMU SEDANG MEMBACA
INURE - TAYNEW
FanficThe lightest #taynew fanfiction you'll ever read. in·ure en·ure (ĭn-yo͝or′) To habituate to something undesirable, especially by prolonged subjection; accustom #1 Taynew - 22/04/2021