💎 || 0. Setengah Lembar Sepuluh Ribu

2.7K 477 193
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Sembilan Nyawa Al Barra

🍀Story by Ana Latifa 🍀
Instagram: Onlyana23 | Wattpad: Onlyana23 | GWP: Onlyana23

Happy reading

💎

Perlu selamanya untuk lupa. Cukup sepuluh detik untuk terlena. Perihal kamu yang kini menjadi bayang semu.

💎

Dia ingin mati.

Jauh di atas lima puluh kaki cowok itu berdiri, menikmati sunyi yang membekap diri, meraup udara setelah puas menghirup hangus sepanjang meniti tangga menuju lantai tertinggi. Dia sendiri. Bernasib sama seperti gedung bekas kebakaran yang sudah tak layak huni. 

Paman pasti seneng kalau Albar mati, 'kan?

Kegelapan langit makin pekat ketika satu kaki dia angkat melewati undakan yang sedikit lebih tinggi. Dia siap menyerahkan diri pada bumi, tetapi kepalanya sesak tiba-tiba. Berbagai memori terputar cepat seperti kilasan film bisu di sana, membekukan kaki untuk melaju, menyempitkan relung dada sampai udara jadi hal tersulit untuk dihidu.

Sayangnya, tak ada satu pun kilasan yang bisa membuatnya bertahan. Nyaris tak ada pemeran lain selain paman dan dirinya di ingatan. Ingatan menyedihkan. Semua kilasan itu justru menguatkan tekadnya untuk menuju keabadian.

Bila hidup hanya untuk menderita, mengapa dia harus rela memperpanjang masanya? Apa yang datang akan pergi, apa salahnya bila dia mendahului?

Albar hanya perlu melemaskan tubuh dan dirinya akan terjatuh. Namun karena satu suara, tubuh Albar menegang seperti tali tambang yang direntangkan.

"Auh, punya temen munafik semua! Temen kok makan temen? Pada kekurangan nasi kali, ya?"

Gadis itu baru saja sampai di atap ketika pandangannya beradu dengan milik cowok yang berdiri di tepi bangunan. Dia membelalak. Tanpa berpikir dua kali, dia langsung menghampiri cowok asing itu.

"Ngapain di situ? Aduh, jangan bunuh diri! Gue ke sini mau ngadem, bukan mau nambah masalah! Kalau gue dituduh bunuh lo, gimana? Emangnya bisa belain kalau udah di kuburan?!"

Selain diam, Albar hanya menghela napas panjang. Ini bukan percobaan bunuh diri yang pertama, tetapi ini adalah kegagalan kelima kalinya.

"Jangan lompat! Cepet ngejauh dari situ!"

Keputusan Albar sudah bulat ingin melompat. Kali ini harus berhasil tidak peduli ada gadis itu atau tidak. Namun belum sempat tumitnya terangkat, dengan cepat si gadis menarik lengan Albar. Terlalu kuat. Berat tubuh Albar jadi terlempar saat kakinya tidak siap menopang. Dug! Pantatnya mencium semen dingin dengan mesra. Albar meringis.

Gadis itu menarik napas panjang. "Eh, maaf-maaf. Sakit, ya?"

Perlu Albar jawab iya?

Dia membantu Albar berdiri. "Habisnya elo, sih! Ngapain malah berdiri di situ? Mau mati, ya? Nggak takut dosa?" cecarnya. 

Albar mendengkus geli. Dosa? Temannya pahala itu, 'kan? Mengapa dia percaya konsep tua seperti itu?

Sembilan Nyawa Al BarraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang