💎 || 8. Dia yang Satu

651 249 36
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sembilan Nyawa Al Barra

🍀Story by Ana Latifa🍀
Instagram: Onlyana23 | Wattpad: Onlyana23 | GWP: Onlyana23

💎

Ketika manusia semakin mengenali dirinya, tak ada celah baginya menolak keberadaan Tuhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika manusia semakin mengenali dirinya, tak ada celah baginya menolak keberadaan Tuhan. Namun, sedikit sekali yang mau memikirkannya.

💎

Tawa mudah bertukar bila Raya dan Iana tengah bersama. Dua gadis itu sibuk bertukar cerita di dapur sembari mencetak adonan bakpia yang diisi beragam varian rasa seperti cokelat, keju, kacang hijau, dan green tea. Walaupun porsi Iana bicara tetap lebih banyak ketimbang Raya karena Raya sibuk menyerap ilmu baru dari istri Abizar itu.

Iana yang tengah menguleni adonan seketika terkesiap dan melepas sarung tangan plastiknya. Raya mengerjap dan mengikuti arah pandang Iana yang sempat terjatuh pada jam dinding.

"Kenapa, Mbak?"

Iana tersenyum sembari mengambil piring. "Udah jam segini," balasnya merujuk pada jam 20.35 WIB. "Mas Abizar kalau keasyikan baca, pasti lupa makan. Mbak nyiapin makanan dulu ya?"

Raya mengangguk. Tangannya sibuk mencetak adonan, tetapi matanya mengikuti ke mana saja gerak Iana pergi. Bahkan hanya dengan melihat gestur tubuh Iana, semua orang dapat merasakan kasih sayang yang terpancar dari wanita itu.

Dada Raya menghangat melihat perhatian Iana pada suaminya. Begitu paham apa saja yang dibutuhkan Abizar sampai pada hal-hal remeh yang sebenarnya tak penting dilakukan. Seperti bagaimana Iana meletakkan sandal yang hendak dipakai Abizar di depan pintu, memperbanyak porsi sayur tanpa mengurangi jatah protein di nasi yang hendak Abizar makan, memperhatikan detail jahitan pakaian yang hendak dia beli untuk Abizar, dan selalu menyimpan kembali barang yang sudah dipakai ke tempatnya semula karena Abizar mencintai kerapian.

Tapi mengenai kerapian, mungkin Iana lupa akan satu hal. Karena ketika Iana perlahan mengetuk pintu ruang baca di mana Abizar berada, Raya temukan sekotak peralatan rajut di dekat sofa ruang TV yang seharusnya tidak berada di sana. Sehelai rajutan warna putih tampak menjuntai keluar kotak. Raya menduga itu adalah syal yang baru rampung setengahnya.

Iana pun keluar kamar, melanjutkan aktivitasnya bersama Raya yang memang terbiasa berlama-lama di rumah Iana.

"Mbak lagi buat syal?"

Iana mengerjap, sekian detik berusaha mencerna sampai dia menyadari ternyata kotak peralatan rajutnya berada tak jauh dari pandangan Raya. "Oh iya, Ray. Tapi gagal."

Raya menyahut, "Kenapa?"

"Benangnya malah nyangkut," balas Iana sembari terkekeh malu. "Kayaknya Mbak nggak ada bakat buat ngerajut."

Sembilan Nyawa Al BarraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang