D ua t u j u h

7.2K 1.1K 141
                                    

27. Abay Sadar

Rios dan Kenta tertidur di sofa yang terdapat di rumah ruang rawat Abay.

Untuk masalah biaya administrasi, Rios menceritakan semuanya pada Papanya. Alhasil, Guntur yang membayar biaya untuk Abay.

Mana mungkin Rios yang membayar, uang dari mana dia.

Abay membuka matanya, cowok itu menatap langit-langit yang terasa asing di penglihatannya.

Namun, matanya langsung terpejam menahan rasa sakit di dadanya. "M-Mama," lirihnya.

Rios yang mendengar lirihan itu, langsung membuka matanya. Cowok itu membelak kaget, ia berdiri dan langsung berjalan menghampiri Abay. "Bay? Lo sadar? Gue kira lo mati," ujar Rios.

Abay membuka matanya, cowok itu menatap Rios dengan alis yang berkerut. "Rios?"

"Bukan! Manu Rios!" kesalnya.

Abay hendak mengubah posisinya menjadi duduk. Namun, Rios menahannya. "Gak usah banyak tingkah. Lo pingsan lagi, gue bunuh beneran lo."

"Gue kenapa?" tanya Abay.

"Latihan meninggal!"

Rios meraih gelas berisikan air di meja samping brankar. Membawanya, kemudian memberikannya pada Abay. "Minum," ujarnya.

"Makasih."

"Bay, lo punya penyakit separah ini kenapa gak pernah cek sama sekali? Lo beneran mau mati muda?"

Abay melirik Rios tak mengerti. "Maksud lo?"

"Kemungkinan buat lo sembuh itu kecil banget, Bay. Gue kemarin udah cari tau soal kenapa penyakit lo bisa separah sekarang!"

"Pertama lo banyak dosa, kedua lo banyak ngeluh, ketiga lo gak ada usaha, ke empat lo ngerokok di saat lo udah tau penyakit lo, ke lima lo gak pernah cek kondisi lo ke rumah sakit, terus—"

"Terus lo pikir gue cek rutin gak akan meninggal? Semua orang bakalan meninggal, Yos. Takdir gak ada yang tau," potong Abay.

Rios mengacak rambutnya kesal, "Terserah! Beby nangis gara-gara lo, brengsek emang!"

"Beby?"

Rios mengangkat sebelah alisnya, cowok itu mengangkat bahunya tidak acuh. "Mikir dah lo sampe botak."

***

Pagi harinya, Beby benar-benar datang ke rumah sakit. Wajah Beby kembali cerah saat melihat kondisi Abay.

Rios yang melihat itu cukup senang. Walau pun rasanya sakit melihat Beby bahagia karna orang lain, setidaknya jangan sampai Beby tersakiti lagi oleh dirinya.

"Bay, lo beneran gak kenapa-kenapa, kan? Gak ada yang sakit? Gak ada—"

"Gue gak papa. Bisa minggir?"

Beby diam saat mendengar ucapan Abay. Ia sendiri sebenarnya masih bingung dengan perubahan Abay yang sangat tiba-tiba.

"Gak usah ganggu gue terus, By," kata Abay.

"Gue risih."

Beby menatap Abay tak percaya. Gadis itu beranjak, "Gue kira lo baik sama gue emang bener-bener tulus, Bay. Kalau lo risih, terus buat apa lo—"

"Kasian," jawab Abay cepat.

Rios melangkah mendekat, cowok itu mencengkal tangan Beby dan membawa gadis itu ke belakang tubuhnya.

Matanya menyorot Abay tajam, "Bay, gue tau lo bilang gitu karna lo punya alesan. Tapi cara lo itu salah!"

"Beby suka sama lo."

Beby menatap Rios, sedangkan Abay cowok itu menatap ke arah Beby kaget.

Cowok itu buru-buru membuang arah pandangnya dan tertawa, "Gue gak suka sama Beby. Dia bukan tipe gue."

"Munafik!"

"Gue? Munafik? Apa bedanya gue sama lo, Yos? Lo keliatan sok tegar bilang Beby suka sama gue. Padahal lo sendiri gak ikhlas dia suka sama gue, kan?" tanya Abay.

Rios melepas cengkalannya pada lengan Beby. Cowok itu menatap Abay, "Karna gue sadar, kaca kalau udah pecah dibenerin sebaik apapun gak akan pernah balik kaya semula."

"Sama kaya rasa percaya Beby ke gue. Gue udah rusak rasa percaya itu, Bay. Kalau pun dipaksa buat balik lagi, rasanya gak akan sama," sambung Rios.

Rios menepuk bahu Abay. "Lo bersikap kaya gini karna lo takut Beby nangis suatu hari nanti, kan? Bay, kalau lo gak bisa perjuangin hidup lo, lo bisa perjuangin cinta lo sebelum lo bener-bener nyerah sama semuanya."

"Gue udah nyerah, gue tinggal nunggu waktu, Yos. Gue nyuruh Beby masuk ke hidup gue, sama aja gue ngajak dia buat ngerasain sakit hati yang pernah dia rasain karna lo!"

Beby diam, gadis itu tak mengerti atas apa yang Abay dan Rios bicarakan.

"By, lupain perasaan lo sama gue. Karna sampai kapan pun, gue gak akan pernah bisa bales perasaan lo."

Beby menggeleng, "Dulu lo bilang sama gue, kalau ada orang yang nyakitin gue, lo bakal buktiin sama orang itu kalau gue bisa bahagia tanpa dia. Bukannya lo emang pengen ajak gue bahagia, Bay?" tanya Beby.

"Kebahagiaan lo itu ada di Rios, By. Bukan gue, dari awal gue itu cuman orang asing yang kebetulan ada di saat lo butuh. Itu aja."

Abay membuang arah pandangnya, "Gue gak akan pernah bisa bareng sama lo. Lupain gue."

"Kenapa?"

"Kasih gue alesan kenapa gue harus lupain lo?" tanya Beby.

Hening. Abay sama sekali tak berniat menjawab. Bahkan, cowok itu enggan menatap Beby kembali.

"Abay, jawab!"

"Karna gue sakit, By."

Beby mematung, gadis itu menatap ke arah Rios seolah mengatakan, ini gak bener, kan?

Rios hanya diam, ia rasa Abay lebih berhak mengatakan langsung pada Beby.

"Gue kanker paru-paru. Umur gue gak lama lagi, By. Rios lebih pantas buat lo."

"Rios udah berusaha bikin lo bahagia tanpa lo sadar, By. Jangan terlalu fokus ngejar sesuatu, lo gak akan liat sesuatu lainnya," sambung Abay.

Beby menggeleng kuat, "Bay, lo bohong kan?"

"Kalau suatu hari gue beneran pergi, gue mohon, lo harus bahagia sama Rios."

"Yos, lo siap kan bahagiain, Beby?" tanya Abay.

Rios menatap Beby yang masih tak percaya dengan apa yang mereka bicarakan. "Bay—"

"By! Gak usah cengeng!" sentak Abay.

Beby meraih tangan Rios, gadis itu mencengkeram tangan cowok itu dengan kuat. "Bay, jangan gini," kata Rios.

"Lupain gue, By."

"Perasaan lo ke Beby gimana, Bay?" tanya Rios yang mulai kesal dengan apa yang Abay ucapkan sedaritadi.

"Gue udah pernah bilang, gue gak mau egois."

TBC

Hallo! Lama banget ya? Huhu …

Ada yang ingin di sampaikan untuk

Beby

Rios

Abay

See you!

Enemy Boyfriend [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang