💎 || 6. Akar Pertanyaan

724 248 68
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sembilan Nyawa Al Barra

🍀Story by Ana Latifa🍀
Instagram: Onlyana23 | Wattpad: Onlyana23 | GWP: Onlyana23

💎

Mana yang lebih hebat? Yang bisa membangun gedung pencakar langit atau yang bisa menghancurkannya dalam waktu satu detik?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mana yang lebih hebat? Yang bisa membangun gedung pencakar langit atau yang bisa menghancurkannya dalam waktu satu detik?

💎

Karena fakta mengejutkan yang membuat perut Albar mulas, Albar mondar-mandir di apartemen sembari menatap satu bakpia cokelat di dalam dus yang tersisa. Dia sungguh tidak percaya. Benarkah kue yang selalu dia harapkan untuk dikasih oleh tetangganya ini adalah milik Abizar?!

Kenapa? Albar tinggal di apartemen ini sebelum mengenal ustaz itu dan dia menerima bakpia yang selalu dititip pada satpam pada hari ketiga dan rutin tiap minggu setelahnya. Lalu kenapa ustaz itu memberikannya? Apa ustaz zaman sekarang punya alat pendeteksi untuk melihat mana yang belum beriman?

Albar yakin ketertarikan Abizar padanya sampai mengajaknya bicara di kampus tadi merupakan gerakan dakwah untuk mengajak orang-orang memeluk agama mereka. Tapi, kue bakpia ini diberikan sebelum Abizar mengenal Albar!

Pintu terbuka, memunculkan Dwiki berwajah kusut setelahnya. Cowok itu mengucapkan salam, walaupun dia tahu Albar enggan membalasnya.

"DWIKI!" Dwiki tersentak. Sontak mendongak menatap Albar di meja makan. Mata cowok itu membulat penuh penasaran.

"Apaan? Nemu alien pakai sarung?"

Albar menggeleng cepat. "Lebih gila dari itu."

Dwiki menuangkan air putih ke dalam gelas setelah duduk di hadapan Albar. "Apaan?"

"Kue bakpia yang selalu dikasih tetangga," Albar menjeda saat Dwiki meminum airnya, "dari Abizar."

Dwiki tersedak. Tenggorokannya seperti terbakar karena ada air yang masuk ke jalur pernapasan. Dia susah payah untuk menelan air itu sebelum terbatuk-batuk sembari memukuli dada.

Albar pun meminum air putihnya. "Kaget, 'kan lo?"

"Dari ... mana ... lo tahu?" balas Dwiki terengah.

"Dia yang bilang sendiri ke gue."

Dwiki terdiam saat Albar mengernyit heran. "Kenapa ya?" Albar mencoba menelaah sampai dia terperangah akan pikirannya sendiri. Seiring mata yang membulat, tangannya terangkat menangkup pipi. "Apa jangan-jangan ada guna-guna di bakpianya biar gue ikut agama mereka?

Dwiki cengo. "Eh, Bangsul! Musyrik kalau sampai orang muslim percaya ma dukun! Dosanya gede!"

Albar mendesah sembari bersandar pada kursi. "Ya terus kenapa?"

Sembilan Nyawa Al BarraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang