💎 || 9.2 Beda Pandangan

634 208 118
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sembilan Nyawa Al Barra

🍀Story by Ana Latifa🍀
Instagram: Onlyana23 | Wattpad: Onlyana23 | GWP: Onlyana23

💎

Manusia merasa bisa melakukan segalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Manusia merasa bisa melakukan segalanya. Tapi selalu melupakan fakta bahwa nyawanya bukan miliknya.

💎

Tak ada yang bisa Albar sangkal lagi. Semakin dia pikirkan, semakin mengerucutkan pemikirannya pada satu hal. Satu hal yang sulit sekali dia terima. Satu hal yang disebut kebenaran. Kebenaran yang selama ini sudah terpampang di depan mata, tetapi selalu dia abaikan.

Albar mengaku kalah. Dia tidak berhasil menemukan celah untuk menyanggah bahwa agama Raya yang paling bisa dia terima. Agama yang menjembatani pemeluknya menuju Tuhan yang Satu. Tanpa perantara. Sejalan dengan logika. Setidaknya baginya, yang menuhankan nalar di atas segalanya.

Hawa dingin mencengkeram punggung Albar yang berjalan menuju apartemen. Sebagian dirinya merasa lega karena telah menemukan Tuhan, tetapi sebagian dirinya lagi malah memberondongnya dengan berbagai pertanyaan yang menyesakkan kepala.

Albar percaya Tuhan itu ada. Tuhan itu satu.

Tapi, untuk apa Dia menciptakan manusia?

Albar tahu dari pelajaran agamanya di sekolah dulu kalau Tuhan menginginkan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Tapi, apa sehaus itu kah Tuhan untuk disembah? Apa sekurang-pekerjaan itukah sampai menciptakan manusia hanya untuk memuji-Nya?

Dada Albar tersengat. Seperti percik kembang api awalnya yang perlahan membakar hati hingga hangus seluruhnya.

Kenapa?

Kenapa Tuhan menciptakan manusia?

Kenapa aku hidup?

💎

Setelah sepatu Albar terlepas, dia langsung menyimpannya di rak sepatu apartemen. Disusul menyimpan sepatu Dwiki yang selalu saja bergeletak asal meski sudah diberitahu Albar tidak bisa melihat sesuatu yang tidak rapi.

Bayangan bentakan dan pukulan dari paman begitu saja menelusup pikiran. Meski telah tiada, kehadiran paman masih terasa mengikuti Albar ke mana-mana. Raganya mungkin telah mati, tetapi jiwanya masih menyala di pembuluh darah Albar. Berdetak. Dan hidup.

Albar tidak bisa membiarkan rumah berantakan. Albar takut paman marah.

Tanpa salam, Albar menyeru, "Dwik!"

Sembilan Nyawa Al BarraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang